Chapter 5 (Dewi Teratai Putih)

21 4 1
                                    


Lima ratus tahun kemudian...

"Ane-ue. Apakah Hyoru kemari?" tanya Hirayoshi pada Towa. Dia kini telah menjadi pemimpin Istana Langit Selatan yang sangat disegani. Wajahnya persis Sesshomaru namun karakternya yang baik hati seperti Hime Hyori. Gabungan semua itu membuatnya lebih mirip kakeknya Inu no Taishou.

"Nani? Bukankah dia seharusnya di Istana Selatan?" Towa bertanya balik. Kini Towa menjadi pemimpin Istana Langit Barat dengan Setsuna sebagai wakilnya.

Hirayoshi mendesah, "Aku tidak bisa menemukannya beberapa hari ini,"

Setsuna juga mendesah, "Dia selalu begitu, muncul dan menghilang. Dia bukan anak kecil lagi. Chichi-oye takkan mau repot-repot mencari sekarang,"

"Ah, Chichi-oye dan Haha-ue sudah tenang di Istana Bening, aku juga tidak mau merisaukan mereka," sahut Hirayoshi.

Moroha menghela napas, "Mau bagaimana lagi. Dia paling bungsu dan selalu dimanjakan oji-oye. Dia juga sama sekali tidak memiliki beban sebagai pewaris tahta. Dia bebas bertindak sesuka hatinya,"

"Kemampuan Hyoru juga tidak bisa diremehkan. Kita tunggu saja beberapa hari lagi Hirayoshi, baru setelah itu kita akan mencarinya," Towa menyarankan.

"Baiklah kalau begitu," Hirayoshi menyetujui.

***

"Cih! Kemana dia!" Ryuki menggerutu.

Lima ratus tahun berlalu, pergerakan Hekishi sebentar-sebentar muncul sebentar-sebentar menghilang. Mereka bahkan bisa menghilang dalam waktu yang sangat lama, puluhan hingga ratusan tahun untuk menciptakan keamanan palsu agar para daiyoukai kuat lengah. Kini Ryuki kembali menemukan salah satu dari mereka di hutan pesisir selatan. Ryuki memang naga putih yang sakti, namun indera penciumannya tidak setajam Inugami Daiyoukai.

Mendadak Ryuki mendengar suara itu, suara seruling yang merdu. Alunan nadanya seperti musim semi. Musim semi yang ada di samudera. Sejenak, ia dapat melupakan pengejarannya untuk mencari sumber suara itu. Semakin mendekat ke asal suara, ia dapat menghirup aroma semerbak yang menenangkan. Wangi teratai di musim semi. Ingatan Ryuki mendadak melayang ke waktu ribuan tahun lalu dan terbayang wajah Hime Hyori. Ada getaran hangat di dalam dadanya. Hanya saja ada yang ganjil. Meski mirip, ini bukanlah aroma milik Hime Hyori. Lagipula sejak kapan Hime Hyori memainkan seruling? Dewi teratai biru itu lebih suka memainkan kecapi.

Ryuki menyibak pohon bambu di depannya. Mata abu-abu cemerlangnya membesar ketika ia melihat pemandangan itu. Seorang dewi lain tengah melayang diatas permukaan danau sembari memainkan seruling giok putihnya. Ia meniup suling dengan tenang, anggun dan penuh penghayatan sembari memejamkan matanya. Air danau beriak membentuk kelopak-kelopak teratai yang indah dibawahnya. Melihatnya Ryuki jadi teringat lukisan Dewi Welas Asih yang biasa dipuja oleh para manusia. Apakah ini sungguh-sungguh penampakan dewi yang turun dari kahyangan?

Syuuut! Mendadak Hekishi yang dikejarnya muncul diatas dewi yang sedang memainkan seruling itu.

"Hmph!" Ryuki mendengus seraya mencabut pedangnya.

Dewi yang memainkan seruling itu menyadari keberadaan Hekishi. Ia memainkan serulingnya dengan nada tinggi hingga telinga Hekishi itu kesakitan. Sulur-sulur air muncul mengikat tubuh Hekishi hingga tertarik dan jatuh berdebam ditanah tepat dihadapan Ryuki.

Ryuki menghunuskan pedangnya dengan cepat ke leher Hekishi itu.

"Dimana jasad Orochi?" tanya Ryuki dingin.

Hekishi itu berusaha menggigit lidahnya untuk bunuh diri.

"Jangan coba-coba untuk bunuh diri!" gertak Ryuki.

The Empress of The White Dragon (Lanjutan Love of The Goddes)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang