15: Kenyataan

1.5K 257 21
                                    


Doyoung termenung sambil menatap kaget dengan penuh ketidakpercayaan pada Yedam.

Terlihat murka dengan tangannya yang kini justru memukul tembok putih di belakangnya.

Sementara disisi lain Yedam hanya diam, menunduk dengan penuh minat menatap sepatunya. Tak mau mengklarifikasi hal yang barusan terjadi dan hal apa yang baru saja ia dengar.

Flashback on...

Sekali lagi hal ini terjadi. Terasa Dejavu bagi Yedam karena memang ia sudah pernah mengalami hal itu.

Pandangannya kabur, tampak buram dan sedikit berkunang-kunang. Terlalu pusing terlebih titik bayang penglihatannya yang sudah tak fokus lagi. Menatap gerbang yang terlihat melayang dan bergerak aneh dari posisinya.

Mungkin akibat pukulan yang ia dapatkan tadi malam.

Berhenti sejenak dengan tangan menyandar sebagai topangan pada deretan tembok tinggi milik pagar sekolahnya.

Kepalanya benar-benar terasa sakit luar biasa sekarang dan yang terjadi selanjutnya hanya gelap gulita yang menyapa.

🥀

Yedam berkedip pelan ketika merasakan sesuatu yang terang menembus matanya. Membuat kepalanya yang terasa berat semakin pusing.

Sedikit kaget ketika ia menyadari ternyata dirinya tengah berada di salah satu kamar rawat rumah sakit.

Keningnya mengerut bingung ketika melihat Suho—ayahnya Doyoung—kini berdiri di depannya. Memasukkan senter yang tadi ia gunakan untuk memeriksa keadaan metabolismenya melalui sclera matanya ke dalam saku jas putih yang tampak melekat pas di tubuh pria dewasa itu.

Pria dewasa itu tersenyum, senyum tulus yang seketika mengingatkan dirinya dengan senyum dari wajah jenaka Junkyu, kakaknya Doyoung yang sempat ia temui sebelumnya.

"Yedam...." Panggil pria itu kemudian mengembalikan fokus Yedam yang hampir melayang ntah kemana itu.

"Ah ne, appa" jawab Yedam sedikit ragu, karena terlalu tak biasa menggunakan panggilan itu selain kepada June. Jika bukan karena pesan dan janjinya pada Jisoo, maka dia tak akan pernah percaya diri memanggil kedua orang tua Doyoung dengan panggilan se-akrab itu.

Usapan ringan dapat Yedam rasakan di pucuk kepalanya, membuat Yedam yang awalnya ragu dan gugup kini menegakkan kepala.

"Kamu tahu?" Tanya Pria itu terlihat berhati-hati di mata Yedam.

Yedam meneguk ludahnya, lalu menyibak selimutnya dan bergerak hendak melepaskan infus yang melekat di punggung tangan kirinya, membuat Suho seketika panik dan menahan pundak anak muda itu.

"Yedam tenang dulu" tutur Suho lembut sambil membetulkan infus yang berada di punggung tangan kiri Yedam.

Posisi Yedam kini duduk tepat di pinggiran kasur, menggantungkan kaki sambil menatap mata Suho yang kini ikut menatapnya dalam, dengan posisinya yang sudah mendudukkan diri di kursi samping kasur.

"Ini bahaya, nyawamu bisa saja tidak tertolong" mulai Suho yang sudah kembali membaca laporan rekam medik milik Yedam

"Memang itu tujuan ku"

Suho tersentak kaget, lalu segera menatap cepat pada remaja yang seusia dengan anak bungsunya itu.

"Apa keluarga mu tahu?"

Yedam menggeleng, "mereka sudah cukup sibuk" jawab Yedam hanya tetap melihat ke kakinya yang menggantung.

"Appa akan menelpon orang tua mu"

I Give Up [Yedam] ⚠️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang