Masalah kesepuluh: Demam

925 83 8
                                    


Tay berdiri dengan tangan tergantung hendak mengetuk pintu milik New. Tetangga sekaligus... ah, Tay tak tahu. mari kita lewatkan saja bagian ini. Tay masih belum menggerakkan tangannya. Ia ragu.

Ia berbalik kemudian bersandar di pintu itu seraya mendesahkan nafas pelan. Perkataan Bright masih terngiang ditelinganya.

New sekarat. Ia tidak dapat bangun dari tempat tidur sementara Win tidak bisa datang karena ia sedang mengurus kedai mereka yang baru. Off juga sama saja. Dan Arm bukanlah yang bisa untuk diandalkan.

"Aku melakukannya karena kami tetangga, bukan karena aku peduli." Tay mengangkat bahunya, mencoba rileks. Ia mengetuk pintu pelan. Mengingat New memang sudah lemah sejak kecil, seharusnya Tay tidak sepanik ini. Ia tidak panik. Ia benar-benar santai. Off menyuruhnya membeli beberapa buah, roti, dan susu. Sementara Bright yang memaksanya datang ke sini.

Ia mengetuk lagi. Namun tak ada jawaban. Ia kembali mengetuk, lebih keras dari sebelumnya. Apakah New benar-benar tak dapat bangun seperti yang Bright katakan? Tay rasa pintunya terkunci? Atau ia dobrak saja?

Tay menyiapkan kuda-kuda sebelum nyaris saja menabrakkan bahunya pada daun pintu yang tiba-tiba terbuka. Membuatnya susah payah menyeimbangkan tubuh. Sementara New hanya menatapnya heran.

"Kau masih hidup ternyata."

"Maaf jika kau kecewa." Balas New sarkartis.

"Bagaimana keadaanmu?" New tidak menjawabnya. Tay melangkah masuk setelah New memberinya akses. New duduk di sofa tunggalnya dengan menghadap Tay. Ia menatap tangan Tay yang penuh dengan buah-buah dan beberapa roti.

Tay sadar arah pandang New lalu mengangkat tangannya dan meletakkan semua di atas meja. "Ini semua dari Off."

"Off tak seharusnya membeli ini. Aku hanya demam."

Tay menaikkan sebelah alisnya. Tangannya mendekat pada wajah New. Membuat New bergerak kebelakang. Namun terhalang oleh punggung sofa. Tangan Tay merabai kening New yang berkeringat. "Badanmu dingin tapi kau berkeringat. Kau jelas-jelas sakit. Dimana obatmu?"

Tay menerobos memasuki ruangan yang ia yakini sebagai dapur yang biasanya menyimpan kotak obat atau sejenisnya. "Tunggu Tay." lengannya ditahan oleh tangan New. Membuatnya menoleh dan menatap wajah New dari dekat. "Kau tidak usah repot-repot. Aku bisa sendiri."

"Kau demam. Bahkan wajahmu sampai merah." Perkataan Tay sukses membuat New melepaskan tangannya dengan mata terbuka lebar.

Wajahnya merah bukan karena malu akan tetapi karena sakit. Ya ya, karena demam.

"Tidak usah. Aku hanya tak mau mengganggumu lagi. Aku sudah berjanji."

Tay diam sejenak menatap New dan lantai berkali-kali. Jadi benarkah kalau New menghindarinya karena permintaannya waktu itu? Diam-diam Tay meringis. Dadanya agak sakit.

"Bagaimana jika aku ubah saja permintaanku."

"Maksudmu?" Tanya New heran. "Kau tidak usah menjauhiku. Aku akan memaafkanmu jika kau mau menuruti perkataanku untuk hari ini. Bagaimana? Setuju?"

New tampak berpikir sejenak. Sebelum akhirnya ia mengangguk ragu. "Tapi kenapa?" Tanya New.

Tay menghela nafasnya. "Katakan saja dimana kotak obatmu."

New memutar bola matanya. Lalu menunjukkan kotak persegi berwarna putih yang tergantung di dekat sana. Tay membongkar isinya sebelum akhirnya menemukan sebuah obat. "Minumlah ini." Ia menyodorkan sebuah botol yang entah apa isinya. Namun New menggeleng.

"Thamai?" Tanya Tay

"Aku belum makan bodoh."

Ganti Tay yang memutar bola matanya. "Kau punya makanan?"

HELLO! TROUBLE LOVERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang