4. Mengahrapkannya.

659 79 2
                                    

Hari ini apotik ramai sekali. Membuat Rina hampir kewalahan, bahkan pemilik apotik pun langsung turun tangan.

Rina menunggu angkot di pinggir trotoar. Dia melihat arjolinya, sudah pukul 17:45. Rina berharap masih ada angkot jam segini.

Suara lakson terdengar. Mobil sedan putih berhenti di hadapannya, sepertinya dia kenal dengan mobil itu. Itu kan mobil pria aneh itu. Kaca mobil terbuka.

'Tuh kan pria aneh,' batin Rina.

"Mau bareng? Jam segini sepertinya angkot jarang lewat," tawar Raihan.

Rina berpikir, lebih baik dia ikut saja deh. Lumayan dapat tumpangan gratis, dia juga kasihan dengan malaikat kecilnya, pasti sudah capek juga.

Rina tersenyum mengangguk lalu masuk ke mobil. Rina mengusap perutnya yang sedikit buncit.

"Berapa bulan kandunganmu?" tanya Raihan sambil melajukan mobilnya. Rina menoleh. "Jalan tiga bulan."

"Sudah dicek ke dokter?"

Rina menggeleng. "Belum, aku sedang mengumpulkan uangnya dulu. Dicek apa lagi di-USG kan harus bayar."

"Besok kau cek saja, aku kan dokter kandungan. Kau bisa langsung datang ke ruanganku, tidak usah bayar, gratis," tutur Raihan membuat Rina menatap Raihan lekat.

Pria ini terlihat baik, tetapi terlihat  nakal pula, aneh memang.

"Benar gratis nih ya?" tanya Rina ragu.

"Iya."

Rina manatap Raihan curiga. "Kau tidak akan meminta bayaran 'yang lain', 'kan?"

Raohan yang mengerti perkataan wanita di sampingnya ini terkekeh. "Ayolah... kau belum percaya padaku ya? Aku ini pria baik-baik kok."

"Wajahmu tidak meyakinkan," ketus Rina.

Raihan tertawa geli. "Kau bisa membuktikannya besok. Periksalah kandunganmu, memangnya kau tidak khawatir dengan kondisinya? Apa kau tidak mau melihat pertumbuhannya di dalam perutmu? Apa kau tidak mau melihat dia baik-baik saja di dalam perutmu?"

Jantung Rina terasa dipukul keras, tiba-tiba air matanya keluar. Oh tidak... kenapa sekarang dia harus mengharapkan Beno? Dia berharap yang mengatakan itu Beno, bukan pria lain. Dia berharap yang perhatian itu Beno, ayah anaknya.

'Kau tega sekali, Beno. Kenapa? Apa salahku? Kenapa kau mempermainkanku? Aku mencintaimu dengan sepenuh hati, tapi kenapa kau begitu tega? Sebenarnya apa salahku?!' raung Rina dalam hati.

"E-eh kenapa kau menangis? Apa aku salah bicara?" tanya Raihan khawatir lalu menepikan mobilnya.

Raina tersadar dan menggeleng lalu menghapus air matanya, berusaha untuk kuat setidaknya di depan orang lain. "Kenapa berhenti?"

"Habisnya aku khawatir sih, kau tiba-tiba menangis. Aku tidak bisa melihat wanita menangis tahu."

Rina tersenyum lirih. "Aku baik-baik saja, hanya memikirkan suamiku saja."

"Ibu hamil jangan terlalu banyak pikiran. Itu bisa memengaruhi kandunganmu loh, apalagi sampai depresi," ujar Raihan.

Rina menoleh menatap Raihan polos. "Iya kah? Aku tidak tahu itu, apa separah itu?"

"Iya benar, apalagi  kalau depresi, resikonya adalah keguguran. Makanya jangan terlalu banyak pikiran, ya. Pikirkan saja yang membuatmu senang, seperti memikirkan si kecil betapa lucunya nanti lahir, si kecil yang nantinya tumbuh. Nah... memeriksa kandungan pun bisa berefek baik juga bagimu karena melihat si kecil yang tumbuh di dalam perutmu," jelas Raihan sambil tersenyum manis mengelus kepala Rina.

Balanced Hate and Love ⭕Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang