Delapan

22 1 0
                                    

"Udah puas mainnya?" Adzril menatap ke arah Qilla yang tengah fokus memakan coklatnya. Qilla sepertinya sangat senang bila diajak ke tempat yang seperti ini, daritadi dia tidak pernah memudarkan senyumannya, membuat Adzril ikut senang.

"Belum kak, ada dua wahana lagi yang wajib kita naikin."

Adzril mengernyitkan dahi "Apa itu?"

"Itu sama itu." Qilla menunjuk ke sebuah rumah seram lalu menunjuk lagi ke sebuah bianglala yang sangat besar.

"Emang kamu berani?"

"Beranilah, masa enggak. Kak Adzril takut?"

"Nggak." Mata Qilla menatap lekat-lekat mata Adzril mencari sebuah ketakutan disana ia curiga kalau Adzril memang takut menaiki wahana itu, bukannya mendapatkan apa yang ia cari justru Qilla mendapatkan sebuah respon dari Adzril yang membuatnya harus mundur beberapa langkah.

"Kenapa? Mau dicium lagi? Ini tempat umum loh, jangan suka mancing-mancing kalo kamu gamau kena masalah nanti di rumah." Senyum itu lagi, senyum yang membuat Qilla bergidik ngeri sekaligus berdebar-debar, apalagi sekarang wajah Adzril hanya beberapa senti di depan wajahnya.

"Qi-qilla mau beli minuman dulu." Tangan Adzril menahan tangan Qilla yang hendak pergi dari tempatnya.

"Gausah, biar aku yang beli. Kamu tunggu disini."

Mata Qilla hanya terus menatap punggung Adzril yang kini semakin jauh dari tempatnya berdiri, entah kenapa perasaan Qilla selalu campur aduk saat bersama lelaki itu. Apakah kini hatinya mulai merasa nyaman dengan keberadaan Adzril disisinya? Apakah hatinya mulai mau menerima Adzril sebagai suaminya? Semua pertanyaan itu menghinggapi pikiran dan perasaan Qilla dengan begitu saja.

"Qilla!" Suara itu membuyarkan lamunan Qilla. Suara yang sangat familiar di telinganya.

"Kevin?" Matanya menangkap seorang lelaki yang kini tengah berjalan menghampiri dirinya.

"Qilla ngapain kamu disini? Sama siapa? Kok kamu jarang bales chatt aku? Aku kangen sama kamu sayang. Kamu nggak kangen aku?" Lidah Qilla terasa kelu saat kevin menanyainya dengan pertanyaan yang bertubi-tubi, dia bingung harus menjawab apa.

"Aku-" ucapannya terpotong saat Adzril sudah berdiri di sampingnya, dengan wajah dan tatapan yang dingin. Baru kali ini Qilla melihat wajah Adzril yang seperti itu, membuat dirinya gemetar takut jika Adzril marah melihat dirinya dengan seorang lelaki.

"Siapa Qill?" Tanya Kevin ketika melihat Adzril berdiri disamping Qilla sambil merangkul pundaknya.

"Gue-"

"Sepupu. Ini sepupu aku."

Deg!

Ucapan Adzril terpotong,rangkulannya melonggar, hatinya sakit mendengar Qilla yang berkata seperti itu.

"Oh...aku kira kamu punya yang baru, terus kenapa chatt aku jarang kamu bales?" Qilla tegang, kenapa Kevin harus mengatakan itu? Di depan Adzril lagi.

"Emmm itu... aku sibuk, udah yah nanti kita ngobrol lagi, aku buru-buru."

Qilla menarik tangan Adzril dan meninggalkan tempat itu. Kini di dalam mobil hanya ada keheningan, tidak ada salah satu pun dari mereka yang bicara. Namun pada akhirnya Qilla membuka suara, dia ingin menjelaskan semuanya kepada Adzril.

"Kak Adzril maafin Qilla, Qilla cuman gamau ada yang tau kalo Qilla udah nikah, Qilla masih sekolah, Qilla takut semuanya berpikir yang nggak-nggak tentang Qilla."

Diam. Adzril hanya diam, matanya menatap lurus ke jalanan yang ia lalui. Dia hanya fokus mengemudi dan tidak menanggapi perkataan Qilla.

"Kak Adzril...maafin Qilla..." lirih Qilla sambil terus menatap Adzril.

"Pacar?" Hanya itu yang keluar dari mulut Adzril, ekspresi yang dingin masih belum memudar dari wajah tampannya.

"I-iya, tapi Qilla janji mau mutusin dia. Kak Adzril maafin Qilla..."

Adzril tersenyum simpul "Lo tau kan pacaran itu haram?! Lo juga udah jadi istri gue, kenapa lo masih berhubungan sama cowok lain?!" Suara Adzril meninggi, membuat Qilla gemetar ketakutan. Baru kali ini Qilla melihat Adzril yang seperti itu, dia sangat marah.

"K-kak Adzril maafin Qilla, hiks..." Qilla tersedu-sedu, air mata yang daritadi ia tahan kini tumpah begitu saja di pipi merahnya.

"Udah sampe." Adzril melepaskan sabuk pengamannya, lalu keluar meninggalkan Qilla yang masih menangis di dalam mobil.

.
.
.

Setelah menjadi imam dalam solat isya Qilla, Adzril langsung pergi tanpa mengatakan sepatah kata pun, hati Qilla sakit melihat Adzril yang seperti itu.

Qilla rindu Adzril yang selalu membuatnya kesal, membuatnya berdebar, candaannya, kata-kata romantisnya, kini semua itu hilang. Disaat Qilla sudah mulai menerima Adzril sebagai suaminya, mulai membuka hatinya, kenapa masalah ini datang begitu saja?

"Kak Adzril..."

Tok...tok...tok...

Daritadi Qilla hanya berdiri di depan kamar Adzril, menunggu lelaki itu untuk keluar dan berbicara kepadanya. Qilla tidak bisa jika terus didiamkan oleh Adzril, dia tidak tahan dengan itu. Rasanya sangat sesak.

"Kak Adzril makan malam udah Qilla siapin, Kak Adzril belum makan daritadi. Qilla takut Kak Adzril sakit." Hening, tidak ada jawaban sama sekali dari dalam.

Qilla menjatuhkan tubuhnya diatas kasur, dia menangis tidak henti-hentinya. Hatinya sakit.

Kevin

Gue mau kita putus.


Tapi kenapa Qill? Aku masih sayang kamu.
Kenapa tiba-tiba? Pokoknya aku gak mau putus sama kamu.

Gue mau kita putus, terserah apa kata lo.
Gue gak peduli.


Qilla mematikan data ponselnya, lalu melemparkan ponsel itu ke bantal, dia masih menangis, dia tidak tau harus berbuat apa agar Adzril mau memaafkannya.

"Ayah..." ucap Qilla lirih bayangan ayahnya terlintas begitu saja dibenaknya. Ia rindu pelukan ayahnya disaat dia sedang terpuruk seperti ini.

.

.

.


ASYA (ON GOING)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang