27

152 13 0
                                    

Ena mencoba mengatur perasaan dan ucapannya agar tidak salah untuk membalas ucapan dari Angkasa. Mungkin hanya Angkasa tak tahu kalau Ena dan Ita kakak beradik sebab memang mereka berdua tidak pernah terlihat akur.

Semua itu karena imbas dari masa lalu mereka berdua yang membuat Ita salah paham dan membencinya. Tapi kalau teman sekelasnya tahu karena bisa dilihat dari nama lengkap mereka berakhir dengan kata Sanders, nama marga dari keluarga papanya.

Jikalau Ena menyadari ada yang salah dengan jatidirinya kakaknya dan dendam masa lalunya pasti gadis itu tak akan membuat kakak kembarnya merasa kurang diperhatikan oleh kedua orangtuanya. Namun gadis itu hanyalah manusia biasa yang juga haus kasih sayang dan perhatian.

Memang tidak hanya penyesalan yang di alami oleh Angkasa dan Ena saja, orang lain juga banyak yang mengalaminya. Hanya bisa mengambil hikmahnya.

"Iya Asa memang Kak Ita itu kakak kembar aku," balas Ena dengan tatapan nanar.

"Pantesan dia tahu soal penyakit kamu," tutur Angkasa menatap Ena dengan sangat lekat.

"Tapi apa yang di lakukan oleh kakak itu semua emang pastes buat aku nerimanya." Ena menunduk kebawah karena teringat sekilas memori lama tentang masa kecilnya dan Ita yang bertolak belakang. Ena yang bahagia dan sangat disayanginya kedua orangtuanya sementara Ita sebaliknya kurangnya perhatian dari kedua orangtuanya. Walaupun sebenarnya papa dan mamanya juga menyanyanginya Ita tapi waktu itu mereka lebih memperhatikan kondisi Ena sehingga Ita merasa terabaikan.

"Maksudnya gimana? Mataku kok kelihatan sedih? Apa karena pertanyaanku?" tanya beruntun Angakasa karena panik melihat kondisi Ena saat ini.

"Kak Ita benci sama aku karena di masa lalu aku membuat dia kurang kasih sayang .... jadi benci banget." Ena menerangkan semuanya alasan kakaknya sangat membencinya dan ingin merebut seluruh kebahagiaan yang didapatkan oleh Ena. Mulai dari perhatian papanya dan teman-temannya bahkan karena perbuatan kakaknya membuat gadis itu harus kehilangan seseorang yang dulu berjanji akan selalu menemaninya.

Laki-laki yang dulu bilang akan selalu ada buatnya dikala suka maupun duka, memberikan rasa semangat dan kehangatan. Namun semuanya hanya di awal saja. Pada akhirnya laki-laki itu meninggalkannya tanpa alasan yang jelas dan mungkin ada kaitannya dengan kakaknya.

Mengapa dia harus bilang akan selalu bersamanya, berkata-kata manis tapi itu hanya sesaat saja dan justru pada akhirnya meninggalkan luka dan rasa sakit yang sulit untuk terobati?
Mengapa dia harus datang hanya untuk singgah bukan untuk menetap?
Mengapa harus berkata akan selalu bersama tapi kenyataannya akan pergi?

Pertanyaan-pertanyaan itu berkecamuk di pikiran Ena, kalau memang tidak niat untuk menetap mengapa harus datang sekejap lalu menghilang? Mengapa dia harus masuk ke dalam kehidupannya dan berujung dengan kata kecewa?
Harusnya dia tak usah datang untuk selamanya agar tidak akan ada rasa kecewa atas semuanya.

Apakah ini semua sudah hukum alam? Atau memang semesta sengaja mempermainkan perasaannya agar ia menyadari sesuatu. Saat mencintai tidak berlebihan nanti ujung-ujungnya sakit. Sakit tak berdarah. Mungkin ini teguran dari Allah agar harus mencintai sang pencipta dahulu barulah mencintai makhluk ciptaannya tapi juga harus niat karena Allah bukan hanya nafsu agar saat ada masalah dalam hubungan Allah akan memberikan solusi.

"Aku ga nyangka kamu bisa sekuat itu walupun badai menerpamu silih berganti," kagum Angkasa sambil tersenyum tipis.

"Alhamdulillah aku juga ga tahu kenapa aku bisa begitu. Tapi gpp aku sudah berdamai dengan masa lalu dan mengambil hikmahnya saja." Terang Ena pada Angkasa kini matanya tidak menunduk ke bawah melainkan menatap laki-laki itu.

"Iya kamu hebat semangat terus Ena, Asa bangga bisa mengenal kamu," balas Angkasa.

Ena hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

Arrhenphobia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang