A Perverted Spy

560 21 2
                                    

"Kamu betul-betul sulit dipercaya," gerutu Erick begitu aku membukakan pintu untuknya.

"Welcome to my humble home," ujarku dengan senyum lebar.

"You can NOT be telling me that this is where you live." Ia melangkah masuk.

Aku meringis mendengar hal tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku meringis mendengar hal tersebut. "I get what you mean," kataku. "But I am undercover, remember?" Kututup pintu di balik punggungku.

"Kamu beneran niat, ya?" Pria itu masih menggeleng-gelengkan kepalanya tiada henti. "Tapi, kenapa harus di sini?"

"Karena ini tempat yang pasti orang-orang dekat saya enggak pikirkan," jawabku selagi membenamkan diri ke sofaku yang sederhana.

Erick mengikutiku. "Setidaknya kamu punya penyejuk ruangan."

Aku terbahak. "Exactly," kataku.

Kuperhatikan Erick yang sungguh tampak terkejut dengan apa yang dilihatnya. Pria ini betulan terlihat seperti dia tidak seharusnya berada di sini. Pakaiannya dari atas sampai bawah mungkin cukup untuk membayar harga sewa apartemen ini selama setahun. Bagaimana tidak? Erick adalah konglomerat garis keras. Sebagai penggemar merek-merek branded juga, aku menaksir jika baju santai yang menempel padanya kini bisa lebih dari lima ribu dolar.

"Saya penasaran," kataku.

Erick menoleh. "Ya?"

"Apa yang membuat orang seperti kamu mau temenan sama saya?"

Ia tampak termenung untuk sesaat, sebelum setelahnya terkikik kepada dirinya sendiri. "Maksudmu, orang enggak jelas yang ngaku-ngaku sebagai agen dalam penyamaran?"

"Saya enggak pernah bilang saya agen!" jeritku. "Saya cuma bilang saya dalam penyamaran."

"Yeah, yeah, whatever." Ia memutar bola mata. "Kamu mau nanya kenapa saya mau bergaul dengan orang menengah ke bawah, itu maksudmu?"

Aku mengangguk. "Berdasarkan pencarian Google kecil-kecilan yang sudah saya lakukan, perusahaan kamu boleh juga, kok," kataku. "Kamu itu terlalu sederhana, Erick."

"Dikatakan oleh seseorang yang hidup di apartemen reot," ujarnya seketika.

Aku terpingkal-pingkal.

"Pada intinya: satu, saya tahu kamu bukan kalangan menengah ke bawah, kedua–"

"Tapi kamu bilang sendiri ini apartemen reot!" Aku terkikik.

"Mana ada orang yang financially challenged tapi tiap hari hang out di Cassanove?" Ia menyebut bar tempat di mana kami pertama kali bertemu. "Kedua, saya berteman dengan siapa saja, kapan saja, dan di mana pun saya mau. Satu hal yang harus kamu tahu dari saya adalah saya enggak pandang bulu."

Aku tersenyum miring. "That's fucking hot."

Ia melirik ke arahku. "So are you."

[18+] DIRTIEST SCANDALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang