"Aku suka lihat kamu pakai baju basket Ga," kataku sesampainya di dream kafe dan duduk dibangku dekat kaca, yang sekarang menjadi tempat favorit aku dan Arga. Aku duduk dipojok dan Arga disebelahku.
"Oh gue kira lo lebih suka waktu gue buka baju tadi,"
goda Arga sambil ngedipin sebelah matanya.Sejak kedekatan kami, Arga menjadi sering tersenyum, becanda dan hobby menggodaku. Gunung es yang selama ini aku kenal sepertinya sudah mencair hehe.
"Iihh apaan sih ... Aku gak liat apa-apa tadi, orang aku tutup mata," elakku sambil mengalihkan perhatianku ke luar jendela, menyembunyikan wajahku yang memerah karena teringat kejadian di lapangan basket tadi.
"Yah sayang banget, padahal badanku atletis looh, perutku juga sixpack ... " goda Arga lagi.
"Laut asin sendiri yaa?" ledekku dia langsung tertawa ngakak, tawa yang menular hingga aku ikut tertawa juga.
"Kenapa keluarga lo manggil lo Nay?"
"Hmmm ... Seingatku dulu sih mereka memanggilku Tiana, Kenapa berubah jadi Nay?"
Aku terdiam sebentar, berusaha mengingat-ngingat apa yang menyebabkan keluargaku merubah nama panggilanku.
"Aku gak tau ... " lanjutku sambil mengangkat kedua bahuku.
"Boleh gue ikut panggil Nay?"
Aku nyaris tersedak minumanku,
"Memangnya kamu keluargaku?" godaku sambil nyengir.
"Bukannya lo yang ngaku kalau lo calon istri gue? Berarti gue keluarga juga kan?"
Deg!
Mataku langsung terbelalak kaget, darah seperti berkumpul di mukaku.
"Berarti surat itu ... "
"Ya gue udah baca," katanya sambil tersenyum memikat.
Sambil mengerang kututup muka dengan kedua tanganku, Arga berusaha turunkan tanganku dari wajahku tapi aku menolak.
"Maluu aku ... " rengekku sambil ngentakin kedua kakiku dibawah meja.
"Kenapa harus malu?"
Aku membuka tanganku, kulihat Arga yang masih tersenyum lebar menampakkan gigi putihnya, senyum yang selalu membuatku meleleh.
"Tuh kan diketawain!" sungutku sambil melipat kedua tanganku didepan dada dan menyandarkan badanku ke kursi, menatapnya dengan bibir cemburut.
"Siapa yang ketawa? Gue cuma senyum."
"Sama aja!"
Tiba-tiba terlintas pertanyaan dalam pikiranku, yang membuat rasa maluku berubah jadi marah.
"Jangan-jangan surat cinta dari cewek lain juga kamu baca?!" tanyaku sambil micingin kedua mataku.
"Cemburuan ... " dia menyentil jidatku.
"Aku butuh jawaban bukan sentilan," gerutuku kesal sambil mengelus jidatku.
"Cuma suratlo doang yang gue baca, siapa yang gak akan penasaran isinya cuma tiga kata, yang membuat gue bertanya-tanya, kenapa lo bisa tulis tiga kata itu?"
"Saat itu aku lagi tergila-gila sama kamu, jadi lupain aja!" jawabku sambil mengibaskan tangan biar terkesan meremehkan.
"Ooohhh gituuuu ... Terus sekarang gak lagi, iyaaa?" tanyanya lagi sambil menggelitik pinggangku, aku langsung cekikikan geli.
"Stop! Hihihi ... Malu diliatin orang, Arga!" protesku sambil berusaha menepis tangannya.
"Yang lihat yang malu" Arga membela diri.
"Kamu tau? Disinilah pertama kalinya aku cemburu, melihat kamu sama kak Diah hanya berduaan."
"Gue sama Diah? kapan?!"
Arga berusaha keras mengingatnya,
"Memangnya seberapa sering kamu jalan sama kak Diah? Sampai lupa begitu."
Aku cemberut kesal, Arga malah ketawa mendengarnya, membuatku tambah bete.
"Hahaha ... Yang gue liat waktu itu bukan kecemburuan, tapi kesombonganlo yang buang muka untuk kedua kalinya hari itu!"
"Maksudnya?"
Yang aku tau, aku hanya sekali buang muka dari dia, hanya saat di kafe ini.
"Pertama, waktu gue pertama kalinya masuk kelaslo, gue liat lo bukannya dengerin arahan Diah, malah asik mandangin gue, tapi begitu gue senyum lo malah buang muka, siapa yang ga kesal? Baru pertama kali ada cewek yang buang muka dari gue, Lo udah berhasil melukai harga diri gue saat itu."
Dengan muka sedih Arga meletakkan kedua tangan didadanya, berpura-pura sakit hati, aku jadi gemas dan tanpa sadar tanganku sudah mencubit kedua pipinya, sepertinya Arga tidak keberatan, dia malah mengkerutkan hidungnya, terlihat lebih lucu dan berhasil membuatku tertawa.
"Gue selalu suka mendengar suara tawa lo, suara itu langsung mengobati hati gue yang sakit karena 2 kali diacuhkan sama lo hehe."
"Lebay haha, sebenarnya aku bukan buang muka, tapi aku malu karena udah tertangkap basah ngeliatin kamu Ga."
"Terus yang kedua kali juga karena malu?"
Aku mengangguk, dia mengulang lagi kebiasaan barunya, mengusap-ngusap kepalaku, dan aku benar-benar menikmatinya, rasanya begitu dimanja.
"Lo tau, lo cewek pertama diluar keluarga gue yang bikin gue khawatir sewaktu gue lihat lo di UKS sama Icha, lututlo berdarah karena terjatuh saat terburu-buru mengganti sepatu dengan sandal. Mengetahui gue lah penyebab luka itu, membuat gue kesal sama diri gue sendiri ... "
Selesai bicara gue langsung teringat ke anak kecil itu, yaa anak kecil itu sebenarnya yang pertama kali bikin gue khawatir, bahkan gue gagal menyelamatkannya ...
Dimana dia sekarang?
Aku bertanya-tanya dalam hati, asik dengan lamunanku ke peristiwa 10 tahun lalu, aku baru sadar lagi setelah merasakan tangan Nay di dahiku, meraba dahiku yang mengkerut khawatir.
Yaa gue bakal terus panggil dia Nay ...
"Aku baru tau kalau kamu sedang khawatir, dahimu akan mengkerut. padahal waktu di UKS tidak seperti ini dahimu, malah alismu yang seperti ini."
Nay berusaha menaikkan sebelah alisnya meniru gue tapi tidak bisa, dia terus berusaha dan sia-sia, sampai akhirnya dia tertawa lepas.
Gue tertegun melihatnya, tidak bisakah dia tidak terlihat secantik ini? Riko memang tidak terlalu membesar-besarkan saat dia save contact Nay dengan nama Bidadariku. Nay memang terlihat seperti bidadari.
Melihatku yang hanya bengong menatapnya, Nay langsung berhenti tertawa, dia menatapku serius
"Maaf kalau aku bikin kamu marah."
"Gue memang marah ... "
Nay langsung tersentak kaget mendengarnya, melihatnya seperti itu membuat gue langsung tersenyum lebar, tak tega menggodanya lebih jauh lagi, sambil cemberut dia memukul-mukul dada gue dengan kepalan tangannya,
"Jahat!"
Gue pegang kedua bahunya, dan membawanya ke pelukan gue, wajahnya tepat mengenai dada gue, mungkin sekarang dia bisa mendengar detak jantung gue yang tidak beraturan, selalu seperti itu jika dekat dengan Nay.
"Aku marah sama cowok-cowok lain, yang mengeluarkan liur saat melihat lo ketawa tadi.
Kalau lo gak mau bikin gue marah, jadi please simpan tawa lo itu hanya untuk gue, kalau kita sedang berduaan aja," bisik gue ditelinganya.Nay langsung mendorong gue dan menjauhkan badannya.
"Apaan sihh, lebay ahh!" protesnya dan mengalihkan pandangannya keluar jendela, mungkin menyembunyikan wajahnya yang merah karena malu.
Bodohnya gue dulu nyangka dia buang muka, padahal dia selalu seperti itu kalau sedang malu, gue baru tau sekarang.
Dia mungkin becanda waktu ngatain gue lebay, tapi sebenarnya gue memang lebay, gue gak suka lihat cowok lain menatap penuh minat ke Nay saat dia tersenyum atau tertawa, tidak saat dilapangan basket tadi, tidak juga di kafe sekarang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Argana
RomanceArgana, seorang pria yang menjadi idaman satu sekolah. Pria yang tidak hanya mengenalkanku tentang indahnya cinta, dan memberikan rasa rindu yang tak bertepi. Tapi juga menjadi satu-satunya pria yang membuatku merasakan, betapa sakitnya hati yang te...