"Ma, Mama. Tadi aku lihat adik kelas imut sekali tahu ih," ucap Alben semangat lalu memakai helm dan naik ke motor.
"Adik-adik kelas kan masih pada imut-imut, Sayang. Kamu juga masih imut." Rina melajukan motornya.
"Tapi yang ini beda, Ma. Imut sekali, cantik, tapi sayang tidak tersenyum sama sekali, pasti kalau senyum lebih imut deh." Alben sedikit mengeraskan suaranya.
Rina terkekeh kecil. "Iya, deh. Namanya siapa?"
"Belum tahu, Ma. Besok mau kucari tahu di sekolah."
Rina menggeleng, dasar putranya ini, bisa-bisanya masih kecil sudah kecantol perempuan saja.
"Ma, mau beli batagor dong, Ma," pinta Alben.
"Oke, Sayang."
Rina mampir dulu beli batagor, setelah itu langsung pulang. Alben buru-buru mengganti baju seragamnya dengan baju kaos pendek dan celana selutut, lalu duduk di sofa dan memakan batagornya.
"Mama kapan buka butiknya? Aku nanti akan menunggu Mama kan di butik kalau pulang sekolah? Aku tidak mau ah diantar pulang kalau di rumah tidak ada siapa-siapa. Kecuali kalau ada Opa dan Oma di rumah, boleh deh aku diantarkan pulang."
"Minggu depan, Sayang. Seminggu ini Mama mau bersih-bersih terus persiapan juga."
Alben ber oh ria, di benaknya banyak sekali pertanyaan yang ingin dia utarakan, namun melihat Mamanya sibuk beres-beres dia mengurungkan pertanyaan itu. Setelah memakan batagor, bocah laki-laki itu membantu Rina dengan semangat.
🤌🤌🤌
Rina berjingkrak senang ketika dia dipanggil kepala sekolah tempat putranya sekolah. Rencana dirinya dan Alben sukses besar, walaupun agak khawatir ketika mendengar putranya didorong sampai jatuh ke selokan. Untungnya tadi saat Alben menelepon, anak itu malah terlihat senang, memang ajaib anak itu.
Rina menarik napas dalam, lalu menghembuskan pelan. "Oke, ini saatnya bertemu Zifa dan melihat sifat dia yang sekarang, apakah masih sama atau sudah berubah."
Rina membuka pintu ruang kepala sekolah, dia tersenyum saat kepala sekolah menyambutnya ramah, namun Rina melihat-lihat ke sekitar, Zifa tidak ada, hanya ada tiga anak kecil yang cemberut dan terkadang berbisik-bisik, Bu Kepala Sekolah dan putranya.
"Orangtua mereka belum datang, ya, Bu?" tanya Rina lalu duduk di sebelah Alben, mencium pucuk kepala Alben. "Kamu ngga papa, Sayang?"
Alben tersenyum dan menggeleng dan memberikan acungan jempol. "Sangat baik, Ma."
"Mungkin sebentar lagi datang, saya sudah menghubungi Ibu mereka," jawab Bu Kepala Sekolah.
Rina memperhatikan tiga anak kecil di jadapannya, katanya mereka kembar, tapi yang mirip hanya dua memang benar adanya, mungkin saja yang satunya memang tidak mirip. Dua yang mirip itu memang sedikit mirip Zifa, apalagi yang laki-laki, wajah-wajah pendiamnya itu wajah Zifa sekali.
"Maafkan anak Tante, ya, Triple. Alben keterlaluan ya?"
Tiga anak kecil itu menatap Rina serius sekali, Rina jadi sedikit gugup ditatap seperti itu.
"Kamu bilang apa sih ke mereka, Al, sampai mereka begitu? Mama kam sudah bilamg jangan terlalu parah," bisik Rina pada Alben.
Alben menggaruk pelipisnya yang tidak gatal dan menyengir. "Awalnya aku nabrakin diri ke anak cewek itu, Ma, sampe tumpah es, tapi dia minta maaf, baik kan, Ma? Ya udah, aku dorong aja dikit, tapi dia kecil jadinya pas aku dorong pelan dia kayak didorong kenceng jadinya jatuh, Ma, sekalian aja aku marahin dia Ma. Pas itu dia udah keliatan kesel, tapi ditahan sama dua kembarannya," bisi Alben.
KAMU SEDANG MEMBACA
Balanced Hate and Love ⭕
RomanceZenoraf ⭕ 🔗🔗🔒🔗🔗 "Beno, tunggu." "Kenapa? Aku buru-buru." "Aku sudah tahu, aku hanya dijadikan bahan taruhan, 'kan?" "Ck, iya, iya, baguslah kalau kau sudah tahu, jadi aku tidak ribet untuk menjelaskannya. Sudah kan itu saja? Aku sedang buru-bur...