Sebelas

11 1 0
                                    

Qilla membuka matanya dan menatap sekeliling, dia merasa lega karena ruangan ini adalah kamarnya. Dengan sekuat tenaga Qilla berusaha untuk mengubah posisinya, dia ingin duduk tapi kepalanya masih terasa sangat berat akhirnya Qilla mengurungkan niatnya. Pintu kamar Qilla terbuka, Adzril masuk dengan membawa semangkuk bubur dan beberapa obat-obatan.

"Kamu udah bangun? Gimana kepalanya sakit banget?" Adzril sangat antusias ketika melihat istrinya sudah sadar.

"Aku pengen duduk Dzril..." ucapnya lirih, dengan segera Adzril membantunya untuk duduk.

"Sekarang kamu makan dulu yah, abis itu minum obat. Seharian ini kamu belum makan kan? Dasar bandel!" Qilla terkekeh melihat Adzril yang over protektif kepadanya, dia sangat beruntung memiliki suami seperti Adzril dalam hidupnya.

"Maafin aku Dzril... aku gak bilang sama kamu kalo mau ketemu Kev-" telunjuk Adzril kini berada di bibir Qilla membuat Qilla bungkam.

"Udah gak usah dibahas, yang penting kamu selamat. Sekarang aaa..." bagai menyuapi anak kecil, Adzril kini memain-mainkan bubur yang ada di atas sendok dengan cara memutar-mutarkannya di depan mulut Qilla. Qilla tersenyum manis melihat itu.

"Aku suka panggilan Adzril tanpa 'kak' ,kalo ditambahin 'sayang'... pasti lebih bagus." Qilla tersedak, dia tidak sadar akan hal itu, hanya keluar begitu saja dari mulutnya.

"Eh itu..."

"Hahaha, yaudah gapapa. Aku lebih nyaman gini. Lagian umur kita cuman beda setaun doang." Untuk kedua kalinya Qilla tersedak, apa? Dia tidak salah dengar? Cuman beda setaun?

"Beda setaun? Berarti 20?" Adzril hanya menggangguk.

"T-tapi kamu udah jadi dokter? Kok bisa?" Adzril hanya tertawa melihat kebingungan Qilla, ekspresinya itu sangat lucu.

"Aku loncat kelas." Jawabnya singkat.

"Wahhh berarti kamu pinter dong?" Qilla masih tidak percaya dengan kelebihan suaminya ini.

"Eits bukan hanya pinter, tapi cerdas." Dengan sombong Adzril membanggakan dirinya, ekspresinya yang lucu membuat Qilla tertawa.

"Oh iyah, Adzril tau Qilla ada di rumah Kevin darimana?"

"Kepo!"

"Udah sekarang tidur aja, udah malem banget. Besok aku kasih taunya yah." Qilla hanya mengangguk kecil, Adzril membantu Qilla untuk membaringkan tubuhnya.

Kecupan singkat mengenai kening Qilla, membuat sang empu berdebar dibuatnya. Bukan hanya berdebar, tapi juga nyaman.

Langkah kaki Adzril terhenti saat Qilla menahan tangannya, dia berbalik dan melihat Qilla.

"Makasih, buat semuanya." Senyuman manis terukir di bibir Qilla, senyuman yang membuat siapapun akan jatuh cinta kepadanya hanya dalam pandangan pertama.

Adzril hanya mengangguk dengan senyuman yang menghiasi wajah tampannya, lalu pergi keluar dari kamar Qilla.

.
.
.

"Tapi Dzril, Qilla pengen minuman itu."

"Gak boleh Qilla sayang. Kamu masih belum sembuh total."

Matahari yang awalnya malu-malu untuk keluar kini sudah berada di atas kepala, tapi keributan Adzril dan Qilla dari pagi tadi masih saja belum berhenti.

Tok...tok...tok...

Akhirnya perdebatan mereka terhenti ketika suara pintu yang diketuk dari luar. Qilla ingin membuka pintu namun Adzril melarangnya, Qilla sangat penasaran siapa yang datang.

"Assalamualaikum." Seorang lelaki berwajah tampan dan tubuh yang sempurna bak model, masuk ke dalam rumah. Qilla terpesona dengan ketampanannya, namun Adzril berdehem sambil menatap tajam ke arah Qilla, membuat Qilla menelan salivanya.

"La, kenalin ini Zeon sahabat aku. Kamu kemaren nanya kan darimana aku tau kamu ada dimana?" Qilla hanya mengangguk menyimak Adzril.

"Zeon ngelacak no hp kamu, jadi aku tau kamu ada dimana. Dia ini hacker, dia juga suka bantuin ayahnya yang kerja di BIN. " Qilla terdiam tak percaya, menurutnya itu sangat hebat.

"Kejadian ini ngingetin gue tentang masa lalu." Qilla mengernyitkan dahi tak mengerti apa yang diucapkan Zeon, tapi yang pasti wajah Adzril berubah seketika, senyumnya pudar.

"Zeon mau minum apa?" Qilla berusaha untuk mencairkan suasana.

"Emm... gue mau jus mangga." Qilla berdiri dan hendak pergi ke dapur, namun tangannya ditahan oleh Adzril.

"Kamu masih sakit, biar aku aja yang buatin jusnya."

"Nggak Dzril, aku sehat. Lagian aku gak mau dapur berantakan lagi gara-gara kamu." Adzril hanya terkekeh mengingat kejadian saat dirinya mencoba membuatkan susu kocok untuk Qilla.

"Istri lo cantik Dzril." Adzril memberikan tatapan tajam kepada sahabatnya itu, namun Zeon hanya tertawa tak memperdulikan Adzril yang kini ingin sekali memukul wajah tampannya.

.
.
.
"Makasih Qill, jus sama makanan buatan lo enak. Ntar kapan-kapan gue kesini lagi."

"Gak. Pintu ini gak akan pernah terbuka lagi buat lo." Tatapan dingin Adzril tidak mempan terhadap Zeon yang kini hanya meledeknya. Adzril merasa cemburu karena daritadi Qilla terus bercanda dengan Zeon, Adzril tak rela jika senyum istrinya itu diberikan kepada lelaki lain, senyum itu hanya untuk dirinya.

"Udah ah Qill, suami lo bentar lagi berubah jadi rubah ekor sembilan. Bisa bonyok muka gue yang ganteng ini." Qilla terkekeh mendengar itu, ia melirik suaminya yang kini sepertinya benar-benar akan berubah.

"Gue pamit yah Dzril, Qill. Assalamualaikum. "

"Waalaikumussalam." Ucap Adzril dan Qilla serempak. Kini mata Qilla menatap mobil Zeon yang mulai menghilang dari pandangannya.

"Udah. Suaminya disini, bukan disana." Kekehan Qilla keluar lagi melihat Adzril yang sedang cemburu, entah kenapa ketampanannya bertambah saat dia seperti ini.

Cup!

Bibir Qilla dengan singkat menyentuh pipi Adzril. Adzril hanya mematung, jantungnya sedang tidak aman, Adzril membutuhkan tabung oksigen untuk bernafas, karena kini nafasnya sangat sesak. Qilla melarikan diri dan pergi ke kamar setelah membuat Adzril seperti itu.

"Hah, gue abis ngapain tadi?" Dengan nafas yang terengah engah Qilla merasakan panas di pipinya, dia merasa sangat malu. Kini wajahnya ia sembunyikan di bawah bantal.

.
.
.

ASYA (ON GOING)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang