Dua belas

10 1 0
                                    

"WAHH PARAH BANGET TUH SI KEVIN! MANA ORANGNYA? PENGEN GUE BEJEK-BEJEK TUH ANAK!!" semua mata tertuju pada Giselle, Qilla menutup wajahnya malu akan tingkah laku sahabatnya ini. Qilla menceritakan semua yang terjadi membuat Jihan dan Giselle sangat muak dengan Kevin.

"Udah sel, malu gue diliatin orang-orang."

"Gue kesel Qill."

"Iya gue juga, kesel banget. Pengen gue santet dah tuh cowo." Tak mau kalah Jihan ikut meluapkan kekesalannya.

"Udah udah, semuanya udah berlalu. Lagian gue gak kenapa-kenapa kok."

"Tapi Qill, gimana kalo dia berulah lagi? Gimana kalo dia macem-macem lagi sama lo?" Perkataan Giselle diangguki oleh Jihan dengan antusias.

"Udah. Berdoa aja semoga nggak terjadi, jangan suudzon." Qilla berusaha untuk meyakinkan kedua sahabatnya ini, dia sangat senang memiliki sahabat yang sangat peduli padanya. Dulu saat Qilla dilabrak oleh kakak kelasnya karena pacaran dengan Kevin, Giselle dan Jihan lah yang maju untuk melindunginya, Qilla sangat bersyukur memiliki mereka di dalam hidupnya.

"Qilla..." dengan serempak mereka bertiga melihat ke arah suara, Kevin berdiri di pintu kelas dengan ekpresi yang tidak bisa dijelaskan. Memar akibat pukulan Adzril masih terlihat di pipinya.

"Mau ngapain lo kesini hah?!" Jihan dan Giselle maju lebih dulu mendekati Kevin yang menundukkan kepalanya dengan masih berdiri di tempatnya.

"Belum cukup lo nyakitin sahabat gue?!" Sekali lagi semua mata tertuju pada Giselle yang berteriak di depan wajah Kevin.

"G-gue mau ngomong berdua sama Qilla." Kevin menatap Qilla yang memberikan kode kalau dia hanya ingin bicara berdua.

"Ngomong aja disini! Ngapain harus berdua? Bukan mahram!" Tegas Jihan pada Kevin, namun Kevin terus menatap Qilla seolah-olah ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting. Akhirnya dia mengajak Kevin untuk berbicara di taman sekolah dan menyuruh agar Jihan dan Giselle tidak ikut bersamanya, mereka hanya mengangguk paham.

"Lo mau ngomong apa? Cepetan gue sibuk."

"Gue mau minta maaf sama lo, gue nyesel atas semua perbuatan gue. Gue janji gak akan ngulangin kesalahan yang sama, gue bakal berubah jadi lebih baik lagi. Tapi gue mau kita tetep temenan." Qilla memikirkan tawaran Kevin, untuk memaafkannya dia mau mau saja, tapi untuk menjadi temannya Qilla masih ragu.

"Plis yah Qill..." Kevin memohon kepada Qilla, mau tak mau dia mengiyakan tawaran itu.

"Oh iyah satu lagi." Kevin menjeda perkataannya.

"Sampein makasih gue buat suami lo." Qilla mengernyitkan dahinya tidak mengerti maksud dari ucapan Kevin. Makasih? Makasih buat bogemannya?

"Makasih? Buat?"

"Iya karena suami lo udah ngobatin luka gue. Setelah dia nganter lo pulang dia balik lagi ke rumah gue buat ngobatin luka gue. Gue gak tau lagi harus gimana kalo suami lo gak dateng, secara di rumah gue gak ada siapa-siapa dan kondisi gue juga waktu itu parah banget." Penjelasan Kevin membuat Qilla kagum kepada Adzril, insting dokternya tidak hilang bahkan disaat saat seperti itu.

"Lo denger gak?"

"Gatau, gue gak denger. Lo bisa munduran gak sih Han? Dada gue ke teken ini!" Giselle dan Jihan sedang menguping sambil bersembunyi dibalik dinding kelas, mereka takut jika Kevin berulah lagi kepada sahabatnya.

Bruk!

"Aww..."

"Lo sih Han, sakit nih gue!"

"Ish lo pikir gue gak sakit apa? Lutut gue nih lecet!"

Qilla menghampiri sahabat-sahabatnya itu yang kini tengah terduduk di atas tanah sambil memegang pinggang dan lutut mereka yang sakit akibat jatuh ke tanah.

"Hahaha, mampus. Gue kan nyuruh kalian buat diem aja di kelas, ngapain ikutan kesini?"

"Yah...gue takut lo diapa-apain sama si Kevin ,makanya kesini." Ucap Giselle sambil memegang pinggangnya.

"Kalian ngomongin apasih tadi?" Tanya Jihan

"Ada deh." Qilla pergi begitu saja meninggalkan sahabat-sahabatnya yang masih bertanya-tanya tentang obrolan Kevin dan dirinya.

.
.
.

"Assalamualaikum. "

"Waalaikumussalam, masuk Dzril."

"Rafi lagi cuti? Semenjak gue masuk, gue gak pernah liat dia lagi." Tanpa basa basi Adzril langsung menanyakan keberadaan Rafi yang memang tujuannya masuk ke ruangan Leo.

"Cuti? Nggak, tiap hari dia masuk kok." Adzril mengernyitkan dahi, Rafi masuk tiap hari tapi kenapa dia tidak pernah melihatnya? Dia memaklumi jika tidak bertemu dengannya secara rumah sakit ini besar, dan Rafi memang beda tugas dengannya. Tapi biasanya Rafi sering menemuinya untuk makan siang ataupun mengobrol, tapi kenapa kali ini tidak?

"Oh gitu. Gue cabut dulu, assalamualaikum. "

"Waalaikumussalam." Leo bingung dengan apa yang terjadi. Apa mereka bertengkar?

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam Dzril, masuk."

"Bu, Adzril mau tanya. Ibu liat Rafi gak?"

"Liat. Tapi dia udah pulang barusan."

"Pulang?"

"Iya, katanya ada urusan mendadak. "

"Oh gitu yah bu, makasih bu. Adzril pamit dulu. Assalamualaikum. "

"Waalaikumussalam."

Setelah bertanya pada dokter seniornya akhirnya Adzril tau jika Rafi sudah pulang. Tapi kenapa dia pulang secepat ini? Apa dia sedang ada masalah? Adzril khawatir meskipun dia terlihat dingin, tapi sebenarnya dia sangat peduli pada sahabatnya itu.

.
.
.

ASYA (ON GOING)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang