that was close!

366 48 8
                                    

SCC tinggal tiga minggu lagi. Cepet juga ya ternyata waktu berlalu.

Hyewon dan aku bener-bener jadi temen yang baik. Yah, mungkin dia bener-bener berterima kasih karena aku nolongin dia waktu roknya sobek di halte deket sekolah itu.

Entah kenapa setelah mendekati SCC, aku jadi pengen liat mereka dance. Ambisi mereka ingin menang dan dapat piala dance cover terbaik di Angkatan kita itu bener-bener 'real'. Mereka latihan tiap hari tiap jam istirahat dan pulang sekolah, sampai mereka bela-belain pulang sore. Aku nggak tahu sih gimana mereka ngatur waktu buat belajar ujian nanti, tapi aku bener-bener salut sama mereka.

Soal Jihoon dan Yoon, masih sama. Yah, masih dalam pendekatan lah. Aku agak gemes sama mereka berdua, kenapa Jihoon lama banget nggak kasih kode buat 'nembak' atau apalah. Dan rupanya Sunghoon dan Jake juga ngerasain hal yang sama.

"Riki!" panggil papanya yang langkahnya sedang menaiki tangga untuk nyamperin kamar anak sulungnya.

Riki yang masih asik nulis di diarinya, membalas, "Iya, Pa?"

"Ada titipan dari Om Jisung dan Tante Heejin nih!" Hyunjin membuka pintu kamarnya tanpa diketuk terlebih dahulu—nggak kayak Yeji yang selalu ngetuk walaupun itu kamar anaknya. Ngga ada akhlak emang bapak satu ini -.-

Riki menoleh, "Apaan itu, Pa?"

Hyunjin memberinya sebuah kantong plasti lumayan besar, "Kayaknya makanan deh. Coba buka aja."

Anak laki-laki itu membuka kantong dan isinya adalah makanan favorit dia sendiri yaitu keripik pangsit sebanyak 3 bungkus.

"Gila! Banyak banget mereka ngasih makanannya, Pa!" katanya kagum sekaligus seneng.

Hyunjin ikut nyengir, "Terus ada brownies buatan Tante Heejin di bawah, Jam-jam lagi makan. Tante Heejin nyobain bikin brownies hasil resep dari Om Felix. Masih inget kan sama Om Felix?"

"Yang sekarang tinggal di Aussie kan, Pa? Masih inget dong!" jawab Riki seneng. "Tapi seinget aku Tante Heejin sebelumnya sama sekali nggak bisa bikin brownies deh, Pa."

"Iya dulu. Sekarang dia improve dan browniesnya lumayan enak sih kalo menurut Papa."

"Keripik pangsit buatan Tante Heejin emang paling the best! Emang dalam rangka apa, Pa, mereka ngasih banyak makanan ke kita?"

"Pengen ngasih aja katanya. Tadi pagi kan Papa berangkat ke Incheon sebelum kamu sama Jam-jam bangun. Katanya bulan depan mereka mau main ke sini."

Kedua mata Riki berbinar-binar. "Oh gitu? Yeayyy, asikkk!" soraknya kayak anak kecil baru dapet permen.

Hyunjin menoleh ke meja belajar Riki, "Lagi belajar kamu?"

"Nggak Pa, lagi nyantai aja. Mumpung hari ini libur, nggak ada kerja kelompok."

Pria itu mengangguk, "Ya udah Papa ke bawah dulu ya, mau cuci mobil."

"Woke, pa, bilang makasih ke Tante Heejin sama Om Jisung ya Pa!"

"Iya siap!"

Dengan penuh perasaan Bahagia, Riki menutup pintunya dan makan keripik pangsit buatan Heejin—istrinya Jisung penuh nikmat. Nggak lupa dia nerusin buat nulis di diarinya lagi.

"Aka...?" panggil Jam-jam di depan pintu kamarnya. Karena Jam-jam tingginya masih sangat jauh dari gagang pintu kamar Riki, Riki pun membuka pintunya.

Terlihat sosok kecil, mungil, imut dan menggemaskan, yang rambutnya digulung dua oleh Yeji sambil membawa sebuah boneka bayi di tangannya. "Aka lagi ngapain?"

"Lagi makan keripik pangsit." Riki membuka pintu kamarnya lebih lebar supaya Jam-jam bisa masuk dengan leluasa.

"Mau!" kata Jam-jam penuh semangat.

"Ambil satu, jangan banyak-banyak! Nanti batuk, Mama marah lho!" kata Riki ngingetin. Jam-jam naik ke bangku belajar Riki supaya menyamai tinggi badannya dengan sang kakak. Riki membagi keripik pangsitnya menjadi lebih kecil biar muat di mulut Jam-jam.

"Jangan pegang apa-apa karena berminyak! Udah, diem aja duduk di sini!" kata Riki waktu Jam-jam hendak turun, tapi nggak jadi setelah diingetin sama kakaknya.

"Aka lagi ngapain?" tanya Jam-jam sambil ngunyah pangsit.

"Lagi bernapas," jawab Riki yang sekarang mutusin buat rebahan karena kursinya lagi dipake sama adeknya.

"Belnapas?" Jam-jam ngunyah pangsit lagi.

Riki segera mengambil buku diarinya di meja belajar, takut diambil dan dicorat-coret sama Jam-jam.

"Itu uku apa, Aka?" tunjuk Jam-jam pada buku diarinya.

"Ini? Buku diari punya Kakak."

"Diali? Dia... diali itu apa?" tanya Jam-jam lagi. Dedeknya Riki memang aktif bertanya, bund.

Belum sempat Riki menjawab pertanyaan adeknya, mereka mendengar suara keributan di lantai bawah. Siapa lagi kalau bukan suara orang tuanya.

"YA AMPUN, HYUNJIN! Aku udah ngepel lantai ruangan ini, trus dengan seenaknya kamu jalan dengan kedua kaki kamu yang kotor!?" raung Yeji. Riki membuka pintu dan diikuti oleh Jam-jam di belakangnya karena penasaran, sebenernya orang tua mereka lagi ngeributin apa.

"Bukannya dilap dulu pake keset, malah jalan seenaknya! Kamu nambah pekerjaan aku lagi, tau!"

"Sini biar aku yang ngepel," kata Hyunjin, tangannya yang basah karena hendak nyuci mobil itu mau ngambil alih alat pel yang dipegang sekarang oleh Yeji.

"Nggak usah! Kamu sana cuci mobil!"

Bagi Riki dan Jam-jam, teriakan Yeji seperti itu adalah hal yang sudah sangat biasa sekali.

"Pokoknya kalau belum selesai cuci mobil, aturannya nggak boleh masuk ke rumah dulu!" kata Yeji lagi.

Lantas Riki masuk ke kamarnya lagi, tidur-tiduran. Namun tidak ada Jam-jam karena dia udah keluar dari kamarnya sambil megang keripik pangsit yang diberi Riki tadi.

"Ah, lanjutin nulis lagi...," Riki pun bangun dari kasur dan nihil. Buku diari miliknya nggak ada.

"Lah, aku taro mana tadi?" Dia ngecek di kasur dan meja belajar, tapi nggak ada.

"Lho, lho...?"

Dia pun ngecek ke kolong tempat tidurnya. "Aneh, masa jatoh ke sini sih...?" Tapi nggak ada juga.

Riki cari di laci, rak buku, juga tetap nggak ada.

"Mamih, ini buat Mamih...," kata Jam-jam cukup keras dari bawah. Riki langsung memicingkan mata. Lho, jangan-jangan dibawa pergi sama Jam-jam!

"Apa, Sayang? Lho... ini punya Kakak, ya, Jam?"

"Iya!"

Bener kan firasatku!

Riki langsung membuka pintu kamarnya keras-keras dan segera menuruni tangga, kayak dikejar setan.

"MA-MAMA! JANGAN DIBACA BUKUNYA!" Dia berlari tunggang-langgang nyamperin ibu dan adeknya di dapur.

Pas banget ketika Yeji baru melihat sampul buku diari Riki. Yeji pun langsung memberikannya kepada Riki lagi.

"Haduh, untung nggak dibaca isinya!" katanya lega, terkulai lemas di kursi meja makan.

"Jam-jam, lain kali jangan ambil barang seenaknya, ya, Sayang. Apalagi itu punya Kakak. Kakak tadi sempet panik, oke?" kata Yeji baik-baik.

"Hm!" Jam-jam mengangguk. "Aka, maaf."

Riki mengangguk dengan napas masih ngos-ngosan.

Yeji melirik buku diari milik anak sulungnya itu. "Buku apa itu, Ki? Buku pengeluaran kah?"

Mau nggak mau Riki mengangguk lagi. Masa dia bilang jujur kalau itu sebenernya adalah buku diari? Nanti yang ada, mamanya ngetawain dia karena berpikiran, 'masa anak cowok nulis diari? Kayak cewek, ah!'. 

Keeping Up with The Hwang's ✨ Hyunjin & Yeji [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang