7. Kau Mencintaiku?

644 75 9
                                    

Kehamilan Rina sudah menginjak delapan bulan, tentu saja dia sudah berhenti bekerja sesuai perjanjiannya dengan sang Ibu tercinta. Bekerja beberapa bulan di apotek, uangnya sudah lumayan banyak terkumpul, cukup untuk dirinya melakukan persalinan nanti.

Rina melamun, menatap ibunya yang sedang sibuk menjahit. Dia masih memikirkan Zifa, ibunya belum berhasil menemukan keberadaan Zifa. Katanya Zifa lolos tes beasiswa di beberapa fakultas. Tetapi pihak sekolah tidak bisa memberitahu ibunya di fakultas mana saja Zifa lolos karena itu privasi sekolah.

Setelah Rina melahirkan, dia bertekad untuk mencari Zifa, kalau bisa dia mengacak-acak sekolahnya dulu sekalian untuk mencari tahu Zifa kuliah ke mana, itu harus dia lakukan, harus!

"Nanti kalau kamu saat ditinggal oleh Mama, yang anteng ya dengan Oma. Mama ingin mencari sahabat Mama dulu," gumam Rina sambil mengelus perut besarnya.

Rina meringis lalu terkekeh merasakan tendangan kecil di perutnya. "Anak baik. Selalu saja memberi tanda seolah mengerti jika Mama sedang bicara padamu. Memangnya kamu mengerti apa yang Mama bicarakan?"

Rina meringis kecil lagi namun terkekeh geli merasakan tendangan kecil itu lagi.

Rina menoleh ketika ada yang mengetuk pintunya, tak lama pintu terbuka. Seorang pria menyembulkan kepalanya sambil tersenyum.

"Masuk, Rai," inruksi Rini.

Raihan membuka pintu lebar dan menyengir. "Baju Raihan sudah beres, Bu?" tanyanya.

"Belum, duduk dulu saja sana. Ini sedang dikerjakan."

"Oke, Bu."

Raihan duduk di depan Rina lalu menyimpan kantong kresek putih berisi makanan di meja.

"Bawa apa?" tanya Rina.

"Martabak bangka, buka saja."

"Untukku?"

"Tentu saja."

Mata Rina berbinar lalu membuka dan memakan martabak dengan lahap. Rina memang sudah nyaman berteman dengan Raihan, pria itu ternyata sangat baik dan perhatian, dia merasa disayangi oleh seorang Kakak.

"Besok jangan lupa cek kandungan, ya. Besok bareng saja berangkatnya denganku. Aku khawatir jika kau naik angkot," ajak Raihan.

"Boleh deh."

"Jadi Ibu tidak perlu ikut, ya. Nak Raihan saja tolomg temani Rina. Soalmya Ibu ada urusan besok," timpal Rini lalu duduk di sebelah Rina, memberika kantong berisi baju Raihan.

"Memangnya Ibu mau ke mana?" tanya Rina.

"Ibu berangkat dari pukul 07.00, mau mengantar pakaian ke Cianjur kota sekalian mencari bahan untuk menjahit."

"Tenang saja, Bu. Aku akan mengantar Rina juga."

"Ya sudah deh," timpal Rina pasrah.

Begitu tuh jika ibunya dan Raihan sudah bersekongkol, Rina sudah dipastikan kalah telak dan tidak bisa menolak.

🔗🔗🔒🔗🔗

Rina dibantu Raihan turun dari mobil mereka baru saja sampai setelah memeriksa kandungan Rina.

"Terima kasih. Kau langsung balik lagi ke rumah sakit?" tanya Rina.

"Tidak kok. Mau pulang dulu, mamiku tadi menelepon beliau ada di rumah."

Rina hanya mengangguk lalu berjalan diikuti Raihan.

"Sepertinya itu mamimu," tunjuk Rina dengan dagunya melihat wanita seumuran ibunya duduk di kursi di teras kontrakan Raihan.

Balanced Hate and Love ⭕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang