Masalah keenam belas: Lamaran

808 77 10
                                    

Pukul delapan malam New dikagetkan dengan suara ketukan pintu. Pastilah Tay sudah ada di luar menunggunya.

"Kau sudah siap?" Tanya Tay ketika New membukakannya pintu, berdiri dengan setelan jas hitam. Tidak akan pernah bosan New untuk menganggumi pesona yang dimiliki oleh Tay.

"Ya, tentu saja." Ujarnya.

Tangan Tay mengeluarkan sebuah kain hitam. Ia hendak mengalungkannya pada kepala New. Namun tangan itu tertahan. "Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku ingin menutup matamu."

New melongo. "Untuk apa?"

"Sebuah kejutan." Detik berikutnya yang New rasakan adalah dirinya di tuntun menaiki mobil dan pergi entah kemana. Tay benar-benar pandai membuat jantungnya berdebar kencang .

Hal pertama yang New rasakan saat keluar mobil adalah angin sejuk yang menusuk kulitnya. Sebelum Tay memeluknya dari belakang, kemudian melepaskan ikatan mata yang menghalangi pandangan New.

Hal selanjutnya yang New lihat adalah hamparan pantai yang berkelip karena pantulan sinar bulan dan bintang. Angin malam yang menerpa helaian rabut di dahinya.

Keningnya berlipat ketika Tay menariknya ke sisi lain pantai dari tempatnya berdiri, New bisa melihat sebuah restoran yang megah. Di hiasi oleh lampion lampion dengan harum bunga yang New pun tak tahu apa. Mereka kemudian duduk di sana, tanpa kursi, hanya beralaskan karpet cokelat tebal. Angin laut menyibakkan tirai-tirai yang terpasang di sudut-sudut saung itu. Gelas-gelas cantik sudah tersusun di atas meja rendah.

"Bagaimana?" Tanya Tay begitu pelayan pergi. "Apanya?"

New mengerti apa yang di maksud Tay, hanya saja ia berpura-pura tidak tahu dan memalingkan wajahnya.

"Apa kau menyukai tempat ini? Aku memesannya khusus untukmu."

New menatap ke tempat lain dengan wajah makin memerah. Tempat ini benar-benar indah. Tentu saja, New menyukainya.

"Apa kau mau pamer kekayaanmu?" kata New dengan sinis, meski begitu ia tidak benar-benar kesal. Ia hanya menutupi perasaannya yang gugup.

New terbatuk kecil sebentar, "Ya, aku menyukainya." Ia masih belum berani menatap Tay. meski ia tahu Tay pun tak berani menatap matanya.

"Jadi, apa yang ingin kau katakan tentang kedaiku?" Tanya New.

"Ingin kau bahas sekarang? Tidak ingin makan dulu?" Tanya Tay tersenyum.

"Baiklah," Tay meletakkan tangannya yang sedari tadi memutari mulut gelas yang tinggal setengah isinya.

"Apa yang kau lakukan dengan Joss?"

Alis New tertaut. Bukannya mereka akan berbicara mengenai kedainya?

"Tunggu dulu. Ku kira kau akan mengatakan sesuatu tentang kedaiku. Dan sejak kapan percakapan kita mencapai Joss?"

"Jawab saja."

Harus New akui, meski angin malam menerpa kulitnya dingin namun yang ia rasakan adalah rasa hangat yang menjalar di wajahnya membuat sebagian kulitnya menjadi merah padam. Pasalnya, Tay menatapnya begitu intens dengan jarak sedekat itu. Lebih-lebih hanya ada mereka berdua disini.

Its so romantic.

New mendesah.

"Baiklah. Aku pergi ke hotel tempat ayah dan ibu Joss tinggal. Mereka bahkan tidak mempunyai rumah tinggal tetap. Dasar orang kaya yang kelebihan uang." New mendumel tidak jelas.

"Aku meyakinkan kedua orang tuanya jika anak mereka adalah gay. Dan tidak akan bisa menikah dengan wanita manapun." Lanjutnya.

"Dan akhirnya?" Tanya Tay.

HELLO! TROUBLE LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang