Naruto bagian 5

875 112 22
                                    

Setelah pulang dan sampai rumah aku bergegas ke dapur dan mengambil semua bahan masakan di bantu paman Hidan lagi. Entah mengapa mengingat reaksi kedua orang itu membuat hatiku sedikit merasakan sakit. Kini pikiranku melayang apakan kelak kalau hubunganku dengan kak Sasuke tercium publik akan menimbulkan pandangan sama seperti mereka. Memikirkan hal itu membuatku kehilangan fokus dan jariku terluka. Aku menahan perih tapi paman Hidan dengan cekatan mengambil kotak p3k dan membungkus luka ku dengan plester luka.

"Apa yang membuat anda kehilangan fokus tuan?"

"Entah lah paman. Melihat reaksi mereka aku takut." jujurku

"Anda takut kalau hubungan dan orientasi anda di ketahui publik dan membuat anda di cap makhluk paling hina?"

Aku mengangguk lemah. Paman Hidan memposisikan diri di depanku dan lebih rendah sembari memegang kedua tanganku. "Percayalah kalau tuan Ryusuke akan selalu ada untuk anda tuan. Bahkan tuan Ryusuke akan dengan senang hati berkorban untuk anda dan tuan muda Yota."

"Tapi tetap saja aku takut paman." cicit ku lagi.

"Apa yang kakak takutkan tak akan pernah terjadi." kata-kata tegas dari arah pintu membuatku dan paman Hidan menoleh mencari sumber suara.

"Yota!"

"Kakak terlalu memikirkan yang tidak-tidak. Kak Ryusuke tak akan pernah meninggalkan kakak. Kita keluarganya sekarang. Jadi hentikan ketakutan kakak yang tidak berarti itu." kata Yota santai sambil duduk meminum jus stroberi yang baru saja dia ambil.

"Masalahnya tadi tuan Naruto mengalami hal tak terduga?" jawab paman Hidan

"Apa itu paman?"

"Tadi dia bertemu dengan seseorang dan saat tuan Naruto jujur akan ternyata mereka punya tanggapan lain yang jelas sangat negatif."

"Bisa paman jelaskan lebih rinci? Otakku sedikit kacau gara-gara kuis dadakan dari guru bahasa."

Paman Hidan mulai cerita dari awal hingga akhir. Aku hendak melarangnya tapi kata paman lebih baik Yota tahu. Setelah Yota tahu kini terlihat raut marah dan benci di wajahnya. Aku berlutut di hadapan Yota untuk menenangkannya.

"Yota!" panggilku lembut membuat kemarahannya sedikit reda. "Aku tak peduli siapa mereka. Kalaupun mereka keluarga ku tapi kebersamaan kita jauh lebih berarti. Aku akan rela jauh dari mereka asalkan tidak jauh darimu dan kak Sasuke. Kalian sekarang belahan jiwaku. Aku tak bisa jauh dan kehilangan kalian."

"Boleh aku minta sesuatu pada kakak?"

"Apapun akan aku kabulkan untukmu Yota." kataku.

"Putuskan hubungan kakak dengan mereka semua. Aku tak ingin kakak berurusan dengan mereka meski salah satu dari mereka bersikap baik pada kakak. Apa kakak bisa?"

"Mmmm... tentu saja. Aku akan kabulkan." janjiku karena memang aku tak ingin kembali bertemu mereka. Aku masih tak bisa melupakan reaksi mereka. Aku takut.

Setelah semua masakan siap pintu utama terbuka dan kak Sasuke muncul dengan jas yang sudah terlepas dari tubuhnya. Aku menyambut dan mengambil alih tas dan jas dari dirinya. Saat hendak pergi lenganku di tahan olehnya dan entah sejak kapan bibir kak Sasuke sudah mendarat di bibirku.

"Sedikit asin tapi tetap nikmat." ucapnya setelah ciuman tadi terlepas.

Karena malu aku segera bergegas menuju kamar kak Sasuke meletakan jas dan tas ke tempatnya. Setelah menaruh aku bergegas turun tak lupa mengambil kaos untuk ganti namun saat hendak keluar pintu tubuhku sudah menabrak sesuatu. Keras tapi hangat. Aku mendongak dan mendapati kak Sasuke yang sudah tidak memakai kemeja dan bertelanjang dada. Kagum itu yang aku rasakan. Kenapa aku tak bisa memiliki tubuh seperti kak Sasuke. Sangat besar dan berotot.

"Suka dengan yang kau pandang dear?" goda kak Sasuke yang membuatku malu.

"Se sejak kapan kakak ada di sini?" tanyaku gugup

"Baru saja dan saat aku mau memelukmu kau sudah memutar balik. Tapi tak apa posisi ini lebih aku suka." kata kak Sasuke memeluk pinggang ku dan membuat jarak semakin dekat. "Aku rindu bibirmu dear. Bisa aku menciumnya lagi lebih lama?"

Aku tak menolak dan menganggukkan kepala karena jujur aku sangat terpesona dengan tubuh indah kak Sasuke. Perlahan kak Sasuke mendaratkan bibirnya di bibirku memberi sensasi yang luar biasa. Kak Sasuke menyudahi ciuman itu dan langsung menyambar handuk dan bergegas ke kamar mandi.

Aku yang bingung hanya menatap kamar mandi yang sudah tertutup dengan suara air mengalir dari shower cukup kencang. Tak tahu harus apa aku bergegas kembali ke ruang makan menyiapkan semua makanan.

"Kemana kak Ryusuke?" tanya Yota makan lebih dulu.

"Mandi. Kenapa kamu makan duluan tidak menunggu kita?" omelku membuat Yota tertawa lirih.

"Aku lapar. Paman Kakashi mau mengajariku karate dan muathai. Hari ini sudah di mulai dan aku di larang naik kendaraan umum dan harus lari. Untung jarak sekolah tidak terlalu jauh tapi tetap saja lelah dan lapar."

"Tapi tidak sopan makan duluan Yota..." tegurku membuat Yota menunduk.

"Maaf kak lain kali aku janji tidak akan aku ulangi."

Aku tersenyum lalu dari atas datang kak Sasuke kembali memakai setelan jas berwarna biru gelap.

"Kakak pergi lagi?" tanya Yota memakan potongan daging asap.

"Aku ada meeting di kota D dua jam lagi tapi aku harus kembali ke kantor mengambil berkas. Yang lain juga sudah menunggu."

"Apa pulang larut?" tanyaku penasaran.

"Kemungkinan iya tapi aku akan pulang dan tidak main jadi jangan khawatir dear hatiku hanya untukmu saja." balas Kak Sasuke  membuatku tersipu.

Selesai makan semua sudah rapi aku membuka beberapa buku pelajaran dan mulai mempelajarinya. Rasanya menyenangkan bisa belajar lagi. Terlebih paman Iruka sangat baik dan telaten memberiku materi dan menjelaskan secara rinci agar aku mudah mengerti. Namun di balik kesibukanku pikiranku masih tidak bisa menghilangkan kejadian di pemakaman. Nyeri di dada ini. Mereka itu... entahlah aku tidak tahu apa yang ada di benak mereka semua. Rasanya sakit kalau mengingat itu tapi aku juga ingin punya orang tua tapi penolakan itu sudah cukup membuatku tahu kalau tidak semua menerima status orientasi seksual ini dengan tangan terbuka. Sudah pasti cibiran dan hinaan lebih banyak.

Kini pandanganku kosong ke arah jendela kamar yang menampakan hamparan langit biru dengan awan tipis yang indah di tambah semilir angin menambah kesan nyaman saat ini. Aku berharap hubunganku dengan kak Sasuke tak mengalami masalah yang besar. Sedikit lelah menatap langit mataku tak sengaja menatap kalender di meja belajar.

Aku mendesah mengeluarkan beban. Sebentar lagi ulang tahunku. Ulang tahun yang entah asli saat aku lahir atau saat aku pertama kali di temukan. Ku tarik laci meja dan mengambil figura foto bunda Karin yang memangku ku saat aku berusia 5 tahun. Ku peluk foto kenangan itu dengan erat. Rasa rinduku pada bunda kembali melanda hingga tanpa ku sadari aku sudah terisak menangis rindu akan kasih sayang bunda.

Entah berapa lama aku menangis namun saat aku tahu Yota sudah duduk di depanku dengan memeluk kedua kaki menaruh kepalanya di pangkuanku. Dia juga menangis namun itu malah membuatku semakin histeris karena ingat saat di pantai dulu dimana Yota memeluk bunda seperti ini mengadu akan tidak punya teman dan tidak kebagian mainan. Di sela tangisku aku selalu menyebut nama bunda Karin.

Tangisku baru reda saat kak Sasuke memeluk ku dan Yota dalam dekapan tangan besarnya. Kak Sasuke membisikan kata sayang dan semangat membuatku tenang dan mengantuk. Aroma maskulin dari tubuhnya membuatku tenang dan damai. Jika Tuhan itu ada dan mau mendengar dan mengabulkan permohonan, aku hanya ingin satu hal saja. Aku ingin bahagia bersama kak Sasuke dan Yota. Itu saja tidak lebih.

Cinta Kita SatuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang