BAB 7. Alasan Sebenarnya

24 5 0
                                    

" Tidak boleh ada yang berubah, sekalipun waktu yang aku punya tidak banyak. Perlakukan aku seperti biasa, hanya itu keinginanku"

Embun mengambil ponselnya, mengambil sebuah foto tangannya yang diinfus lalu mengirimkan pada Angkasa, berharap abangnya itu akan datang menjenguk dia di saat sakit. Lagi Embun harus menelan kekecewaan saat Angkasa hanya membaca tanpa membalas atau menanyakan keberadaannya sekarang.

Saat bangun Embun tidak menemukan siapapun di sekitarnya. Gadis itu juga tidak ingat siapa yang membawanya ke rumah sakit. Yang terakhir Embun lakukan adalah menghubungi Fajar, setelahnya Embun tidak mengetahui apa yang terjadi. Apa mungkin Fajar yang membawanya ke rumah sakit.

Pintu yang terbuka menampilkan Nora dengan wajah khawatirnya.

" Lo gak papa?" tanya sahabatnya itu.

Embun tersenyum, gadis itu sudah merasa lebih baik. Nora bisa bernafas lega sekarang. Saat Fajar mengatakan Embun masuk rumah sakit, pikiran Nora benar benar tidak tenang. Embun jaran sekali sakit, tetapi sekalinya sakit, kondisi gadis itu pasti parah.

"Nora yang bawa Embun ke rumah sakit?" tanya Embun akhirnya

Nora mengerutkan keningnya. Melihat keadaan kamar Embun yang kosong, Nora akhirya menebak kalau Embun tidak melihat Fajar saat gadis itu bangun.

" Bukan. Fajar yang bawa lo, dia juga yang ngasih tau gue kalau lo lagi sakit," jelas Nora

Senyum terbit di bibir Embun, tidak menyangka Fajar benar benar datang untuk menolongnya. Embun harus berterimakasih pada pria itu.

" Tante Mariska udah tau kalau lo sakit?" tanya Nora, Embun menggeleng.

Embun sedikit ragu memberitahu wanita yang sudah melahirkannya itu, Embun takut menganggu Mariska yang sedang sibuk.

" Embun udah chat bang Asa sih, tetapi cuma dibaca doang," ucap Embun dengan senyum sendunya.

" Mau gue hubungi mereka ?" tawar Nora

" Gak usah Nora, makasih. Mereka lagi sibuk sepertinya," tolak gadis itu berusaha mengembangkan senyumnya.

Nora membantu Embun untuk duduk, gadis itu mengeluh capek jika tiduran terus. Nora tidak habis pikir di saat sakit seperti ini tidak seorangpun dari keluarga gadis itu yang menjaganya. Apa setidakpenting itu Embun dibandingkan dengan kesibukan mereka. Nora yakin kalau Embun udah gak ada mereka pasti akan menyesali semuanya.

" Nora nangis?" tanya Embun saat melihat tiba-tiba saat airmata gadis itu mengalir

" Nora ada masalah?" Embun mulai khawatir pada sahabatnya itu.

"Jadi ini alasannya?" tanya Nora menatap Embun

" Maksudnya?"

Nora tidak sengaja bertemu dengan seorang dokter saat gadis itu mencari ruang rawat gadis bernama Embun. Dokter yang memperkenalkan diri sebagai dokter yang memeriksa Embun itu mengatakan bahwa Embun terkena kanker otak stadium akhir dan hanya memiliki sedikit wkatu jika tidak segera ditangani

" Tolong bujuk Embun untuk melakukan kemoterapi. Kita belum terlambat, setidaknya meski tidak sembuh, kita bisa menambah umur gadis itu dengan berbagai pengobatan," pinta Buana berharap gadis dihadapannya bisa membujuk Embun untuk melakukan pengobatan.

Nora masih tidak percaya mendengar apa yang baru saja Buana sampaikan. Jadi ini alasan mengapa Embun bertanya apa yang akan mereka lakukan jika hanya memiliki waktu singkat didunia ini.

"Kenapa lo gak mau melakukan pengobatan sih, Bun?"

"Siapa yang tidak mau melakukan pengobatan?" tanya seseorang yang baru saja tiba. Kirana bingung saat melihat Nora yang menagis sementara Embun tertunduk tidak berani menetap ke arah mereka.

" Ada apa ini?" ulang Kirana

"Maaf." ucap Embun

"Bun? Kenapa?" tanya Kirana dengan lembut, gadis itu mengangkat dagu Embun agar menatapnya, wajah gadis itu sudah basah oleh airmata ternyata.

" Embun takut. Embun gak mau sendiriaan. Embun mau terus bersama kalian. Embun..Embun gak mau sendirian menghadapi kemoterapi," ucap Embun sambil terisak, air mata gadis itu semakin deras.

"Sakit apa?" tanya Kirana berusaha tenang, perasaan gadis itu semakin tidak enak.

"Kanker otak stadium akhir," jawab Nora.

Kirana menutup mulutnya dengan tangan, tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Seberat itu penyakit yang Embun sembunyikan dari mereka.

"Kenapa? Kenapa lo gak ngasih tau kita Bun? Lo baru ngasih tau kita setelah lo pergi gitu?" desak Kirana.

"Maaf." Embun tidak bisa mengatakan apa pun lagi

" Tante Mariska sama bang Angkasa tau soal ini?" Embun menggeleng menjawab pertanyaan Kirana.

" Lo harus kemoterapi." cetus Nora

" Embun gak bisa." tolak Embun

Embun bukan tidak ingin umur panjang, namun menjalani pengobatan seperti itu akan mengahbiskan banyak waktu ditambah lagi, melakukan pengoobatan sama sekali tidak menjamin kesembuhan.

" Kenapa Bun? Lo udah bosan hidup?" ketus Nora

"Nor!" tegur Kirana

" Katakan sama gue, apa alasan lo gak mau melakukan pengobatan. Lo emang seegois itu mau ninggalin kita semua ya," ucap Nora lagi menghiraukan teguran Kirana. Nora tidak mengerti dengan isi pikiran Embun.

"Justru Embun terlalu takut meninggalkan kalian semua. Embun takut kalau Embun akhirnya pergi semua masih sama. Mama dan bang Angkasa masih tidak peduli sama Embun. Embun mau melakukan sesuatu untuk memperbaiki semuanya di sisa umur Embun yang udah gak lama. Kalau Embun menjalani kemoterapi, akan banyak waktu yang terbuang, Embun tidak akan mendapat jawaban mengapa mama sama bang Asa berubah, dan Embun gak bisa ngabisin waktu bareng kalian." Embun menarik nafas sejenak, menenangkan diri

" Embun ingin melakukan banyak hal yang pernah Embun lewatkan. Embun ingin mewujudkan banyak harapan," tambah gadis itu

" Termasuk bersama Fajar?" tebak Nora, Embun mengangguk membenarkan

Hening. Semua terdiam, sibuk dengan pikiran masing masing.

"Apa aja harapan lo?" tanya Kirana yang pertama buka suara

"Ini permintaan pertama Embun,"

"Anggap semua baik-baik aja. Anggap kalian tidak pernah tau kalau Embun sakit. Bersikaplah seperti biasa, mari habiskan banyak waktu bersama," tutur Embun

" Oke kalau itu yang lo mau." Balas Kirana.

" Terus gimana sama tante Mariska dan bang Asa? Apa gak lebih baik kalau lo beritahu mereka aja. Gue yakin mereka pasti peduli kalau lo mau memberitahu mereka. Dengan begitu lo bisa tau penyebab mereka berubah itu apa," usul Nora. Meski kesal dengan keluarga Embun, namun Nora merasa tidak tega kalau mereka mengetahui kalau Embun sakit saat kondisi gadis itu semakin buruk.

" Embun takut menerima penolakan lagi. Sakit banget rasanya," ucap gadis itu

Selama ini Embun mungkin menerima dengan baik setiap perlakuan dari keluarganya yang sudah berubah total. Embun terima saat Mariska mengatur semua hal dihidupnya, Embun terima saat Angkasa mengabaikannya dan malah membentaknya, namun untuk sebentar saja Embun ingin hidup dengan bahagia. Embun ingin menghabiskan sisa waktu yang dia punya dengan membuat kenangan terindah, tanpa airmata agar Embun tidak menyesali apapun saat harus meninggalkan mereka.

" Kita akan bantu lo cari tau alaasan mengapa mereka berubah," Kirana menepuk bahu Embun.

Embun masuk dalam pelukan Kirana, ada rasa lega Embun tidak perlu lagi berbohong lebih jauh pada sahabatnya itu.

Tanpa mereka sadari ada seseorang yag sedaritadi mendengar pembicaraan mereka. Orang itu mengepalkan tangan, ada rasa penyesalan yang bertumpuk dalam hatinya

" Maafin gue Bun." lirihnya.
***

99 Days With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang