35

189 10 0
                                    

Disisi lain Ita dan laki-laki itu tengah berkumpul di Kafe Mandalay. Disana Ita dan laki-laki itu duduk menunggu seseorang.

"Alen, kamu udah siap?" tanya Ita pada seseorang yang disuruhnya untuk menguntit Ena.

"Hmm." Hanya dehaman balasan dari laki-laki yang memakai hoodie hitam dan masker.

"Angkasa mana sih, lama banget," gerutu Ita menunggu Angkasa.

Akhirnya yang ditunggu telah tiba, Angkasa langsung masuk dan duduk di tempat yang disuruh oleh Ita.

"Mana Ena?" Angkasa langsung menanyakan Ena karena cemas dengan keadaan gadis itu.

"Ena?" Alen tersenyum sinis pada Ena.

"Duduk dulu Angkasa, aku ngajak kamu disini bukan karena Ena," pinta Ita dengan manjanya.

"Berarti kamu bohongin aku, tahu gitu aku gak bakal kesini." Angkasa lalu memutar badannya dan ingin pergi dari tempat ini.

"Tunggu," tutur Alen langsung berdiri.

"Aku ada sesuatu hal yang perlu aku kasih tahu kamu soal Ena."

"Emang kamu siapa? Kamu bukan siapa-siapanya Ena 'kan?" tanya beruntun Angakasa.

'Kayaknya rencana aku hancurin hidup Ena untuk keduanya kalinya bakal berhasil' batin Ita.

Betapa teganya bersikap jahat pada adik kembarnya sendiri.

Memang Ena dulu pernah salah, tapi apakah dengan melakukan balas dendam dan merebut segala yang dimiliki oleh saudarinya akan mengembalikan semuanya?
Alen menyuruh Angkasa duduk. Angkasa jadi batal untuk pergi.

Alen membuka maskernya. Mata Angkasa membelalak karena terkejut ternyata dia adalah orang yang songong yang membuat Ena jadi ketakutan.

'Ternyata dia laki-laki yang songong itu, lantas apa hubungannya dengan Ena?' Angkasa membatin dan mencoba memahami semuanya.

"Kamu Alen 'kan?" tanya Angkasa berpura-pura tidak mengenal orang yang ada disebelahnya.

"Hmm."

Lagi-lagi Alen hanya membalasnya dengan dehaman.

"Jadi apa hubungan kamu dengan Ena? Mengapa Ena tadi kayak ketakutan habis liat kamu?"

Alen menarik napas panjangnya dan menceritakan masa lalu pahitnya dengan Ena. Mulai dari penasaran, lalu nyaman, habis itu dihianati. Padahal soal penghiatan itu hanya sebuah kepalsuan. Sampai pada akhirnya Alen sadar dan memutuskan Ena. Bukan putus sebagai kekasih/pacar. Namun, sekedar sahabat serasa kekasih.
Juga kepalsuan dan penghianatan itu sebenarnya hanya gurauan yang sudah direncanakan seseorang.

Ita hanya mengangguk dan tersenyum tipis.

Entah bagaimana hidup Ena nanti. Bisa saja Angkasa percaya soal hasutan yang diceritakan oleh Alen.
Ita juga semakin membuat kebohongan yang menjatuhkan jatidiri adiknya sendiri. Entah kakak macam apa yang dimiliki oleh Ena.

Disaat yang lain memiliki kakak yang mencintai dan melindungi adiknya. Ena justru malah sebaliknya. Kakaknya membuat hidupnya semakin hancur nestapa oleh semesta.

Angkasa bingung harus percaya/tidak tentang ucapan dari Alen dan Ita.
Hatinya kini berkecamuk dan bingung.

Di dalam hatinya ada yang mengatakan untuk menyuruhnya percaya dengan Ena dan tidak usah menghiraukan ucapan temannya. Disisi lain ada yang mengatakan untuk menyuruhnya percaya dengan ucapan dari temannya karena mereka berdua dulu adalah orang terdekat dari Ena.

'Sekarang aku harus pilih yang mana, Ena? Apakah aku harus menjauh saja? Atau mencoba percaya denganmu?' batin Angkasa.

Baru saja kemarin dirinya bisa percaya dengan Ena. Namun, mengapa semesta kini bertindak seakan tidak merestui hubungannya dan mencoba memisahkannya?

Sebuah kepercayaan memang hal berharga dalam menjalin suatu hubungan. Untuk saat dirinya belum tahu mana yang benar dan salah. Dirinya takut akan salah jalan dan berakhir dengan kata penyesalan.

Arrhenphobia [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang