BAB 2. Wish List

26 5 0
                                    

"Mereka yang sungguh mengenalmu akan mengerti tanpa kamu perlu memberitahu mereka"

Rasanya berat sekali untuk pergi ke sekolah hari ini. Embun sama sekali tidak memiliki semangat untuk melakukan apa pun hari ini. Embun menutup mata sejenak untuk mengurangi rasa pusing di kepalanya. Dengan malas Embun masuk ke kamar mandi lalu bersiap untuk ke sekolah. Meski berat, Embun harus menjalaninya, inilah yang semesta tetapkan untuknya.

Gadis berpakaian seragam putih abu abu itu menuruni tangga perlahan, rasa pusing masih saja hinggap di kepalanya. Embun harus menelan pahit saat melihat hal yang sama, semua orang di rumahnya sibuk dengan kegiatan masing masing meski sedang bersama.

" Pagi Ma, Bang Angkasa!" sapa Embun

" Hem."

Semua membisu, tidak seorangpun membuka obrolan. Embun bingung harus melakukan apa, sampai kapan keluarganya akan terus seperti ini.

" Angkasa gak pulang malam ini. Nginap rumah teman," ucap Angkasa memberitahu, Mariska hanya mengangguk tanpa memperdebatkan apa.pun, wanita itu sibuk dengan ponsel di tangannya. Embun sadar sejak Papa mereka meninggal, Mariska adalah tulang punggung keluarga, wanita itu harus terjun langsung untuk mengelola perusahaan milik keluarganya.

Selesai sarapan, saudara laki-laki Embun itu beranjak untuk pergi, Embun segera menyusul Angkasa

" Bang!" panggil Embun

" Hem?"

" Embun berangkat sama Bang Angkasa ya," pinta Embun.

" Gak bisa, gue buru-buru," tolak Angkas dingin, meninggalkan Embun yang lagi-lagi harus menerima kekecewaan.

Embun tidak mengetahui apa yang membuat Angkasa kini menjauh darinya. Embun rindu Angkasa yang dulu. Embun rindu pergi bersama Angkasa. Embun berusaha menahan agar air matanya tidak turun.

" Salah Embun apa?" gumam Embun.

Meski hatinya tengah sedih, meski banyak luka yang harus Embun terima, meski harus menerima banyak kekecewaan dari keluarganya sendiri sama sekali tidak membuat Embun melunturkan senyum manisnya saat gadis itu tiba di sekolah. Bagi Embun, tidak semua orang harus mengetahui luka yang dia punya, biarlah dia menyimpannya sendiri.

" Embun!" panggil seseorag.

Embun berbalik lalu tersenyum pada dua gadis yang tengah mendekatinya. Kirana dan Nora, dua sahabat baik Embun.

" Lo sakit?" tanya Kirana. Embun terlihat lebih pucat sehingga menarik perhatian sahabatnya itu

" Embun gak papa kok." balas Embun sembari tersenyum

"Oh iya. Embun mau nanya sesuatu deh," sebenarnya Embun sedikit ragu kalau harus menanyakan hal tersebut, namun jika tidak ditanyakan Embun tidak akan mendapatkan jawaban bukan.

" Tumben izin lo." cibir Nora.

"Kalau seandainya kalian hanya mempunyai waktu singkat untuk hidup, apa yang akan kalian lakukan?"

Nora dan Kirana tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya mendengar pertanyaan Embun yang sedikit aneh.

" Lo sakit?" ulang Nora. Gadis itu mulai memikirkan banyak kemungkinan yang membuat Embun menanyakan hal itu pada mereka, seolah waktu yang dimiliki gadis itu tidak lagi banyak.

" Ya bukan. Embun cuman nanya doang. Pikiran kalian pasti aneh aneh deh sekarang"tebak Embun

" Gue kirain lo sakit dan gak ngomong sama kita," ucap Nora menghela nafas lega.

Nora terlihat percaya namun tidak dengan Kirana, gadis itu memicingkan matanya mencoba mencari kebohongan di mata Embun. Gadis itu berbohong. Embun tidak berani menatapnya yang menandakan kalau Embun menyembunyikan sesuatu dari mereka

"jadi?"

" Kalau gue sih pasti menghabiskan waktu dengan semua hal yang gue suka. Toh waktu gue udah gak banyak kan, jadi yaudah. Bodo amat kalau ada orang yang gak suka sama apa yang gue lakukan," jawab Nora

"Kalau Kirana gimana?" kini perhatian Embun pada Kirana, menunggu jawaban gadis itu.

"Kalau gue pasti akan buat wish list. Hampir mirip sama Nora, gue akan mewujudkan hal-hal yang belum bisa gue wujudin, dan gue akan buat list yang pertama untuk umur gue lebih panjang,"

Embun terdiam mendengar perkataan terakhir Kirana. Apa mungkin dia akan diberi umur panjang jika membuat hal itu di wish list pertamanya.

" Thanks udah jawab pertanyaan ngawur Embun hehe,"

" Duh Fajar makin keren aja." bisikan itu mulai terdengar ke telinga Embun. Gadis itu menatap ke arah seseorang yang kini menjadi pusat perhatian kaum hawa. Dia Fajar, pria berhidung mancung dengan kacamata yang bukan membuatnya terlihat cupu tetapi malah terlihat sangat tampan.

" Lo gak ada niatan buat dekatin dia Bun?" pertanyaan yang sama yang selalu sahabatnya lontarkan.

Fajar adalah pria yang diam-diam Embun kagumi, entah hanya kagum atau mungkin sudah lebih dari itu. Embun menyukai Fajar saat melihat pria itu memasukan bola basket ke ring, yah cinta pandangan pertama. Sampai hari ini Embun tidak berani menunjukan perasaannya. Embun terlalu takut. Fajar itu tipe pria dingin yang tidak banyak bicara, Embun takut akan menerima penolakan.

Kirana menepuk bahu gadis yang maasih terbengong sibuk dengan pikirannya itu.

" Lo bisa bohongi Nora tapi lo tau kalau lo gak akan pernah bisa membohongi gue Bun," tutur Kirana

"Kirana ngomong apa sih." Embun sebenarnya tidak bisa seperti ini terus menerus, membohongi orang orang yang sudah mengenalnya sejak lama.

" Gue tunggu lo siap buat cerita."

Kirana tidak akan memaksa Embun untuk bercerita saat gadis itu merasa belum siap. Kirana mengenal Embun, dia gadis polos yang selalu menyembunyikan setiap luka di balik senyum cerianya. Embun tidak pernah ingin menjadi beban orang lain. Embun yang Kirana kenal adalah gadis kuat yang selaku berusaha membanggakan orangtua tunggal gadis itu. Embun melakukan semua hal, bahkan gadis itu tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Semua yang Embun lakukan adalah untuk Mariska, dan Kirana juga mengetahui kalau semua hal dalam hidup Embun diatur oleh Mariska.

" Dan seperti jawaban gue tadi. Udah saatnya lo hidup untuk diri lo sendiri, sudah saatnya lo hidup sesuai keinginan lo. Lo berhak bahagia Embun," tambah Kirana sembari mengembangkan senyum menenangkan sebelum meninggalkan Embun.

Embun mengepalkan tangannya. Apa yang Kirana katakan ada benarnya juga, hidupnya tidak lama lagi. Embun berhak untuk menemukan kebahagiannya sebelum hidupnya berakhir.
Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah lapangan yang dipenuhi oleh pemain basket, termasuk Fajar. Dengan pakaian basket, pria itu semakin terlihat menawan di mata Embun.

Apa mungkin Embun bisa mendapatkan Fajar dalam waktu singkat?

Embun mengambil sebuah pena dan sebuah buku yang biasa dia pakai untuk menulis isi hatinya. Haruskah Embun membuat wish list?

Setelah berdebat dengan pikirannya, gadis itu memutuskan untuk menuliskan beberapa hal yang ingin dia lakukan di sisa umurnya. Namun di antara list yang dia buat tidak satupun yang meminta agar diberi umur yang panjang, karena Embun menyadari kalau hal itu sama sekali tidak mungkin.

99 hari bersama Fajar.

Embun tersenyum sendiri membaca harapan yang dia buat. Sedikit tidak mungkin, tetapi Embun akan berusaha mewujudkannya.

" Embun akan melakukannya. Embun pasti bisa." tekad gadis itu dalam hati.
***

99 Days With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang