Ena mulai siuman, jari-jari Ena mulai bergerak dengan perlahan.
Angakasa yang melihatnya langsung tersenyum simpul melihat kini perlahan tapi pasti Ena mulai membuka kedua matanya.
"A--ir," tutur Ena terbata-bata.
Dengan sigap Angkasa langsung memberikan air minum untuk Ena.
Angkasa membantu Ena untuk duduk yang awalnya berbaring karena habis pingsan.
Ena meminum pelan air yang diberikan oleh Angkasa. Saat Ena mulai menyadari kalau yang disampingnya adalah Angkasa, ia langsung ingin pergi dari Angkasa. Seperti yang biasa ia alami tubuhnya gemetar ketakutan dan wajahnya semakin pucat pasi.
Dengan langkah gontai Ena meninggalkan Angkasa, bukan karena ia tak ingin berterimakasih hanya saja phobianya terhadap laki-laki membuatnya harus menjauhinya walaupun jika ia bisa memilih sebenarnya ia ingin dekat dan mengucapkan rasa terimakasih pada Angkasa.
"Ena," panggil Angkasa yang langsung berlari mengikuti Ena pergi.
Ena tidak menghiraukan ucapan Angkasa dan langsung pergi meninggalkan Angkasa.
'Kenapa nih cewek aneh banget sih, ditolongin bukannya bilang makasih malah langsung pergi' batin Angkasa.
Sampai pada akhirnya Angkasa berhasil mencekal tubuh Ena dan kembali membopong tubuhnya. Ena meringis kesakitan meratapi kehidupannya. Kalau ia bisa memilih ia ingin sekali tertidur pulas biar ia tidak merasa pernah mengalami ini. Jikalau ia tak habis pingsan sedari tadi Ena pasti langsung bisa pergi seperti saat dikamar yang lalu.
"Lepasin," pinta Ena dengan muka pucatnya agar Angkasa mau melepaskannya.
"Ga akan." Angakasa menatap Ena dengan tatapan datar.
"Tolongin lepasin aku, aku mau ke kelas ambil kerudung aku yang udah kotor." Mata Ena berkaca-kaca seakan mau menangis.
Angkasa kini membawa Ena menuju kelas 11 IPA 2. Semua pasang mata melihat Angkasa yang masih membopong Ena.
Angkasa menurunkan Ena agar Ena bisa mengambil kerudungnya.
"Udah kan?" tanya Angkasa.
Ena hanya mengangguk pelan ia ingin segera ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya kini ia sudah tak tahan dengan Angkasa. Ena heran kenapa semakin ia ingin menjauhi Angakasa maka semakin Angakasa mendekatinya.
Angkasa kini sudah sampai di kamar mandi dan menurunkan tubuh Ena.
Tanpa bilang makasih Ena langsung masuk ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi perutnya dan mengganti kerudungnya. Sementara Angkasa kini masih setia menunggu Ena.
20 menit kemudian
Ena membuka pintu kamar mandi dan melihat Angkasa masih menunggunya.
"Makasih sebelumnya maaf aku ga bisa deket-deket sama kamu." Ena tersenyum tipis meskipun tangannya kini bergetar sendiri seperti orang yang nerves/demam panggung.
"Kenapa hmm?" Angakasa menatap Ena dengan sangat dekat.
"Please jangan dekat-dekat sama aku. Pokoknya jaraknya minimal 50 cm seperti saat duduk dibangku kelas tadi." Ena memajukan tubuhnya yang kini jarak antara Ena dan Angkasa menjadi 1 m.
"Aku ga peduli semakin kamu menjauh maka aku akan semakin mendekat dan pastinya aku akan memecahkan misteri dan teka-teki tentang kehidupanmu," tutur Angkasa dengan tegas.
Ena hanya menelan ludah mendengar ucapan dari Angkasa.
"Kalau kamu mau balas budi karena aku udah nyelamatin aku. Kamu harus membiarkan aku memecahkan misteri tentang kehidupanmu dan jika aku berhasil kamu harus terima itu dan tidak boleh menjauhi aku lagi." Angkasa melanjutkan ucapannya.
"Aku ga tahu mau bilang apa terserah kamu aja. Tapi maaf kalau kamu sudah mengetahui semua aku harap kamu baik-baik saja. Sekali terimakasih, maaf banget aku tidak bisa membalas apa-apa." Ena meninggalkan Angkasa sendirian, disisi lain Angkasa tambah bersemangat untuk memecahkan misteri tentang Ena. Baginya Ena adalah sosok yang misterius bahkan dalam diamnya tersimpan beribu rahasia, misteri, dan rasa sakit.
'Aku yakin pasti bisa memecahkan semuanya' batin Angkasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrhenphobia [END]
Teen FictionKehidupan Ena berubah ketika Ena bertemu dengan Angkasa yang membantunya menyembuhkan fobianya dengan bersentuhan/ melihat cowo akan membuatnya sesak napas dan tangannya bergetar. Banyak sekali kesalahpahaman serta rintangan yang membuat Ena dan Ang...