Masalah ke tujuh belas: Selesai

1.4K 101 17
                                    


Satu minggu lagi Arm dan Alice menikah. Beberapa penghuni kondo begitu sibuk menyiapkan segala hal. Mulai dari New dan Win yang kebagian menyiapkan cake pengantin dan kue manisan lainnya. Bright yang mempersiapkan gedung serta dekorasinya. Off dan Gun turut datang meramaikan persiapan acara pernikahan. Mereka adalah tukang kritik.

"Oi, Newwie, kenapa kue ini begitu manis? Alice bilang ia tidak suka manis. Kau tidak dengar? New!" Gun berteriak dari arah dapur. Semua orang mendengarnya, hanya saja New tampak tak terusik dengan lamunannya.

"Phi Gun, ku rasa biar aku yang memperbaikinya." Ujar Win mengambil alih kue yang berada di tangan Gun.

Sementara Gun dan Off diam-diam memperhatikan New.

"Kau yakin ia baik-baik saja?" Tanya Gun. Off hanya mengangkat bahu. Ia tidak tahu.

"Ia berubah sejak Tay menghilang."

"Tay menghilang?" Tanya Gun dengan membulatkan matanya.

"Bukan hilang seperti itu Gun. Hilang dari hidupnya." Sahut Bright yang berada tak jauh dari keduanya.

Seperti yang di katakan Bright. New selalu pulang ke kondonya tanpa ada seseorang di dalam kondo Tay. Tay tidak pernah pulang ke sana. Ia tidak pernah kembali ke hadapan New.

Tiba-tiba New merasakan sesuatu menimpuk kepalanya. Ia menoleh ke arah Gun dan Off yang menyeringai. "Apa yang kalian lakukan?"

"Membuatmu sadar dari alam bawah sadar." Kata Off. New menghampiri mereka seraya mengusap kepalanya yang sakit.

"Ada apa denganmu?" Tanya Gun.

"Apa aku terlihat seperti ada masalah?"

"Tentu saja." Kata Gun tegas. Ia menoleh pada Off meminta dukungan. " Ya karena kau tidak seperti New pada umumnya." New menaikkan alisnya ketika mendengar hal itu keluar dari mulut Off.

"Memangnya aku seperti apa?"

"Kau benar-benar berengsek New Thitipoom. Katakan saja apa yang tengah terjadi sekarang."

New mengabaikan ketika Off membujuknya, ia hendak berbalik meski tangannya di tahan Gun.

"Sudahlah Gun. Aku mau istirahat. Sampai nanti." New berbalik, sama seperti saat ia meninggalkan Tay. Ia berjalan pelan melewati beberapa orang yang tampak sibuk mendekorasi ruangan tersebut.

"Apa kau merindukan Tay?" langkah New terhenti ketika mendengarnya. Namun ia tidak serta merta membalikkan badan.

Ia sendiri tak tahu. sudah hampir tiga minggu ini ia tidak melihat Tay. Sejak insiden dirinya lari begitu saja dari Tay Tawan. ia tidak dapat berpikir jernih. Ia hanya bingung sesaat dan saat dirinya yakin pada pilihannya, Tay menghilang.

"Sudahlah Gun, biarkan New istrihat."

Detik berikutnya New menghilang di balik pintu. Sambil menghembuskan nafasnya perlahan, ia memutuskan untuk memberanikan diri untuk menghadapi situasi yang akan menyapanya.

.

.

.

.

.

Ada banyak hal yang membuat New takjub akan pernikahan ini. Orang-orang yang datang mengelilingi mempelai membagi kebahagian mereka.

Bunga-bunga bertaburan di jalan menuju altar. Alice sudah siap dengan gaun putih panjangnya. Ia tampak begitu cantik. Dengan Arm diujung sana. Senyuman tak lepas dari bibirnya. Tidak ada jembalang yang berkeliaran, yang tersisa hanyalah keindahan.

Paduan suara mulai melantunkan lagu saat matahari mulai naik. Pachelbel – Canon in Acapella. Dilantunkan dengan begitu merdu hingga New merasa mereka sedang berada dalam mimpi. Jantungnya masih berdegup tidak beraturan.

"New."

Dilihatnya Bright menghampirinya dengan sebuah bunga melekat di tangan. "Apakah ini cocok untuk Win?"

Alis New terangkat. Lalu ia tersenyum jahil pada Bright. "Kau berniat melamarnya di pernikahan orang lain?" New tertawa pada Bright.

Bright tersenyum tapi bukan pada New, melainkan pada Win yang tengah sibuk memperhatikan gaun milik Alice.

"Sangat indah." Kata Bright tanpa sadar. New mengikuti arah pandangan Bright, lalu mengangguk-angguk. "Ya, tentu saja. Gun yang memilihkannya."

Bright tertawa mendengarnya. Tentu saja ia bukan membicarakan gaun yang di kenakan Alice. Melainkan pemuda di sampingnya yang tersenyum cerah bagai matahari.

"New. Sebenarnya aku akan menyesal mengatakan ini padamu. Karena ia tidak membayarku sama sekali."

New menatapnya bingung.

"Ada seseorang yang menunggumu di luar sana."

"Siapa?"

"Jangan memaksaku mengatakan namanya. Temuilah ia."

New tak bergeming. Sebelum akhirnya Bright menariknya berdiri.

"Cepatlah. Keburu terlambat."

"Siapa? Katakan dulu."

"Kau akan terkejut." Ultimatum Bright.

Hening sebentar. "Tay Tawan."

Mata New sukses membulat. Tiba-tiba kakinya terasa seperti jelly. Tidak kuat berdiri namun kemauannya untuk berlari ke depan adalah yang terkuat.

Ia berlari melewati tumpukan bunga yang di sebar. Hatinya berdebar. Sudah lama ia tidak melihat Tay dengan tampang sombongnya.

Langkahnya terhenti melihat siluet Tay Tawan di sana. Ia sungguh tampan dengan balutan tuxedo hitam seperti dirinya. Ada perasaan sedih dan rindu yang menyeruak saat melihat tubuhnya yang menyandar pagar, hingga membuat New nyaris berlari dan memeluk pemuda itu dari belakang. Dan keadaan bertambah parah saat pemuda itu menolehkan wajahnya ke arah New. Rasanya ia tidak pernah bisa mengerti bagaimana angin selalu saja berkomplot dengan matahari untuk membuat wajah pemuda itu terlihat begitu tampan.

Hal yang pertama kali di lakukan New adalah memeluk erat Tay. Sementara di dalam sana Alice dan Arm tengah bertukar cincin. Tak ada kata yang tepat untuk mengutarakan isi hati New. Ia benar-benar menginginkan Tay. Ia merindukannya.

Pandangan mereka masih bertemu.

New baru sadar jika ia tengah menahan nafas. Tangannya masih menggenggam tangan Tay kaku. Erat.

"Tay Tawan, aku mencintaimu."

Ah, jika saja ia tahu bahwa ia akan merasa senyaman ini saat bersama pemuda itu, maka ia tidak akan pernah berpikir untuk melarikan diri. Rasanya seperti potongan terakhir dalam puzzle telah diletakkan di tempatnya. Ia merasa utuh.

Seolah berasal dari kejauhan, New mendengar seseorang berkata "Sekarang kau bisa mencium mempelaimu,"

saat wajah Tay mendekat. Hanya sedetik sebelum kemudian bibir Tay menyentuh bibirnya.

Aku mencium mempelaiku.

HELLO! TROUBLE LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang