11. Sebuah Keputusan🍒

4.6K 463 81
                                    

DOKTER Ranold baru saja keluar dari ruang UGD tempat Diegy kini terbaring

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DOKTER Ranold baru saja keluar dari ruang UGD tempat Diegy kini terbaring.
Bi Asih langsung saja berdiri, menanyakan keadaan tuan kecilnya. Air mata sudah kembali tergenang di peluluk matanya.

"Bagaimana keadaan mas Diegy dok?"

Dokter Ranold menatap bi Asih iba "Maaf bu. Tapi kali ini kondisinya belum membaik, bisa dikatakan saudara Diegy masih dalam keadaan kritis. Ia mengalami banyak kehilangan darah. Saya dan beberapa rekan saya sudah menyalurkan 2 kantong darah yang sesuai dengan golongan darah pasien, tapi ternyata itu belum cukup bu, masih kurang 3 kantong darah lagi untuk membuat pasien benar-benar pulih"

"Lalu kenapa tidak ditambah dok, kami bisa bayar berapapun biaya perawatannya. Anda tidak perlu khawatir" sergah bi Asih.

"Bukan begitu maksud saya bu. Masalahnya, stok darah yang sama persis dengan golongan darah pasien di rumah sakit ini sudah habis. Kita harus segera mencari pendonor, atau pasien tidak bisa diselamatkan kembali. Saya permisi dulu"

Penjelasan dokter Ranold bagaikan petir. Bi Asih mematung, menatap nanar lantai rumah sakit.

Kaki Tara terasa lemas, rasa bersalah kembali menguasai dirinya.
Perlahan Tara menghampiri bi Asih, menyentuh tangan keriputnya. Bi Asih menoleh, menatap Tara yang kini menggenggam tangannya. Air mata kembali mengalir di pipi gadis itu.

"Bu sa ssaaya bersedia menikah dengan mas Diegy" ucap Tara.

Rara terperanjat, ia menghampiri Tara.
Rara berbisik "Kamu sadar dengan apa yang kamu ucapkan?" 

Tara mengangguk pedih. Bi Asih memperhatikan interaksi keduanya.

"Ngga Tar kamu ga bis..

"Aku bisa Ra!" sergah Tara memotong ucapan Rara.

Bi asih melepaskan tangannya dari genggaman Tara dan beralih mengusap pipi Tara.

"Jadi kamu perempuan yang di lamar mas Diegy?" Tanya bi Asih.

Tara mengangguk.

Bi Asih tersenyum, tangannya kini beralih mengusap kepala Tara yang tertutup jilbab.

"Cantik, dan sopan sekali. Saya tak menyangka mas Diegy akan mendengarkan ucapan saya, tapi nduk..

Sebelum melanjutkan ucapannya bi Asih menatap kedua mata Tara. 

"Kamu harus mengerti. Pernikahan bukan perkara satu atau dua hari. Jika memang tidak berkenan jangan memaksakan diri. Ingat! Perempuan berhak memilih" lanjut bi Asih.

Lagi-lagi air mata mengalir membasahi pipi Tara "Ini sudah pilihan saya bu!" Ucap Tara.

Rara hendak mengatakan sesuatu untuk kembali menyadarkan sahabatnya namun bi Asih menahannya.

"Nduk. Jangan memilih sesuatu yang tidak kamu suka hanya karena rasa bersalah. Saya tahu kamu terpaksa mengatakan hal ini. Dalam sebuah pernikahan dibutuhkan kemantapan hati dan juga pikiran. Pernikahan itu adalah sesuatu yang sakral, tidak boleh dibuat main- main. Dan lagi, menikah dengan paksaan tidak menjamin kebahagiaan" jelas bi Asih panjang lebar.

YOUR ADDICT (END/REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang