Sesampainya Ena di rumah, ia langsung masuk ke dalam rumahnya. Ia kaget ternyata di sana ada Ita dan Ayahnya tengah menunggu dirinya di ruang tamu.
'Mampus aku kalau ketahuan habis jalan sama Asa' batin Ena.
"Ena silahkan duduk sini. Cepetan!" Perintah Riley.
'Kenapa Papa pulangnya dadakan sih? Padahal aku belum siap mental' batin Ena.
"Iya .... Pa." Ena duduk di sofa ruang tamunya. Sementara Ita duduk di sebelah kanan Papanya. Ena duduk sendirian karena kalau ia deket-deket dengan Papanya pasti Papanya akan marah besar dengannya.
"Kamu kenapa baru pulang? Tahu 'kan ini udah malam. Apa kamu mau jadi gadis ga bener?" tanya beruntun Riley.
"Tadi Ita liat Ena pergi sama cowok Pa meskipun Ita ga liat langsung wajah cowok itu karena ga jelas mukanya," tutur Ita mengompori Ena membuat suasana semakin keruh dan memperburuk keadaan.
"Siapa yang bolehin Ena jalan sama cowok Ha? Apa kamu mau bikin malu Papa? Apa ga cukup karena phobia kamu buat mama meninggal." Riley memarahi Ena dengan nada tinggi membuat Ena semakin takut serta lidahnya kelu tak bisa berkata-kata lagi.
Walaupun Ena bicara sejujurnya soal ia pergi karena tadi habis di dorong sama Ita pasti Papanya ga percaya dan Ita nanti justru malah membuat situasi semakin panas.
Ena memang mempunyai rumah mewah berlantai dua. Akan tetapi rumahnya semakin hari membuatnya semakin sesak seperti tidak bisa bernapas. Bagaimana Ena tidak merasakan begitu karena memang keadaannya seperti yang dirasakan Ena.
Semua kebahagiaan dari kehidupan Ena telah menghilang semuanya tanpa tersisa satupun. Dulu ia bisa merasakan hangatnya kasih sayang orangtua. Sekarang tidak ada lagi yang menyayanginya.
Namun Ena harus tetap bertahan apapun yang terjadi dan meskipun dunia tidak berpihak padanya karena Tuhan telah memberikan kesempatan untuk hidup dan ia harus bersyukur atas semua itu.
Tuhan juga akan selalu ada bersamanya. Tiada Tuhan selain Allah. Itulah ungkapan dari umat muslim seperti dirinya. Tuhannya adalah Allah. Yang menciptakan bumi, langit, beserta isinya. Allah juga yang menguatkannya. Serta Kitab Al-Qur'an yang menjadi pedoman hidup bagi umat Islam di dunia ini.
Semenjak mamanya meninggal dunia, Ena hanya hidup karena Allah masih memberikan kesempatan buat hidup. Lagipula Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuannya. Juga kata motivasi 'Man Jadda Wajada' yang artinya Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil.
Ena yakin pasti ia akan sembuh dari phobianya dan Allah pasti akan membantunya. Meskipun beberapa kali gagal gadis itu yakin kalau semuanya akan indah pada waktunya dan dirinya bisa hidup normal layaknya orang lain.
"Ena punya mulut ga? Kenapa ga bales pertanyaan dari Papa?" Riley menatap Ena dengan tatapan tajam. Sementara Ita kehadirannya hanya membuat Ena semakin tersudut.
"Jawab Ena!" Perintah Riley.
"Kalau Ena ga mau jawab lebih baik Ena hukum aja suruh tidur diluar rumah biar tahu rasa," tambah Lita juga menatap sinis Ena.
"Papa tunggu 5 detik kalau kamu ngga mau bilang apa-apa berarti jangan salahin Papa akan ngasih hukuman buat kamu," tutur Riley.
"Biar Ita bantu hitung Pa. Satu, dua, tiga ...." Ucapan Ita menggantung karena Ena pada akhirnya terpaksa bicara.
"Ena jawab jujur kalau Papa ga percaya tidak apa-apa," balas Ena menunduk ke bawah karena takut.
"Kalau bicara liat orangnya jangan nunduk," tutur Ita.
"Ena jelasin dan tatap mata Papa dan Kakak kamu!" Perintah Riley.
"Jadi begini ...." Ena belum bisa mengutarakan semuanya. Ia tiba-tiba teringat tentang mendiang mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arrhenphobia [END]
Teen FictionKehidupan Ena berubah ketika Ena bertemu dengan Angkasa yang membantunya menyembuhkan fobianya dengan bersentuhan/ melihat cowo akan membuatnya sesak napas dan tangannya bergetar. Banyak sekali kesalahpahaman serta rintangan yang membuat Ena dan Ang...