42

99.5K 2.9K 97
                                    

42

Steven mengerang jengkel. Sudah hampir satu jam ia menunggu Dina di rumah kekasihnya itu. Sedari tadi ia menunggu sendiri, hanya beberapa menit saja ia mengobrol dengan ibu Dina. Setelah itu, ia pamit dan memilih menunggu di teras. Ia ingin sekali menjelaskan pada Dina kejadian sebenarnya agar semua salah paham ini segera berlalu.

Tiba-tiba sebuah mobil berhenti di pinggir jalan di depan rumah Dina. Napas Steven memburu saat melihat Dina dan Niko keluar bersamaan dari mobil.

Steven berjalan mendekati keduanya. Ingin sekali ia menghajar tampang Niko yang sok kalem itu. Niko ingin bertunangan dengan Kayla, tapi masih saja mencari celah untuk bersama Dina.

Niko tersenyum kaku, kemudian berpamitan. Steven memandang kepergian pria itu dengan rahang mengencang.

Kemudian tatapan Steven beralih pada Dina. Amarah berkobar-kobar di matanya. Baru saja hubungan mereka dilanda sedikit masalah, Dina dengan mudah kembali pada Niko. Rasa cemburu bercampur amarah meluap-luap membakar hati Steven.

"Kencan?" tanya Steven sinis. Tadinya ia ke sini ingin membujuk Dina dan menjelaskan semuanya, tapi kini semua itu menguap tanpa bekas.

Dina diam, dan tanpa mengacuhkan Steven, ia melangkah menuju teras. Tingkah Dina yang acuh tak acuh, menyulut marah Steven. Ia mencekal pergelangan tangan gadis itu.

"Lepaskan, sakit!" kata Dina ketus.

Steven mengendurkan cekalannya tanpa melepaskan seperti permintaan gadis itu. "Aku tidak suka kau jalan dengan Niko atau lelaki mana pun, Dina. Kau milikku! Camkan itu di benakmu!"

Tanpa memedulikan kata-kata Steven, Dina menyentak tangannya hingga terlepas lalu melanjutkan langkah.

"Aku sudah lelah!" gumam Dina sambil duduk di kursi yang ada di teras, kemudian memejamkan mata.

Steven terdiam mendengar kalimat Dina yang bermakna ganda antara lelah fisik atau lelah hati. Tiba-tiba dadanya berdebar tidak enak. Ia takut Dina emosional dan memutuskan hubungan mereka. Steven melunak. "Aku minta maaf," ucapnya lembut. Semua ego dan emosinya ia buang jauh-jauh.

Dina hanya diam. Tidak bersuara sama sekali. Steven merasa bersalah melihat wajah Dina yang sembap. Pasti tunangannya itu banyak menangis karena dirinya.

Dina masih bergeming. Ia meraih air gelas kemasan yang ada di meja dan menusukkan sedotannya, lalu meminumnya sedikit.

"Dina..."

"Steve, kepalaku sakit. Aku ingin istirahat." Tanpa menunggu jawaban Steven, Dina meninggalkan Steven yang hanya bisa menatap punggung ramping itu berlalu tanpa berkedip.

Steven menghela napas panjang. Sekali lagi ia gagal membujuk Dina.

Setelah berpamitan pada ibu Dina, dengan perasaan kecewa ia melangkah menuju mobil sport miliknya. Ia mengarahkan mobilnya menuju kafe Evan. Berharap segelas kopi hitam kental bisa mengurangi sakit kepalanya.

***

Evathink

Menjadi Kekasih Bos [tamat-part lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang