BAB 24. Harapan

13 3 0
                                    

"Semua orang berdoa untuk kesembuhannya, berharap untuk kebahagiaannya, namun semestalah yang menentukan semua yang terjadi"

Sudah seminggu sejak Fajar yang meninggalkannya begitu saja, bahkan sampai hari kepulangannya pria itu sama sekali tidak menunjukan kehadiraannya. Apa Fajar semarah itu padanya, apa Fajar benar-benar tidak ingin bertemu dengannya lagi.

"Udah siap?" pertanyaan Angkasa menarik perhatian Embun, gadis itu tersenyum lalu mengangguk

Angkasa meletakan tangannya di bawah lipatan lutut Embun, mengangkat tubuh mungil adiknya itu, lalu mendudukannya di kursi roda.

"Makasih Abang," ucap Embun tulus. Angkasa tersenyum mengacak gemas rambut adik kesayangannya itu, setidaknya Embun adaah kesayangannya sebelum kesalahpahaman tersebut merusak segalanya.

"Abang janji akan membuat kenangan tak terlupakan sama kamu." Angkasa menyadari dia pernah menyia-nyiakan waktu dengan membenci Embun, sayangnya penyesalan selalu berada di akhir, Angkasa tidak bisa memutar waktu tetapi dia bisa memperbaiki kesalahannya.

"Hem. Embun mau menghabiskan lebih banyak waktu bersama Bang Asa, Mama, teman-teman Embun dan.." gadis itu tidak bisa melanjutkan ucapannya, seharusnya Fajar juga, tetapi sepertinya tidak akan mungkin lagi. Fajar pasti membencinya sekarang. Angkasa berlutut dihadapan Embun, menatap lembut gadis yang duduk di kursi roda itu.

"Masih ada abang yang akan menemani Embun," hibur Angkasa

"Bang Asa harus lihat Embun bermain piano. Sekarang Embun udah ahli tauk," ucap Embun, Angkasa terkekeh, pasti banyak hal yang sudah Angkasa lewatkan termasuk perkembangan sang adik.

"Hem, Abang mau lihat Embun main piano. Nanti abang belikan apa pun yang Embun mau kalau permainannya bagus," balas Angkasa. Embun yang tadinya terlihat sedih kini berbinar

"Benaran ya. Apa pun. Janji?" Angkasa mengangguk.

Seorang gadis yang sedikit asing bagi Embun masuk dengan wajah menunduk. Setelah mengangkat wajahnya akhirnya Embun mengingatnya, dia gadis yang menjebaknya, mungkin.

Darla berlutut di hadapan Embun, gadis itu mengetahui apa yang terjadi pada Embun, sejujurnya dia sangat merasa bersalah, jika saja dia tidak membantu Claire, pasti Embun masih baik-baik saja sekarang.

"Maafin gue Bun. Maaf, gue terpaksa jebak lo, maafin gue." Darla tidak bisa menahan air matanya untuk keluar. Embun lumpuh, mungkin secara tidak langsung itu bukan salahnya, namun dia turut ambil bagian didalamnya.

"Gak apa-apa kok, Embun udah dengar dari Kirana semuanya," balas Embun tersenyum tulus.

Beberapa waktu lalu, Kirana datang dan menceritakan semua padanya, tentang Darla yang menjebaknya juga alasan gadis itu melakukannya. Darla butuh uang untuk pengobatan wanita yang paling dia sayangi, wanita yang telah melahirkannya membutuhkan pengobatan dengan biaya yang besar.

"Lo boleh marah Bun, lo boleh hukum gue, lakuin apa pun, please. Gue gak bisa memaafkan diri gue yang udah buat lo gini, apalagi lo memafkan gue begitu saja," mohon Darla, gadis itu rela melakukan apapun untuk menebus kesalahannya pada Embun.

"Its okey Darla, oh iya gimana kabar mama kamu?" tanya Embun

Darla menatap gadis itu dalam. Beberapa waktu lalu, dokter menemuinya dan mengatakan kalau ibunya sudah bisa melakukan operasi, karena biayanya sudah dilunasi. Awalnya Darla bingung, sebelum akhirnya bertemu Nora yang memberitahunya jika Angkasa yang sudah melunasi biaya operasi mamanya, tentu saja atas kemauan Embun. Sekarang Darla benar-benar berutang budi pada gadis itu.

"Gue gak tau harus membalas kebaikan lo dengan cara apa Bun. Gue.."Darla tidak mengetahu dari apa sebenarnya hati Embun terbentuk, bagaimana gadis itu membantunya, bahkan di saat Darla sudah menjebaknya. Embun lagi-lagi tersenyum, menarik tangan Darla dengan lembut.

"Tetap berbuat baik ya. Tuhan selalu punya rencana yang indah untuk hidup kamu," tutur Embun.

"Apa pun yang terjadi, jangan berubah, tetap jadi Darla yang baik. Apa pun keadaannya jangan pernah melakukan hal jahat lagi," tambah gadis itu, Embun menepuk pelan tangan Darla

"Gimana lo bisa setegar itu? Lo bahkan bisa tersenyum di saat lo tau kalau waktu lo udah gak lama lagi." Darla benar-benar salut dengan Embun.

Di saat dia sakit, di saat dia dibuat menderita gadis itu tetap menjadi Embun yang menyejukan. Mungkin jika Darla berada di posisi Embun saat ini, gadis itu pasti selalu menyalahkan semesta, namun lihat bagaimana Embun dengan tabah menerima takdir kejam yang semesta tetapkan untuknya.

Di balik senyum itu, disamping dua orang yang tengah berbeda raut wajah itu ada seorang yang tanpa sadar menangis mendegar perkataan adiknya. Apa yang sudah Angkasa lakukan pada gadis sebaik Embun.

"Semesta gak pernah salah Darla. Semesta punya cara tersendiri untuk memberi kebahagiaan bagi kita. Mungkin bagi kita itu terlihat kejam, namun menurut semesta itulah yang terbaik," jelas Embun.

Darla menarik Embun dan memeluknya, menangis di balik punggung Embun. Dia belajar banyak hal dari Embun, tentang kesabaran, tentang menanggapi semua hal yang terjadi dengan positif, tanpa mendendam dan tanpa kebencian, hanya dengan begitu, maka semua akan berakhir bahagia.

"Semoga selalu bahagia Embun," ucap Darla setelah melepas pelukannya. Embun tersenyum mengangguk.

"Kamu juga. Jaga ibumu dengan baik," pesan Embun

Angkasa mendorong kursi roda Embun menjauh meninggalkan Darla yang menatap mereka yang mulai menghilang.

"Gue berharap lo diberi umur lebih panjang Bun, atau paling tidak lo terlahir lagi sebagai orang paling bahagia, dengan umur panjang dan kehidupan yang lebih baik lagi,"

Semua berdoa untuknya, semua berharap untuknya, namun semesta yang menentukaan segalanya.

..

Embun tersenyum saat pintu dibuka, dia disambut oleh orang orang tersayangnya. Mariska, Kirana, Argo, Nora , Sky juga beberapa teman dari club musiknya ada di sana, menyambut kepulangannya dengan senyum hangat, Embun terharu dibuatnya.

"Selamat datang sayang. Semoga bahagia selalu," ucap Mariska menyambut Embun dalam pelukan hangatnya.

"Embun bahagia Ma. Sangat, Embun bahagia bisa bertemu kalian semua, bisa terlahir jadi putrinya Mama Mariska," balas gadis itu

"Mama udah masakin makanan kesukaan Embun, cake coklaat khusus untuk putri kesayangan Mama,"

Embun terkekeh, Embun merindukan ini semua. Embun bersyukur bisa terbangun, dan memiliki sedikit waktu lagi untuk bersama dengan orang-orang yang dia sayangi, namun ada kekosongan di hati gadis itu, ada yang kurang.

Angkasa menyadari perubahan raut wajah adiknya itu. Angkasa mengerti perasaan Embun, gadis itu pasti merindukan Fajar. Sudah berkali-kali Angkasa berusaha menghubungi pria itu namun tak kunjung mendapatkan balasan.

"Embun mau main piano. Embun mau nunjukin sama bang Asa kemampuan Embun." pinta gadis itu.

"Baiklah. Sepertinya putri mama ini mau menghibur kita semua. Sesuai permintaaan tuan putri, piano sudah siap digunakan," ucap Mariska sambil tertawa.

Dengan bantuan Angkasa, kini Embun berada di hadapan piano yang selalu dia gunakan. Piano yang biasanya berada di ruang khusus latihannya, kini berada di ruang tamu, sepertinya Mariska sengaja memindahkannya.

Jemari Embun bergerak dengan lincah di atas tuts piano. Piano concerto no. 2 nd oleh Shostakovich adalah pilihan lagu yang Embun mainkan. Semua yang mendengar dentingan melody dari piano yang Embun bawakan terbawa suasana, bahkan tanpa sadar beberapa dari mereka menangis mendengarnya. Embun memainkannya sambil tersenyum, selalu sama, orang akan menangis mendengar permainan pianonya, sebaliknya Embun memainkan piano sambil tersenyum.

Semua orang bertepuk tangan setelah Embun selesai dengan permainan pianonya.

"Adek Abang hebat banget!" puji Angkasa

"Semua berkat Mama. Berkat semua kursus yang Mama siapkan, Embun bisa mengembangkan bakat Embun," balas gadis itu

"Mama selalu bangga sama kamu. Maaf Mama tidak pernah menunjukannya,"aku Mariska.

Setiap kali memenangkan kontes piano, Mariska selalu bangga pada Embun, namun Mariska memilih untuk menyembunyikannya dan bersikap seolah dia tidak bangga memiliki putri seperti Embun. Nyatanya Mariska selalu membanggakan Embun pada semua rekan kantornya tanpa sepengetahuan putrinya itu.

99 Days With You [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang