Bagian 9 : Ya Anggap Saja Begitu

8.4K 997 22
                                    

Salena agak terkejut saat membaca pesan dari Rehan. Pria itu mengatakan jika berada di depan kosnya. Secepatnya ia memakai celana panjang dan hoodie untuk menutupi tubuhnya yang hanya memakai pakaian pendek.

Keluar ke arah depan, di sana sudah terlihat mobil Rehan. Saat hendak menghampiri Rehan telah keluar dari mobil. Tersenyum tipis menatapnya. "Hei."

"Oh... malam Pak," sapa Salena canggung. Merasa heran dengan kehadiran Rehan yang tiba-tiba.

Keduanya hanya saling terdiam. Salena meliarkan pandangan enggan bersitatap dengan Rehan yang menatapnya intens.

"Em... Pak Rehan ada perlu apa ke sini?"

Rehan tersentak, mengalihkan pandangannya sejenak lalu kembali menatap Salena. "Kamu udah makan?"

Salena menggeleng pelan. Karena ia malas masak ataupun membeli, makanya ia memutuskan untuk tidak makan malam ini.

"Kita makan bareng, ya? Saya juga belum makan." Rehan kemudian beranjak kembali ke arah mobilnya, tapi ia tidak masuk ketika menyadari Salena masih berdiri di tempatnya. "Len?"

Salena mengerjap lalu menatap Rehan yang mengendikkan kepala agar ia masuk ke dalam mobil.

"Oh itu..." Salena ingin menolak. Tapi, merasa sungkan. Jadi ia berujar, "Saya mau ambil hape dulu." Beranjak masuk ke dalam kos untuk mengambil ponsel dan dompet.

Bergabung bersama Rehan di dalam mobil. "Em... kita makannya warung pinggir jalan aja ya, Pak? Soalnya pakaian saya pantasnya di situ," ujar Salena pelan ketika mobil telah melaju.

Rehan menoleh sekilas lalu mengangguk.

"Em... Pak Rehan gak pa-pa makan di pinggir jalan?" tanya Salena hati-hati.

"Ya gak pa-pa. Saya bakal protes kalau kamu ajak saya makan di tengah jalan."

Salena tertawa yang membuat Rehan menoleh untuk menatap wanita itu. Lalu ia kembali fokus menyetir. Mengulas senyum tipis.

"Dekat sini ada kok Pak. Banyak tenda yang berjejeran."

Rehan pun menepikan mobil bergabung dengan mobil lain yang sepertinya juga singgah untuk makan di salah satu tenda tempat makan yang berjejer tersebut.

"Kamu mau makan apa Len?" tanya Rehan menoleh menatap Salena yang berdiri di sebelahnya. Mereka berjalan beriringan.

"Em nasi goreng. Pak Rehan mau makan apa?" Salena ikut menoleh membalas tatapan Rehan.

"Ya samain aja."

Mereka pun masuk ke warung tenda khusus menjual nasi goreng.

"Pak satu telurnya setengah matang, ya?" ujar Salena yang diangguki penjual tersebut.

"Suka telur setengah matang?" tanya Rehan ketika mereka duduk di bangku yang disediakan.

"Iya Pak."

Tatapan Rehan tertuju pada box minuman, lalu ia kembali menatap Salena. "Kamu mau minum apa?"

"Oh biar saya yang ambil..."

"Biar saya!" sela Rehan. Salena pun mengalah. Menyebut teh botol.

Sebenarnya sedari tadi Salena merasa canggung, ia tidak tau harus berkata apa. Mengajak Rehan mengobrol. Saat ini kepalanya benar-benar blank. Mengalihkan tatapannya pada di penjual yang sedang menggoreng nasi. Mudah-mudahan saja itu pesanannya agar ia tidak terlalu lama bersama Rehan.

Pesanan mereka tiba.

Rehan mengamati Salena menjauhkan mentimun dari nasi goreng. Mengingat Salena juga memisahkan sayuran dari steak saat mereka makan bersama beberapa saat yang lalu.

Bittersweet DivorceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang