2. Toilet

4.3K 763 149
                                    

"Anggap aja tai sendiri."
-Sky Rigel yang rela bersihiin tai-

***
Pelajaran di jam kedua di mulai, Rigel memainkan pulpennya. Sesekali ia melirik kursi Gilly, masih saja kosong. Ia belum sempat bertanya pada Joko dan Rika bagaimana keadaan Gilly, keburu lonceng berbunyi.

Sebuah gulungan kertas mendarat ke meja Joko saat guru sedang menulis di papan tulis, Joko membukanya lalu mengangkat tangan dan melambai. Rigel yang paham dengan kode ini reflek berdiri membuat Pak Sam menoleh, "Kenapa Sky Rigel?"

"Pak, perut saya mules. Saya mau ke toilet sekalian beli obat sakit perut ya. Udah tiga kali bolak-balik."

"Tiga kali gimana? Bukannya selama jam istirahat kamu di ruang kemahasiswaan?"

"Sekali di rumah, lanjut pas tiba di sekolah, dan sebelum bertengkar sama IPS¹ pun saya udah ke toilet, Pak." Rigel tentu saja bohong.

"Penelitian mengungkapkan bahwa BAB tiga kali dalam sehari itu masih batas wajar," ujar Pak Sam.

Rigel menatap Pak Sam dengan senyum devilnya, "Pak Sam juga gak lupa kan kalo warna dan tekstur pup menentukan kondisi normal atau tidaknya?"

"Masa Rigel harus beritahu warna dan tekstur itu Rigel," ujarnya jahil. Kelas menjadi ricuh dengan tawa yang tertahan. Satu-satunya siswa yang berani mendebat guru hanya Rigel. Tidak takut sama sekali walau yang ia katakan sangat teoritis.

"Oke, kamu boleh ke toilet."

Rigel mengangguk lalu pergi keluar dari kelas. Tujuannya adalah kantin, membeli makan dan air mineral lalu berjalan ke arah ruang PMR.

Ceklek.

Gilly tertidur dengan wajah pulasnya. Rigel menatapnya sebentar, wajahnya tidak di perban hanya di totol menggunakan betadine.

"Ly?" panggil Rigel pelan. Ia meletakkan makanan dan minuman di sisi kasur lalu menepuk pelan lengan Gilly. Ada satu murid lagi yang tertidur di brankar klinik sekolah. Lentera Bangsa memang SMA terkenal di Jakarta, fasilitasnya bukan main lagi kerennya, banyak orang berlomba untuk masuk ke sini.

Gilly membuka mata lalu menatap Rigel, wanita itu langsung duduk dan kembali menguap.

"Ngapain lu?" tanya Gilly berusaha untuk duduk. Rigel yang reflek ingin menolong di tepis langsung, "Gue gak koma."

Rigel berdecak kesal, lalu menatap plastik yang ia bawa tadi, "Belum makan kan lu?" tanya Rigel.

Gilly mengangguk, lalu menatap makanan di dekat kakinya. Reflek ia mengambilnya, dan membukanya, "Widih, burger. Mana masih panas, ih ada lumpia basah juga?" ujar Gilly senang.

"Nyesel gue khawatirin lu!" ketus Rigel. Lihatlah wanita itu, baru saja lemah tak terkulai, sekarang sudah duduk seperti jantan dan menyantap makanan yang Rigel bawa dengan sangat rakus.

"Pelan-pelan anjer, gak ada yang bakal ngerebut makanan lu. Lu manusia atau babi sih?"

Mulut Gilly penuh, ia tidak menanggapi omongan Rigel, lalu meneguk sebotol air mineral dan menatap arloji di tangannya, "Bukannya kelas Pak Sam ya?" tanya Gilly.

"Iya. Gue izin beliin lu makan."

"Eh, kenapa muka lu?" tanya Gilly.

"Kejedug bola basket."

Gilly mengangguk pelan, sebenarnya ia tahu dari Risa bahwa Rigel bertengkar dengan Tompi. Tapi tidak mau ambil pusing, Gilly memilih untuk pura-pura tidak tahu.

"Coba lihat pipi lu," ujar Rigel menarik wajah Gilly dengan cepat, Gilly tersentak namun ia tidak berontak. Rigel mengamati luka kecil di wajah Gilly, lalu menghitungnya. Gilly menahan napas dengan kedekatan yang tercipta di ruang serba putih ini.

Sky Rigel [Bukan langit Bebas]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang