Setiap orang punya cara tersendiri untuk menyembunyikan lukanya🍁🍁🍁🍁
Hari ini Audrey dan Shena berencana untuk pergi ke toko buku katanya sih Shena mau beli novel yang baru saja di rilis.
"Drey Lo gak mau apa coba baca novel". Tanya Shena.
"Gue nggak suka". Balas Audrey.
"Heran gue jaman sekarang masih aja ada orang spesies kaya Lo yang gak suka baca novel".
"Mending gue baca buku sains daripada baca cerita gak jelas kek gitu".
"Dih enak aja Lo bilang cerita gak jelas". Sewot Shena setelah mendengar kata Audrey.
"Terserah Lo dah". Balas Audrey malas. "Buruan deh cari tuh novel yang mau Lo beli gue mau pulang nih". Lanjutnya.
"Sabar dong ini juga gue lagi nyari ini". Ujar Shena.
Sambil menunggu Shena, Audrey memilih melihat-lihat buku sains. Saat berjalan di samping rak buku-buku sains netranya melihat siluet cowok dengan pakaian serba hitam.
"Bukannya itu Xavier". Batin Audrey.
Saat ingin menghampiri siluet cowok itu tiba-tiba tangannya di tarik seseorang.
"Anjir gue kira siapa, ngagetin tau gak Lo na". Ucap Audrey sambil mengelus dadanya.
"Udah berani ya Lo drey ngomong kasar gue aduin juga ke tante Dewi, lagian gue panggil-pangil dari tadi Lo nggak denger". Balas Shena.
"Dasar tukang ngadu Lo". Balas Audrey.
"Gue udah dapet nih novelnya tinggal bayar".
"Yaudah sana bayar".
"Lo nggak ada niatan mau bayarin gue gitu drey".
"Bokap Lo kaya ya masa minta bayarin gue". Enak saja Shena minta di bayarin padahal keluarganya kaya, usaha keluarga nya ada dimana-mana dibanding dengan dirinya, ibunya cuma seorang psikolog di rumah sakit swasta sedangkan ayahnya sudah meninggal sejak ia berumur 10 tahun.
"Bercanda doang kali drey". Setelah itu Shena segera menuju ke kasir untuk membayar novelnya.
Sementara Audrey masih di tempatnya memikirkan siluet cowok yang di duganya adalah Xavier. Ada yang aneh dari cowok itu terlihat dari jalannya yang sedikit pincang padahal tadi di sekolah ia baik-baik aja.
"Bodoh amat lah ngapain juga gue mikirin tuh cowok".
Audrey segera menyusul Shena.
🍁🍁🍁🍁
Seorang remaja laki-laki melangkahkan kakinya menuju sebuah gedung tua yang masih berdiri kokoh walaupun dinding-dindingnya sudah di tumbuhi lumut.
Aura gedung tersebut tampak mencekam tapi tidak membuat rasa takut tumbuh dalam diri remaja laki-laki dengan Hoodie serta celana jeans hitam itu.
Remaja laki-laki itu terus melangkah menaiki tangga satu per satu, sampai tibalah dia di rooftop gedung tersebut.
Duduk di pembatas rooftop dan membiarkan angin menerpa wajahnya membuat Xavier merasa tenang.
Bukan pertama kalinya bagi Xavier ketempat ini saat ingin menenangkan pikiran dan beristirahat dari semua masalah maka Xavier akan kesini, tempat dimana dia akan merasa tenang.
Tepat 2 tahun lalu hari dimana ibunya meninggal membuat dirinya sangat terpuruk, dunianya seakan runtuh Xavier kehilangan satu-satunya orang yang peduli padanya sekaligus wanita yang paling dia cintai.
Setelah ibunya pergi, dunia Xavier yang memang sudah hancur semakin hancur di tambah ayahnya yang makin sering melakukan kekerasan fisik padanya.
Bohong kalau Xavier bilang tidak pernah terpikirkan untuk mengakhiri hidupnya, berulang kali dia melakukan percobaan bunuh diri tapi selalu gagal. Di saat akan melakukanya Xavier selalu teringat muka ibunya yang tersenyum ke arahnya.
Xavier itu lelah, tapi kehidupan tak pernah membiarkannya tenang sedikit pun.
Dirasa cukup menenangkan diri Xavier memutuskan untuk meninggalkan rooftop gedung tua itu.
"Ahh sial kaki gue sakit banget". Rintih Xavier saat hendak menuruni tangga. Cowok itu langsung memegang kakinya yang terdapat sedikit memar, padahal tadi saat menaiki tangga tidak terasa apa-apa.
Dengan langkah pelan Xavier segera melanjutkan langkahnya walau sesekali rintihan keluar dari bibir tebalnya.
Saat sampai di halte bus Xavier melihat jam pergelangan tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul enam sore dan sudah di pastikan saat sampai di rumah nanti ayahnya akan memarahinya dan semoga tidak sampai memukulinya. Xavier sangat berharap.
🍁🍁🍁🍁
Xavier membuka pintu rumahnya dengan pelan dan mulai berjalan memasuki rumah megah itu.
Saat melewati ruang keluarga Xavier melihat ayahnya yang sudah menatapnya dengan raut wajah dingin dan datar.
"Dari mana saja kamu jam segini baru pulang".
"Aku ke suatu tempat dulu tadi pa".
"Sudah papa bilang kan kalau pulang sekolah langsung pulang jangan keluyuran". Lelaki paru baya itu bangkit dari duduknya kemudian menghampiri sang anak dan langsung melayangkan tamparan yang sangat keras.
Xavier memegangi pipinya yang terasa sangat ngilu, dia hanya bisa pasrah menerima perlakuan sang ayah.
"Naik ke kamar dan jangan keluar sampai besok pagi".
"Baik pa".
Sementara di lain tempat dan di waktu yang sama seorang gadis terlihat menuruni tangga dan menghampiri seorang wanita paruh baya.
"Hai ma". Sapa Audrey kepada sang mamah.
"Hai sayang".
"Tumben mamah pulang cepat ?". Tanya Audrey pasalnya mamahnya ini sangat jarang berada di rumah di bawah jam 8 malam.
"Mamah lagi gak banyak pekerjaan hari ini jadi bisa pulang cepat". Jawab sang mamah.
"Gimana tadi sekolahnya?".
"Baik kok ma".
"Anak mamah udah punya pacar gak ?".
"Nggak ada lah ma".
"Masa cantik gini gak ada yang deketin".
"Apaan sih ma bahasnya pacaran".
"Iyya nggak mamah bahas lagi deh jangan ngambek dong".
Audrey sangat bersyukur memiliki sang mamah walaupun jarang punya waktu berdua seperti ini akibat tuntutan pekerjaan tapi dia tidak pernah marah. Audrey paham yang di lakukan mamahnya itu semua untuknya.
Hai aku up lagi☺️
Menurut kalian ceritanya gimana??
Support slalu ya🥺
Bantu follow+vote+coment juga ☺️
Bye-bye🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
émmoni idéa
Ficção AdolescenteAudrey tidak tau kenapa Xavier selalu menatapnya dengan tatapan kebencian sampai suatu saat Audrey mengetahui suatu hal yang membuatnya terpaksa ikut campur dalam kehidupan Xavier. "Dunia yang kelam, mau gak mau gue harus membantu dia. Gue yang memb...