Salena tersenyum tipis saat berhadapan dengan Rehan yang diam mengamati penampilannya yang akan menemani pria itu ke acara resepsi pernikahan. Seperti yang diucapkan Rehan kemarin malam.
Mengenakan midi dress berwarna putih serta sepatu hak berwarna senada. Salena tampil dengan tampilan yang begitu sederhana.
Meskipun terlihat sederhana, tapi mampu membuat Rehan terpaku.
Salena tersenyum malu, membuyarkan Rehan lewat tegurannya. "Kenapa Pak? Dandanan saya malu-maluin, ya?"
Rehan langsung menggeleng. "Gak. Kamu cantik."
"Saya gak cantik, Pak," elak Salena. "Em berangkat sekarang, kan?"
Rehan kembali tersadar, segera membuka pintu untuk Salena. Setelah wanita itu masuk ke dalam mobil, Rehan segera masuk ke balik kemudi. Mereka berangkat menuju ke tempat acara tersebut.
Seperti dugaan Salena para tamu undangan tentunya memiliki penampilan yang memukau. Ia merasa menyesal mengiyakan ajakan Rehan karena sekarang penampilannya benar-benar jauh dari mereka semua.
Bahkan untuk berjalan beriringan dengan Rehan membuatnya tidak cocok. Tapi, meski ia ingin bersembunyi di balik punggung Rehan, pria itu selalu saja menegurnya agar mereka jalan beriringan.
Sebelum mengucapkan selamat pada mempelai pengantin, Rehan bergabung bersama teman-temannya.
Tentu mereka merasa terkejut dan penasaran dengan wanita yang datang bersama Rehan.
"Calon kamu, Re?"
"Calon ibu barunya Kiara?"
"Eh kok kamu gak bilang kalau udah punya calon? Padahal aku yang berharap lho jadi Bundanya Kiara."
"Jadi dia gantinya Launa?" Pertanyaan yang terlontar dari wanita yang penampilannya begitu memukau dan seksi tersebut membuat Salena merasa tidak nyaman. Apalagi saat tatapan wanita itu menilainya dari kaki hingga kepala. Lalu tersenyum.
Arti senyum yang selalu Salena dapat dari orang-orang yang merendahkannya.
Tangan Salena meremas pelan tas tangan yang ia bawa. Hanya mampu tersenyum masam saat teman-teman Rehan tertawa dan pria itu pun ikut tertawa. Sama sekali tidak menjawab pertanyaan temannya dan memperkenalkan dirinya.
Memang siapa dirinya? Kenapa Rehan harus mengenalkannya pada teman-teman pria itu?
Lalu kenapa pula Rehan mengajaknya ke sini dan tidak mengacuhkan keberadaannya. Malah asik dengan teman-temannya.
Sungguh, Salena menyesal ikut. Karena rasa sungkan menolak Rehan membuatnya begini pada akhirnya. Merasa tidak nyaman berada di tempat tersebut dan membuatnya semakin mengenal dirinya sendiri, jika memang ia tidak pantas berada di tempat seperti ini.
"Maaf Len, saya malah asik dengan teman-teman saya. Em kamu mau makan dulu? Atau?"
Salena sangat ingin menjawab ingin pulang, tapi ia malah berkata ingin ke toilet.
Entah berapa lama Salena berada dalam toilet. Bersembunyi di dalam sana. Membuat Rehan menyusul. Dengan ekspresi khawatir menatapnya.
"Kamu gak pa-pa, Len? Sakit perut?" Mengira Salena sakit perut karena wanita itu sangat lama di toilet.
"Pak Rehan sudah mau pulang atau kalau Bapak masih mau tinggal, saya bisa pulang sendiri kok." Salena tidak menjawab pertanyaan Rehan. Tetap mengukir senyum tipis.
"Oh ya udah kita pulang bareng. Tapi saya mau pamit ke teman-teman saya dulu ya? Kamu mau ikut?"
"Saya tunggu di luar Pak." Salena keluar lebih dulu dari gedung tersebut. Merasa sedikit lega karena akhirnya bisa pulang.
Tidak berapa lama Rehan keluar. Mereka berjalan beriringan menuju ke mobil Rehan.
"Sal!"
Salena terkejut melihat kehadiran Rasya, apalagi pria itu berdiri di dekat mobil Rehan. Lalu berjalan menghampirinya yang berhenti melangkah.
"Em... Mas Rasya kok ada di sini?"
"Mau jemput kamu." Rasya tersenyum lalu beralih menatap pria yang dengan terang-terangan menatapnya tidak suka. "Biar Salena pulang bareng saya."
"Salena pergi sama saya dan juga pulangnya sama saya!" ujar Rehan pelan tapi dengan tekanan di setiap kata yang keluar dari mulutnya.
Rasya tidak langsung membalas, kini beralih menatap Salena yang terlihat bingung. "Kamu mau pulang bareng siapa, Sal?"
"Em..." Salena menatap Rasya lebih dulu, lalu menatap Rehan. "Maaf Pak. Saya pulang bareng Mas Rasya saja. Kalau pulang bareng Pak Rehan nanti Bapak kelelahan. Apalagi rumah Bapak dan arah kos saya gak searah."
Rehan terdiam sejenak dan pada akhirnya mengangguk. Salena pun pamit, diikuti Rasya.
Tatapan Rehan masih terpaku pada Salena dan mantan suaminya itu. Terlihat begitu akrab. Apalagi saat Rasya merangkul pundak Salena dan Salena sama sekali tidak menolak.
***
Memang Rasya tau letak acara resepsi yang akan didatangi Salena usai bertanya pada wanita itu sendiri sebelum malam menjelang. Telah merencanakan akan menjemput wanita itu.
Jadi ia ke tempat ini. Salena menerima tawarannya atau tidak, tidak pernah terpikirkan olehnya. Kalau Salena menolak, ia akan memaksa wanita itu. Tapi, ternyata Salena menerima tawarannya.
"Mas Rasya kenapa repot jemput saya?" tanya Salena ketika mobil yang dikemudikan Rasya keluar dari area gedung tersebut.
"Mau aja. Besok saya sudah pulang."
"Sekarang Mas Rasya mau kemana?"
Rasya menoleh sekilas menatap Salena. "Mau nemenin saya, gak?"
"Em boleh. Karena kemarin saya sudah janji. Maaf ya Mas..."
Segera Rasya menyela Salena. "Gak usah minta maaf. Kan kamu mau nemenin saya sekarang."
"Mas mau kemana?" Rasya tidak menjawab, hanya tersenyum tipis lalu kembali fokus menyetir. Hingga tiba di salah satu tempat hiburan malam. "Gak pa-pa kan ke sini?"
Salena balas menatap Rasya lalu menggeleng. Mereka pun masuk ke tempat tersebut dengan Rasya yang senantiasa menggandeng mesra tangan Salena.
Memesan minuman non alkohol, duduk di bagian meja bar seraya mengamati orang-orang yang berjoget di lantai dansa.
Rasya turun dari kursinya lalu menatap Salena. "Mau ke sana?" Seraya mengulurkan tangannya.
Salena pun menyambut uluran tangan Rasya. Mereka ke arah lantai dansa.
Mengajak Salena berjoget.
Meski terkesan malu-malu, Salena berjoget. Menggerakkan badannya seraya tertawa pelan.
Rasya tersenyum, berhenti berjoget mengamati Salena yang tertawa. Begitu menikmati tariannya sendiri.
Tubuh Salena tidak sengaja ditabrak pengunjung lain, dengan sigap Rasya merangkul pinggang Salena. Pengunjung tersebut meminta maaf yang diangguki Salena.
Salena menatap Rasya yang ternyata pria itu menatapnya dengan intens. Ia hendak menarik tubuhnya, tapi kini kedua lengan Rasya melingkar di pinggangnya. Lalu merengkuh tubuhnya. Memeluknya begitu erat.
Salena tersentak, apalagi saat mendengar bisikan Rasya di telinganya.
"Saya rindu kamu, Sal..."
Mereka tetap pada posisi tersebut. Diam berdiri saat Rasya memeluk Salena. Tidak mengacuhkan orang-orang di sekitar mereka yang berjoget dengan gilanya.
Dengan tangan gemetar pelan, kedua tangan Salena perlahan naik dan membalas pelukan Rasya. Menengelamkan kepalanya di ceruk leher Rasya.
Tidak ada kata yang terlontar dari Salena, pun perkataannya tidak dibalas, tapi mampu membuat senyum Rasya merekah. Semakin memeluk wanita itu.
***
See you the next chapter
Salam manis dari NanasManis😉
21/07/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Divorce
ChickLit•Bittersweet Series 2• __________ Bercerai bukan berarti memutuskan hubungan sepenuhnya, bahkan saling memusuhi satu sama lain. Walau mereka menikah dengan kondisi 'tidak baik', tapi mereka berpisah secara baik-baik. Hampir tiga tahun mereka berpis...