44
Tanpa meminta persetujuan Dina, Steven memajukan tanggal pernikahan mereka. Ia tidak mau berlama-lama lagi menunggu untuk menyunting Dina. Ia tahu pasti, Clara dan Niko masih belum berputus asa.
Dengan senyum yang masih terukir di wajah, Steven membaca pesan dari Dina. Ya, sejak mereka saling mengungkapkan perasaan tempo hari, Dina tak lagi malu-malu. Gadis itu dengan gamblang menyatakan rasa rindu dan cintanya. Seperti saat ini, ia baru meninggalkan kantor tidak sampai satu jam dan Dina sudah bertanya kapan ia akan kembali, yang disisipi kata-kata manis dan mesra.
Beberapa hari ini Steven memang jauh lebih sibuk dari biasanya. Ia bertemu wedding organizer yang akan mempersiapkan pernikahannya dan Dina.
Ia memesan kartu undangan eksklusif dari Jakarta lengkap dengan kartu aksesnya. Bukan hanya itu, ia juga mendatangkan secara khusus seorang perancang busana dari Jakarta untuk mengukur tubuh Dina dan membuatkannya gaun pengantin mewah—Dina masih tidak tahu kalau Steven memajukan tanggal pernikahan mereka dan masih berpikir mereka akan menikah tiga bulan lagi.
Semua permintaannya harus cepat selesai. Untuk itu ia sadar harus mengeluarkan uang berkali lipat dari harga biasa. Namun soal uang tidak menjadi pertimbangannya. Yang terpenting ia dan Dina cepat bersatu. Ia tak mau lagi ada orang ketiga mengambil celah di antara mereka.
Saat beberapa waktu lalu memesan cincin pertunangan dan kawin dari kakaknya, diam-diam tanpa sepengetahuan Dina, Steven juga memesan kalung dan subang berhias berlian.
Semua persiapan pernikahan mereka, Steven urus sendiri. Ia bukan tidak mau melibatkan Dina, tapi ia ingin memberi kejutan pada tunangannya itu. Ia ingin semua berjalan lancar tanpa ada yang tahu kalau mereka sebentar lagi akan menikah.
Steven dapat merasakan sebenarnya Dina mulai mempertanyakan kesibukannya meski kekasihnya itu tidak pernah bertanya langsung.
Steven mengendarai mobilnya menuju hotelnya dengan perasaan tak sabar. Rindu untuk segera memeluk dan mencium sang tunangan memenuhi dadanya.
"Steve..."
Begitu tiba di kantornya, Steven disambut oleh Dina
Steven meraih Dina dan membopongnya, tangan Dina melingkar manja di lehernya.
"Dari mana saja?"
"Biasa, Sayang, ada sedikit urusan."
Dahi Dina berkerut. Steven menebak gadis itu tidak suka ia tidak menjelaskan dengan rinci apa urusannya. Steven menundukkan wajah dan mengecup mesra bibir Dina.
Steven melangkah ke sofa dan duduk dengan Dina di pangkuannya. Lalu ia melumat bibir Dina dengan mesra. Bibir keduanya saling menggoda, saling merayu dengan penuh cinta.
"Steve," bisik Dina tatkala Steven melepas ciumannya.
"Ya?"
"Aku boleh cuti?"
"Cuti? Untuk apa?" Steven balik bertanya dengan kening berkerut. Tangannya mengelus lembut paha Dina.
"Shinta dan Anggi mengajak liburan ke Malaka."
"Emm...." Steven tidak rela membiarkan Dina ke mana-mana tanpanya, apalagi ke luar negeri, walaupun hanya negeri jiran.
"Boleh, kan, Steve?" Dina merayu meminta persetujuan. Jemarinya bermain di dada Steven yang berbalut setelan jas.
"Emm..." Steven tidak menjawab, melainkan tangannya mulai merayap naik, menyusup ke dalam rok Dina.
"Steve, boleh, kan?" Dina menahan tangan Steven yang ada di pahanya.
Mata keduanya beradu. Melihat binar penuh harap di mata itu, akhirnya Steven mengangguk.
Dina tersenyum lebar dan menunduk, mencium Steven dengan panas.
***
Evathink
IG : evathink
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Kekasih Bos [tamat-part lengkap]
RomanceTAMAT! PART LENGKAP! [Follow Evathink sebelum membaca, agar mendapat Info update!] "Aku hanya ingin mengenalkan calon istriku pada kedua orangtuaku, tidak salah, kan?" Wajah dina memerah. "Tapi saya bukan calon istri Bapak." Steven tersenyum hangat...