10. Persiapan Cucurak

2.8K 585 539
                                    

Sudah hampir seminggu Gilly dan Rigel tidak saling bertegur sapa. Bahkan Bu Evi pun sempat bertanya pada Joko kenapa tidak ada adu mulut antara Rigel dengan Gilly saking anehnya.

Kemarin malam, Deden membuat sebuah group tanpa adanya Rigel dan Gilly di sana. Mereka membahas bagaimana cara membuat dua manusia ini kembali seperti anjing dan kucing lagi. Mereka rindu suasana hangat walau hangat dalam artian saling lempar hinaan. Tapi mereka bahkan tidak tahu apa yang terjadi.

Saat lonceng istirahat berbunyi, dan Bu Evi keluar, Yanti berdiri, "Guys, udah lama nih kita gak cucurak," ujarnya.

Cucurak adalah tradisi masyarakat di Kota Hujan, Jawa Barat menjelang Ramadhan. Biasanya mereka akan mengadakan acara kumpul-kumpul atau makan bersama seminggu sebelum puasa. Tapi definisi cucurak versi Pomione adalah ngeliwet tanpa peduli mau ramadhan, atau ramadhani, yang penting makan-makan sekelas.

"Anggaran emang ada?" tanya Joko memainkan perannya.

"Monitor, Li!" ujar Deden membuat Lia berdiri. Ia membawa buku khas lalu membacakan total uang khas mereka.

"Sisa empat ratus ribu nih," ujar Lia.

"Lu korupsi ya? Perasaan seminggu sekali kita bayar lima puluh ribu, kok sisa segitu?" Tanya Rigel.

"Tau diri dong lu, jangan keseringan jongkok, jadi kesemutan otak lu!" Ketus Lia.

"Ya ampun Lia, pedes amat sih omongan lu kek omongan tetangga," ujar Rigel.

"Ya lagian lu yang paling macet bayarnya dan yang paling sering buat masalah. Lu ingat dong tuh kaca yang lu pecahin emang belinya make duit siapa? Duit jin?" kesal Lia.

Beberapa siswa tertawa menatap wajah nelangsa Rigel, "Rem blong, Bun?" Sindir Rigel.

"Yaudah kita pete-pete aja. Satu orang dua puluh ribu kebanyakan gak?" tanya Deden.

"Lu mau motong bayi kambing? Mau cucurak atau mau akikah sih? Banyak pisan dua puluh ribu seorang," ujar Rigel malas.

"Khusus Rigel, gue bayarin," celetuk Yangzheng.

"Sekarang Rigel udah pacaran, anggaran dia agak lebih banyak dari biasanya. Kan kata Lia dia itu ganteng-ganteng miskin," ledek Yangzheng.

"Sumpret!" kesal Rigel. Lagi-lagi seruan tawa menyeruak.

"Gini aja deh. Kan kita gak pernah cucurak di rumah Rigel, hari ini di rumah lu ya Gel," celetuk Alex.

"Kok rumah gue sih?"

"Ya kan lu udah gak nyumbang, sediain atap lah buat kita. Kalo kudu ke puncak lagi, mana cukup anggaran kita," celetuk Risa.

Rigel mengeluarkan uang seratus ribunya, "Nih, gue beli omongan lu!" ketus Rigel melempar duit yang ia remas ke arah Lia.

"Alhamdulillah, gue gak perlu ngeluarin otot. Ini buat bayar uang khas yang nunggak selama dua minggu ya, Gel," ujar Lia tersenyum. Lagi-lagi mereka tertawa, hanya Gilly yang tidak terhibur sama sekali. Untungnya di Pomione tidak banyak orang yang gampang baper, jadi biasa aja mendengar omongan pedas Rigel dan Lia.

"Gue ikut aja ya. Kabarin aja gimana finalnya," ujar Gilly meninggalkan kelas. Kelas mendadak senyap, membuat Lia, Risa dan Yanti menghela napas.

"Gel, lu kenapa sih sama Gilly?" tanya Lia.

"Tahu lu, gue penasaran banget tau," ujar Yangzheng.

"Gue cuma lagi mau serius aja sama Rani, makanya ngejauhi dia."

"Basi, Nying! Kaya iya aja ucapan lu!" kesal Deden.

"Gue setuju cucurak kali ini di rumah gue. Besok kan?" ujar Rigel mengalihkan pembicaraan.

Sky Rigel [Bukan langit Bebas]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang