8. Dia, datang

90 89 18
                                    

------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

------

-Nara-

-Nara-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌙

Pandanganku kosong. Meratapi kisah hidup serta takdir ini, berusaha menerima dengan lapang dada. Hari ini berbaring di kasur menjadi rutinitasku. Izin tidak masuk kelas hari ini karena dokter menyuruh untuk beristirahat total. Akan tetapi, aku tidak betah.

Entahlah, aku selalu self claim jika diriku ini sudah hancur. Baik secara mental dan .... seperti yang dilihat, aku sangat menderita.

🌙

Suara klakson mobil dan motor saling bersahutan, membuat telingaku pengang. Berbekal nekat, aku berangkat ke Kampus dengan kondisi yang masih lemas dan kepala yang agak pusing.

"Nara!!!!" Aku menoleh ke sumber suara, menghela nafas panjang, itu Vanya. Pasti dia akan menceramahiku habis-habisan. "Kamu kenapa masuk? Kamu harus istirahat total hari ini."

"Aku nggak betah di rumah. Sumpek."

Vanya menatap sinis ke arahku, "Kesehatan lebih penting dari apapun."

"Kata Dokter, aku cuma kelelahan. Jika aku bermanja-manja nanti aku jadi malas." jelasku pada Vanya.

"Oke, aku akan mengawasimu, Nar."

Aku mengangguk dan tersenyum kearahnya. Aku bersyukur setidaknya aku memiliki Vanya.

🌙

-Kantin kampus-

Aku dan Vanya duduk di bangku kantin. Situasinya lumayan ramai, hampir semua bangku terisi penuh.

Ku cengkram lengan bajuku sangat kuat. Jantungku berdetak cepat, nafasku tidak beraturan dan terasa sesak. Entah, ini nyata atau sekedar halusinasiku. Aku melihatnya, tepat di depan pandanganku. Laki-laki itu, yang membuatku seperti sekarang.

Dia mantan pacarku, Daren.

Keringatku mulai bercucuran , tubuhku terasa lunglai. Aku takut. Sungguh.

Dengan kaki gemetar aku meninggalkan Vanya sendirian di Kantin. Dia memanggilku, tetapi aku tak mengindahkan panggilannya.

Aku terus berlari ketakutan.
Mentalku sudah terganggu karena hal ini. Diriku selalu cemas ketika mengingat kejadian itu, apalagi melihat wajah pelaku.

"Ah-----," tanganku ditarik oleh seseorang.

Itu kau, Bara.

Tangisanku pecah. Aku tak bisa menahan nya lagi.

"Ada apa, Nar?"

Aku tidak menjawabnya karena terlalu larut dalam isak tangis. Kau mendekapmu, menarikku ke dalam pelukanmu. Tepukan berasal dari tanganmu itu sangat menenangkan. Aku tidak peduli lagi antara kecanggungan kita. Aku sungguh takut.

"It's oke, Nara. Ada aku disini."

Aku pun membalas pelukan mu tanpa ragu. Di belakang Kafe, kita saling berpelukan. Aku menangis lagi di hadapanmu, kau melihatku seperti ini, menyedihkan. Aku tak peduli, aku terganggu dan terusik dengan bayangan masa laluku.

🌙

-3 tahun yang lalu-

Aku mengejar Daren seusai dia memutuskan hubungan kami. Aku tidak terima, karena rasanya tidak adil. Aku selalu mengerti kondisinya, memahami dan mencintainya dengan tulus. Namun, balasannya sangat kejam. Dia bilang, kalau aku ingin menghancurkanya hidupnya.

Saat aku berlari mengejarnya, ternyata Daren sudah masuk ke dalam mobil. Aku berlari lagi mencoba mencegah mobil agar berhenti. Ya, aku sangat bodoh. Aku menyadarinya.

Yang kuharapkan Daren akan memberhentikan mobilnya. Ternyata, tidak. Dia tetap melajukan mobilnya itu dan menabrakku kencang. Hingga tubuhku terpental jauh. Ku pikir hari itu adalah hari terakhirku hidup. Mati konyol seperti itu. Sedangkan Daren melarikan diri begitu saja.

Kala itu di tempatku terbaring bersimpah darah sangat sepi dari kerumunan, di baseman. Dalam hatiku, aku telah menyerah, pulang tinggal nama. Namun, takdir berkata lain, Tuhan mengirimkan seseorang untuk menolongku. Ya. Dia yang menyelamatkanku, Bara.

Dengan samar-samar aku bisa melihat wajahnya. Tuhan memberikanku hidup. Kesempatan kedua, untuk belajar lebih dalam lagi tentang kehidupan ini. Daren telah melakukan kekerasan fisik padaku Semua bukti ada pada tubuhku. Inilah sebabnya aku selalu mengenakan baju lengan panjang untuk menutupi semua bekas luka.

•••••

Hai, jangan lupa Vote dan Comment, ya!! Terima kasih.

Salam hangat, Olif.

Tigapuluh Satu | Na Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang