"Rin, kamu sudah urus kepindahan Alben?" tanya Bayu baru pulang bekerja lalu duduk di sofa.
Rina yang sedang menemani Alben belajar mengangguk. "Sudah Yah, pindah ke SDN 1 Sukanagara."
Bayu mengernyit. "Loh, tidak ke SD Gunungsari saja? Itu kan lebih dekat."
Rina menyengir. "Aku kan rencananya mau buka butik di dekat situ, Yah. Jadi agar aku bisa mengawasi dan tidak capek antar jemput Alben. Pulang sekolah Alben bisa menunggu di butik," jelas Rina.
"Oalah, bagus-bagus. Kamu sudah survei tempatnya?"
"Belum sih, Yah. Aku baru dapat info saja dari Bu Anna kalau di dekat SD itu ada ruko yang mau dijual."
"Berapa tuh? Biar Ayah saja yang beli."
"Ih tidak usah, Yah. Uangku ada kok."
Bayu mengibaskan tangannya. "Simpan saja uangnya untuk keperluan lain. Soal jual beli tempat biar Ayah yang urus."
Rina cemberut, benar sekali dugaannya. Jika dia ingin membeli sesuatu terus bilang dulu pada ayahnya, selalu saja begini. "Tapi, Yah, a--"
"Ah, Ayah tidak sabar ingin segera pindah dan berkebun saja. Ayah sudah lapar nih. Yuk makan, Ibu masak apa ya untuk makan malam," potong Bayu lalu pergi ke dapur.
"Ish, dasar Ayah, kebiasaan," gerutu Rina.
"Ma, kita jadi pindah minggu depan?"
Rina menatap putranya. "Jadi dong, minggu depan kamu bisa langsung masuk sekolah."
"Kita tidak pindah rumah dari sekarang, Ma?"
"Tidak, soalnya kan rumah baru jadi. Hari ini sampai minggu depan rumahnya dibersihkan dan diisi barang-barang dulu."
Alben mengangguk mengerti. "Terus bagaimana dengan pekerjaan Mama?"
Rina menjawil hidung Alben gemas, untuk apa putranya ini menanyakan pekerjaannya segala. "Pekerjaan yang belum selesai, nanti Mama kerjakan di Cianjur."
"Terus pekerjaan yang su--"
"Nanti dipaketkan lewat ekspedisi yang ada di sana," sela Rina tahu apa yang akan Alben tanyakan lagi.
Alben tampak berpikir, mulai deh Alben bawelnya. "Terus nanti di sekolah baru teman-temannya baik tidak?"
"Em... Mama kurang tahu. Nanti kamu lihat saja sendiri dan ceritakan pada Mama, ya. Sekarang sudah dulu belajarnya. Kamu ini sudah libur sekolah juga belajar terus."
"Tapi, Ma. Aku masih penasaran dengan materi kelas tiga nanti. Kata kakak kelasku kemarin-kemarin, kelas tiga pelajarannya agak susah. Tapi di buku pemberian kakak kelasku ini sepertinya tidak susah kok. Apa pelajaran di sekolah baru akan sama dengan sekolah aku yang kemarin?"
Rina menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Dia mulai bingung dengan pertanyaan Alben. Kenapa pula putranya ini bawel sekali? Satu-satunya cara agar Alben berhenti bertanya adalah bertanya kembali pada putranya itu.
"Sepertinya akan sama saja kok. Ngomong-ngomong kamu dapat buku paket dan LKS kelas tiga dari siapa? Kakak kelas yang mana?"
"Aku tidak kenal dengan kakak kelasnya, Ma. Aku hanya meminta bukunya, em... memintanya secara paksa."
Rina menepuk jidatnya. "Lagi? Kamu memalak buku itu dari Kakak kelas?"
Alben mengangguk dan menatap mamanya polos. "Tapi aku mintanya pas hari perpisahan kok, Ma. Jadi bukunya tidak akan dipakai lagi, mungkin. Habisnya aku penasaran sih."
Rina menghela napas, lagi-lagi Alben jadi pemalak buku LKS kakak kelasnya hanya untuk mengobati rasa penasarannya. "Alben, sudah Mama bilang, lain kali jika kamu ingin sesuatu, bilang dulu pada Mama, nanti Mama carikan."
![](https://img.wattpad.com/cover/170012241-288-k890026.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Balanced Hate and Love ⭕
RomansaZenoraf ⭕ 🔗🔗🔒🔗🔗 "Beno, tunggu." "Kenapa? Aku buru-buru." "Aku sudah tahu, aku hanya dijadikan bahan taruhan, 'kan?" "Ck, iya, iya, baguslah kalau kau sudah tahu, jadi aku tidak ribet untuk menjelaskannya. Sudah kan itu saja? Aku sedang buru-bur...