9. Khawatir

85 88 13
                                    

-------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-------


-Bara-

-Bara-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌙

Aku memelukmu. Tubuhmu masih gemetar hebat. Aku tidak mengetahui apa yang terjadi denganmu, yang pasti aku mengkhawatirkan keadaanmu ini, "It's, oke, Nara. Ada aku disini." aku hanya bisa menenangkanmu dengan cara seperti ini.

Kita masih canggung. Namun, harus dihilangkan untuk saat ini. Wajahmu ketakutan, kau terisak-isak. Ada apa sebenarnya?

"Bara.." kau memanggilku. Kita masih dalam posisi berpelukan.

"Ya? ada apa, Nar?" dengan perasaan bahagia aku menjawab.

"Maaf... Maaf aku telah memelukmu,"

"Jika membuatmu merasa lebih baik, tak apa. Peluk aku, sesukamu."

Setelah kejadian tadi, aku mengajakmu beranjak ke taman. Duduk bersampingan untuk pertama kalinya. Kau masih termenung, pandangan mata pun kosong. Aku membiarkanmu, bermaksud tak ingin menganggu ketenanganmu.

"Kamu tidak sibuk? Seharusnya kamu berada di Kafe."

"Tidak, sudah ada yang menggantikanku disana."

Kau hanya menganggukan kepala. Aku harus mulai dari mana lagi? Jarak diantara kita belum bisa ku lewati.

"Bagaimana kabarmu?"

Seketika aku menoleh, kau bertanya tentang kabarku. "Seperti yang kamu lihat, aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

Aku menantikan jawabanmu, "Aku masih sama, tidak baik ataupun buruk."

Aku mengangguk mengerti, itulah yang kuduga, kabarmu masih berwarna abu-abu. Memendam perasaan takut seorang diri. Tidaklah mudah, mungkin itu yang sedang kau alami.

Namun, apa hak untuk bertanya lebih jauh? seperti sekarang saja kurasa sudah cukup. Walaupun aku berharap lebih denganmu, apa itu salah?

Sekilas kutatap wajahmu itu. Luka yang ada di keningmu telah menghilang, walaupun meninggalkan bekas luka tidak mengurangi manis di wajahmu.

"Sebenarnya apa yang terjadi sampai kamu seperti ini?" Aku memberanikan diri untuk bertanya.

"Tidak terjadi apa-apa, aku hanya terganggu."

Anehnya sampai detik ini, kau tidak pernah melihat ke arahku. Kau seperti patung menghadap ke satu arah saja. Mengapa?

Aku ingin kau melihatku dan aku ingin kau tersenyum untukku. Sederhana, namun berarti untukku.

•••••••

Hai, jangan lupa Vote dan Comment, ya! Terima kasih.

Salam hangat, Olif.

Tigapuluh Satu | Na Jaemin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang