Salena hanya mampu menghela nafas setelah mendengar pertanyaan Rehan. Apakah ia marah setelah kejadian di rumah Rehan beberapa malam yang lalu?
Tentu Salena marah. Tapi, ia tidak bisa melakukan apapun. Karena ia hanyalah seorang bawahan. Bekerja di penyedia jasa tur milik Rehan. Meluapkan amarahnya sama saja dengan mengancam pekerjaannya. Salena tidak ingin bersikap lancang meski ia sangat marah. Tersinggung dengan sikap ibunya Rehan yang menuduhnya tidak-tidak. Padahal malam itu ia datang karena diundang Rehan, pun mengira jika semua karyawan juga diundang.
Sama sekali tidak menyangka akan mendapat sambutan tidak hangat malam itu. Meski ia tau kalau memang tidak pantas dengan Rehan, tapi ia pun tidak ingin bersama Rehan karena tau diri. Pun tidak pernah terlintas di benaknya untuk menyukai Rehan.
"Pak, ini jam kerja. Saya kira Pak Rehan nyuruh sama ke sini untuk..."
"Kamu selalu ngehindar," sela Rehan lalu menghela nafas kasar. Salena selalu menghindar padahal ia ingin meminta maaf dan meluruskan masalah malam itu. Kalau ia tidak berbohong, mungkin sampai saat ini ia tidak akan bicara dengan Salena. Rehan tidak ingin membuatnya semakin larut. "Kamu duduk, ya? Kita bicara dulu. Sebentar aja kok."
Akhirnya Salena duduk, bersiap bicara dengan Rehan.
Sekali lagi Rehan menghela nafas kasar, lalu menaruh sebuah map di atas mejanya kemudian menatap Salena. "Kenapa kamu minta resign?"
Salena hanya diam. Menunduk. Sudah ia duga jika Bu Tri selaku yang mengurus masuk atau pengunduran karyawan---semacam HRD belum menyetujui surat resign miliknya.
"Gara-gara Mama saya, ya?" tanya Rehan lagi menatap intens Salena yang menunduk. "Maafkan saya Len atas perlakuan Mama saya malam itu, saya gak..."
"Pak Rehan suka sama saya?" tanya Salena langsung. Menegakkan kepala balas menatap Rehan.
Rehan terdiam sejenak. Ekspresinya terlihat gugup lalu mengangguk pelan. "Saya suka sama kamu."
"Jangan Pak..."
"Kenapa Len? Kalau kamu belum suka sama saya, kita bisa mencoba..."
"Saya gak mau Pak!" ujar Salena pelan, tapi terdengar tegas.
"Karena mantan suami kamu?" Todong Rehan dengan ekspresi tidak suka.
Salena mengernyit heran. Kenapa Rehan tiba-tiba menyebut Rasya? "Maksud Pak Rehan?"
"Kamu gak mau mencoba membuka hati kamu untuk saya karena kamu masih stuck dengan mantan suami kamu?"
Salena terdiam beberapa saat lalu menggeleng pelan. "Pak Rehan jangan sok tau. Saya... saya gak mau karena saya gak mau lagi merasakan yang terjadi pada saya dulu kembali terulang. Hubungan yang gak direstui selalu berakhir buruk. Apalagi saya gak pantas untuk Pak Rehan."
Mendengar penjelasan Salena membuat Rehan bungkam. Membuat kesimpulan jika perceraian Salena karena tidak ada restu membuatnya semakin yakin akan dugaannya jika Salena masih mencintai mantan suaminya.
Menghela nafas kasar, ia bersandar di punggung sofa menatap Salena yang kembali menunduk.
Rehan bukan pria yang pemaksa. Jika memang Salena menolaknya, maka ia menerima jawaban wanita itu.
Bukannya Rehan tidak ingin berjuang.
Hanya saja....
Rasanya begitu sia-sia jika berjuang, padahal si wanita enggan diperjuangkan. Melarangnya memulai, padahal ia belum memulai apapun.
"Baiklah..." Salena kembali menegakkan kepala balas menatap Rehan. "Kamu gak usah berhenti bekerja. Tetap bekerja seperti biasa. Saya gak akan ganggu kamu lagi." Rehan mengembalikan surat resign Salena yang ia minta pada Tri setelah mengetahui jika wanita itu ingin resign.
Salena meraih map tersebut, menatapnya sejenak lalu kembali menatap Rehan yang terlihat sendu. "Maaf Pak..."
Rehan memaksakan senyuman. "Gak pa-pa kok."
Salena berdiri. Pamit untuk keluar. Sebelum ia keluar, ia kembali mendekat ke arah Rehan. "Em... Pak. Kalau saya minta izin cuti selama lima hari, Bapak gak bakal larang Bu Tri gak izinin saya, kan?"
Rehan tertawa, lalu menggeleng. "Enggak Len. Memang kamu mau ke mana?"
"Saya mau pulang ke Jakarta." Melihat perubahan ekspresi Rehan membuat Salena buru-buru menambahkan, "Saya kangen sama teman-teman saya. Juga Ibu panti saya, Pak. Sudah lama saya gak ketemu mereka."
Rehan mengangguk pelan. Segera Salena keluar dari sana.
Rehan menghela nafasnya kasar. Ternyata patah hati sakitnya masih sama. Sakit yang tak nampak, tapi begitu menyakitkan.
***
Mungkin inilah rasanya jadi seorang artis. Digosipkan terus, apalagi didepan langsung.
Bukannya Salena sok ngartis, tapi ia sangat tidak nyaman karena lagi-lagi di tempat kerjanya ia dijadikan bahan gosip. Bahkan secara terang-terangan. Meski ia menatap secara langsung kumpulan si penggosip itu, tapi tetap saja mereka tidak acuh. Bahkan mengeraskan suara mereka.
"Kayaknya peletnya gak mempan deh makanya Pak Rehan gak jadi milih dia."
"Eh tentu aja Pak Rehan gak milih diam. Calon istrinya Pak Rehan kan masih muda. Terus gadis lagi. Gak kayak dia."
"Tapi kan masih muda..."
"Tapi janda, kan?" Suara tawa keempat wanita itu menggelegar. Dan terang-terangan menatap Salena.
"Kasihan banget..."
Salena hanya mampu menghela nafas panjang. Menunduk untuk segera menghabiskan nasi goreng di hadapannya.
Mencuri dengar jika Rehan telah memiliki calon istri. Syukurlah jika bosnya itu akan menikah. Salena tidak perlu merasa bersalah karena menolak Rehan.
Bukannya Salena sok cantik dan sok jual mahal, Salena merasa tidak bisa bersanding dengan Rehan. Apalagi Mama Rehan tidak menyukai dirinya. Makanya ia enggan memberikan kesempatan untuk Rehan dan dirinya karena pada akhirnya akan berakhir terluka jika awalnya saja sudah tidak benar.
"Tapi sekarang kebanyakan cewek, ngakunya gadis tapi malah udah jebol." Salena menegakkan kepala tawa wanita yang menggosip dirinya berhenti kini menatap tajam kumpulan beberapa karyawan laki-laki yang tergelak.
"Kalian kenapa berisik sekali?!" seru Keisha menyuruh lima pria di meja seberang terdiam.
"Memangnya kenapa? Kalian juga berisik, tapi kami tidak larang!" balas salah satu dari mereka.
"Mungkin dia tersinggung." Sahutan Astra yang melewati bangku mereka membuat Keisha menggeram kesal, beberapa pria tersebut kembali tertawa.
"Mending janda, kita sudah tau. Daripada gadis eh ternyata tidak gadis, dapatnya zonk deh!"
Dua bangku tersebut saling adu mulut. Astra hanya menggeleng dengan tingkah mereka yang tidak ingat umur lalu melanjutkan langkahnya ke arah Salena.
"Boleh duduk?"
Salena mengangguk pelan seraya tersenyum tipis.
"Gak usah dengerin mereka." Salena lagi-lagi tersenyum di sela ia mengunyah.
"Kamu..." Perkataan Astra menggantung, menatap Salena yang juga menatapnya menunggunya. "Memang pernah pacaran dengan Pak Rehan?"
Salena terdiam beberapa saat. "Kamu duduk di sini karena mau nanya itu?"
Astra tersenyum tipis. "Daripada aku salah paham lagi. Aku cuma mau nanya secara langsung dan minta maaf karena kejadian waktu itu. Kita... bisa berteman lagi, kan?"
Salena mengukir senyum lalu mengangguk pelan.
***
See you the next chapter
Salam manis dari NanasManis😉
23/07/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet Divorce
ChickLit•Bittersweet Series 2• __________ Bercerai bukan berarti memutuskan hubungan sepenuhnya, bahkan saling memusuhi satu sama lain. Walau mereka menikah dengan kondisi 'tidak baik', tapi mereka berpisah secara baik-baik. Hampir tiga tahun mereka berpis...