"Jadi...," ujar Erick dengan raut wajah kebingungan, "bocah itu... beneran imigran gelap?"
Sekalipun berat hati, pada akhirnya aku memangutkan kepala.
"Sejak kapan kamu tahu soal ini?" tanyanya lagi. Ini sudah entah perihal ke berapa yang pria ini tanyakan. Namun, aku tahu kalau aku tidak bisa lari lagi kali ini. Maksudku, Erick berhak tahu apa yang selama ini telah berusaha aku rahasiakan. Karena selain sudah banyak membantuku, aku yakin dia pun sudah mengetahui apa yang menimpa Nara. Memangnya bagaimana lagi dia berhasil mengumpulkan semua informasi ini kalau dia tidak punya koneksi yang bagus...?
"Waktu kita berdua mencari rumah Nara," balasku apa adanya.
"Dan kamu sengaja enggak membagi informasi ini dengan saya?" Ia memandangiku penuh selidik seolah aku ini adalah maling kecil yang baru saja menerobos masuk ke dalam rumahnya.
Mengapa malah aku yang harus dihakimi? Yang selayaknya diinterogasi adalah bocah itu, bukan aku.
"Kamu perlu tahu kalau saya pun bukan orang yang gampang percaya dengan orang lain," tuturku setelah mengatur napas. Aku tidak terbiasa menahan amarah. Biasanya aku sudah merajuk dan meninju, tetapi saat ini aku harus mengondisikan sikapku. Perasaanku mengatakan kalau Erick adalah satu-satunya orang yang bisa kumintai pertolongan.
"Kamu takut saya laporkan Nara ke polisi...?"
Aku menganggguk.
Responku membuang Erick membuang napas kasar kemudian menyandarkan punggungnya ke sofa. Ia melipat kedua tangan di depan dada lalu memijat pelipisnya sendiri, tampak kehabisan kata-kata. Dia bahkan tidak menyangkal kecurigaanku. Bagaimana bisa aku mempercayainya sepenuhnya?
"Kamu masih belum jawab pertanyaan saya," ujarku kemudian. "Dari mana kamu dapatkan semua informasi ini?"
"Saya punya koneksi," jawabnya singkat. Kedua matanya mendadak menghujamku tajam. "Saya yakin kamu tahu apa yang saya maksud." Ia seolah berkata, Kamu pun salah satu bagian dari kami, kenapa masih nanya?
Kendati demikian, kasus ini berbeda. Erick sudah menyelidiki sesuatu yang berpotensi menjadi skandal besar antar negara. Fakta kalau dia memiliki ketertarikan terhadap Nara jelas mencurigakan. Mengapa dia menyelidiki Nara sendiri? Apa dia ini diam-diam adalah seorang polisi?
"Kenapa?" todongku kemudian.
Ia menatapku tidak mengerti.
"Kenapa kamu menyelidiki Nara?"
Entah mengapa, wajahnya mengeras. "Kamu... mencurigai saya?"
Aku tersenyum masam. "Saya punya alasan untuk mencurigai semua orang."
Pria itu mendengus sarkastik. "Kamu bener-bener keterlaluan, Lexa," ujarnya.
Giliran aku yang menyalak, "Kalau kamu ingin saya untuk berhenti mencurigai kamu, sebaiknya kamu mulai bicara. Kenapa kamu menyelidiki Nara?"
"Karena kamu tertarik ke dia," gumam Erick, yang nyaris tidak terdengar di telingaku. "Saya ingin tahu apa yang spesial dari dia."
Jawaban yang pria ini berikan secara mutlak membuatku melipat dahi. Apa-apaan yang dia bicarakan...?
"Saya minta salah satu agen saya untuk mencari tahu, dan dia melaporkan kalau semua informasi yang dia temukan itu mencurigakan," sambung Erick selagi menghindari tatapanku. "Dan sekarang kamu bilang ke saya kalau dia adalah seorang imigran terlarang—semuanya jadi masuk akal buat saya."
"Di dokumen ini,"—aku mengetuk seonggok kertas yang barusan aku baca—"dikatakan kalau Nara adalah anak angkat. Bagaimana bisa dia berakhir di Indonesia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[18+] DIRTIEST SCANDAL
RomanceTOP 8 in #Explicit Category Kabur dari tanggung jawab sebagai penerus perusahaan ayahnya, Lexa Cohen-dominatrix dunia malam ibu kota-malah dipertemukan oleh seorang bocah kemarin sore yang membutuhkan bantuan. Tanpa campur tangan Lexa, Nara sudah da...