Di sisi lain Ita kini tengah berada di luar gerbang rumahnya.
Dirinya memang sengaja tadi berpura-pura tidak ada di rumah padahal ini memang sebuah rencana untuk menghancurkan Ena. Sengaja menyuruh seseorang untuk mengikuti gerak-gerik adik kembarnya itu.
Ita dan laki-laki yang disuruhnya tadi kini masuk ke Taksi dan berencana berkumpul di suatu tempat.
Ita membuka Hp-nya dan membuka aplikasi WhatsApp.
Dirinya ingin mengajak Angkasa untuk ikut kumpul dengan kebohongan.
Ita : Angkasa, kamu di suruh Ena buat ke kafe Mandalay.
Angkasa : Kamu bohong ya.
Ita langsung berpikir mencari akal untuk mengelabuhi Angkasa.
Ita : Beneran Angkasa, katanya sekarang Ena butuh kamu.
Angkasa : Kalau emang bener, coba kasih vn suaranya Ena.Ita seketika langsung kalang kabut, mengetahui permintaan Angkasa.
Akhirnya gadis itu memutuskan untuk memutar arah balik."Pak, kita putar balik dulu," pinta Ita.
ItaIta : Oke bentar Angkasa
Diread oleh Angkasa.
Sopir Taksi itu langsung memutarkan arah kendaraannya atas permintaan Ita.
Laki-laki yang ada disebelah Ita hanya diam seribu bahasa.Sesampainya di rumah Ita langsung membuka pintu rumahnya dan masuk tanpa mengucapkan salam.
"Ena, Enaaaa." Teriak Ita penuh ambisi.
Disisi lain laki-laki itu masih duduk manis di Taksi.Ena langsung menghampiri kakaknya.
"Iya, apa kak Ita?" tanya Ena menunduk ke bawah karena tak berani menatap wajah kakaknya yang kini tengah marah."Aku butuh bantuan kamu," tutur Ita.
Ita langsung membuka Hp-nya dan menelpon nomor Angkasa."Ntar kalau Asa nanya kamu jawab iya bener gitu. Kalau kamu gak mau ntar kakak aduin ke papa."
Ena hanya mengangguk pelan.
"Angkasa ...." Panggil Ita di telepon.
"Hmm." Terdengar balasan suara dari Angkasa."Aku udah bawa bukti."
"Hmmm."
"Ena, Asa mau nanya apakah kamu nyuruh Asa ke Kafe Mandalay sekarang?" tanya Angkasa dari luar sana.
"Iya bener Asa." Ena hanya membalasnya dengan singkat.
"Oke aku kesana," tutur Angkasa memutuskan panggilan sepihak.
"Nah gitu, baru namanya adik yang baik." Ita langsung mengambil Hp dari tangan Ena dan pergi meninggalkan gadis itu sendirian.
"Mengapa Kak Ita nyuruh aku bohongin Asa biar dia mau kafe ya? Apakah Kak Ita mau mengerjai Asa?" Gumam Ena dan sama sekali tidak ada satupun yang membalas.
Entah apa yang akan direncanakan oleh kakaknya. Gadis itu hanya bisa berharap semoga semuanya cepat membaik.
Ena melangkah kembali ke kamarnya. Tempat dirinya tenang penuh kedamaian.Hal yang membuatnya sedih saat tiap kali masuk ke dalam kamar langsung melihat wajah mendiang mamanya.
Yang selalu membuat hatinya sunyi, seakan kematian mamanya itu hanya mimpi buruk.
Namun, semuanya memang telah menjadi kenyataan walaupun rasanya sangat pahit.
Jika benda-benda mati bisa berbicara pasti mereka akan memberi tahunya
Bantal yang selalu dibasahi air matanya. Guling yang memeluknya tiap malam. Kamar mandi yang membuatnya seperti guyuran air dan airmata.Buku diary yang menjadi tempatnya bercerita dan berkeluh kesah. Sajadah yang tempat untuk bersujud dan pasrah kepada sang pencipta.
Begitu miris nasibnya, harus menangis tanpa mengeluarkan suara. Rasanya nyesek banget. Pelupuk matanya tersimpan banyak luka dan derita yang tersembunyi.
Kamar ini adalah tempat baginya untuk menenangkan diri. Berkeluh kesah seakan benda mati itu hidup dan mengerti apa yang gadis itu rasakan.
Memang ini aneh bercerita dengan benda mati.Tapi dengan cara itu setidaknya bisa menghiburnya dan membuatnya kuat dan bertahan.Jikalau gadis itu bisa memilih dirinya ingin sekali seperti manusia normal.
Bisa bercerita dengan orang lain, mendapatkan sandaran dikala badai datang. Tapi untuk saat ini dirinya belum bisa mendapatkannya.
Tidak apa-apa meski pahit setidaknya masih ada Allah yang selalu mendengar keluh kesahnya meskipun hanya terdengar oleh dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrhenphobia [END]
Ficção AdolescenteKehidupan Ena berubah ketika Ena bertemu dengan Angkasa yang membantunya menyembuhkan fobianya dengan bersentuhan/ melihat cowo akan membuatnya sesak napas dan tangannya bergetar. Banyak sekali kesalahpahaman serta rintangan yang membuat Ena dan Ang...