Bagian 20 : Piknik

8.2K 907 12
                                    

Salena menoleh ke belakang melihat Shalita yang terlelap di kursi dengan posisi terlentang. Lalu kembali menghadap ke depan. Hujan gerimis dan mereka terjebak macet.

Terasa begitu dingin, ditambah suhu pendingin mobil tersebut.

Menatap Rasya yang fokus menyetir dan menoleh ke arahnya membuatnya tersentak. Lalu tersenyum malu karena ketahuan menatap pria itu.

"Kamu kedinginan?" tanya Rasya lalu kembali fokus ke arah depan. Menjalankan mobil dengan perlahan karena masih terjebak macet.

"Iya Mas. Em aku turunin suhunya, ya?" Izin Salena, tangannya terulur untuk mengubah suhu pendingin mobil. Tersentak saat tangannya bertemu dengan tangan Rasya. Segera ia menarik tangannya.

"Tangan mu dingin, Sal." Rasya menoleh lagi menatap Salena. Menekan pedal rem karena laju mobil tersendat lagi, ia mengulurkan tangan untuk membuka laci dashboard di depan Salena lalu mengeluarkan minyak kayu putih. Kemudian meraih tangan Salena yang begitu dingin. Mengusapkan minyak tersebut.

Salena menatap Rasya dalam diam. Bahkan tangannya masih diusap pria ketika mobil kembali melaju, menggunakan tangannya yang sebelahnya.

Membuang mukanya ke samping jendela, Salena mengulum senyum. Dadanya berdebar tidak karuan. Berusaha mungkin ia menahan diri agar tidak kentara jika ia sedang salah tingkah.

"Jadi selama di sini kamu tinggal di rumah Odit?" Salena kembali menoleh pada Rasya yang fokus ke depan. Tangannya telah dilepas karena dua tangan pria itu sedang memegang kemudi.

"Iya Mas. Tapi waktu saya tiba di sini, tinggal di kos Nasha."

"Kosnya Nasha masih di situ?" Yang dimaksud Rasya, tempat kos Nasha saat Salena pernah tinggal di sana sebelum mereka menikah.

"Iya Mas. Tapi katanya sudah mau pindah kalau masa sewanya habis." Rasya mengangguk pelan kedua matanya tetap fokus ke depan.

"Mas Rasya sendiri... em masih tinggal bareng Bu Haya?"

Rasya mengerutkan kening mendengar Salena memanggil mamanya dengan menyebut nama. "Kok bilang Bu Haya? Bilang Mama aja, Sal. Seperti yang kamu lakuin dulu."

Salena hanya tersenyum tipis merespon perkataan Rasya.

"Iya, saya masih tinggal bareng Mama juga Tasha. Jadi kalau saya sibuk keluar kota buat kerja, Shali ditemenin mereka."

"Bang Sabi gak pernah jenguk Shali lagi?" Meski Sabian adalah adik Rasya dan posisinya pernah menjadi istri Rasya, tapi dari dulu Salena memang menyebut Sabian 'Bang' karena usianya jauh di atasnya.

"Gak pernah. Dia udah nikah." Ekspresi Rasya mengeras setelah mendengar nama adiknya itu membuat Salena meringis pelan.

"Maaf Mas."

Rasya menoleh menatap Salena yang menunjukkan raut wajah bersalah. Lalu ia menggeleng pelan seraya kembali meraih tangan Salena. "Gak usah minta maaf. Kamu gak salah kok." Tidak lupa menyunggingkan senyum tipis. 

Salena ikut tersenyum seraya mengangguk pelan.

"Jadi, masih ada beberapa hari kamu di sini?"

"Iya Mas."

"Em... saya ada rencana mau bawa Shali liburan ke puncak weekend nanti. Kamu mau ikut, gak?"

Salena tidak langsung menjawab, masih terdiam menimbang apakah menerima tawaran Rasya atau tidak usah hingga mereka tiba di depan rumah Odit.

"Gimana Sal? Kamu mau?" Salena menatap raut penuh harap Rasya dengan senyuman lembut.

Rasya melirik Shalita yang masih terlelap di bangku belakang lalu menatap Salena kembali. "Pasti Shali seneng kalau Bundanya ikut."

Bittersweet DivorceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang