"Kalo gue meringis, jangan di percaya.
Soalnya endingnya lu yang bakal nangis."
-Rigel musuh Ara-***
Rani keluar kelas dengan senyum sumringahnya. Rigel ikut tersenyum kecil saat wanita itu sudah muncul di depannya. Siang ini langit sedang cerah, Rigel mendadak ingin menjemput Rani ke depan kelasnya.
"Aku mau tunjukin tempat terbaik di Lentera Bangsa sama kamu."
"Wah, di mana?" tanya Rani antusias, kini Rigel menarik tangan Rani menuju lantai tertinggi di gedung Lentera. Saat di lantai dua, ia berpapasan dengan Ara. Seperti biasa, mereka akan sama-sama diam, seperti dua insan yang tidak saling mengenal.
"Cewek baru lagi?" bisik Tina ke Ara.
"Au ah, terserah dia," ujar Ara acuh.
Setiba di balkon, Rani tersenyum menatap tempat sebebas ini. Rambutnya berterbangan akibat angin yang cukup kencang. Rigel menarik napas dalam-dalam. Matanya ikut menghirup udara segar.
"Aku baru tahu loh kalo balkon Lentera bisa di jadiin tempat tenang gini," ujar Rani melihat pemandangan.
Rigel berjalan ke arah Rani lalu ikut membungkukan tubuhnya ke pembatas lantai. Berulang kali ia menghembuskan napas beratnya. Ada sesuatu yang mengganjal dirinya namun enggan untuk ia keluarkan.
"Kamu lagi ada masalah?" tanya Rani.
Rigel berdehem, lalu mengawaskan anak rambut Rani ke sisi telinganya, "Boleh gak, aku gak usah jawab pertanyaan kamu?" tanya Rigel menatap matanya.
Rani mengangguk lalu mengusap pelan punggung Rigel, "Its okay to be not okay, Gel. Gak semua hari tentang baik-baik aja. Kamu boleh kok buat sedih, kalut, dilema, atau emosi apa pun itu. Kamu berhak buat ngeluarinnya atau mendam."
Rigel terkekeh pelan, "Kadang cuma ngeliatin orang berlalu lalang dari atap ini udah lebih dari cukup dari pada bercerita, Ran."
"Its your choice. Aku hargai itu."
Rigel mengusap kepala Rani lalu mereka kembali diam menikmati angin hingga Rigel merasa tenang, ia menarik tangan Rani, "Bentar lagi lonceng bunyi, makan yok," ajaknya.
"Gimana? Udah better?" tanya Rani.
"Yoi. Skuy," kekeh Rigel. Rani tertawa kecil lalu mereka turun dari loteng. Saat tiba di kantin lantai satu, Rigel menatap Gilly yang sedang duduk bersama Ijolumut dan beberapa teman kelasnya.
Rani tersenyum ramah. "Kursinya sisa satu," ujar Deden menatap Rani.
Gilly reflek melihatnya membuat Rigel membuang wajahnya.
"Kamu duduk di sini, aku orderin makanan dulu," ujar Rigel mengacak rambut Rani. Dalam hati Gilly sibuk berpikir, perlakuan Rigel terhadap Rani memang sedikit berbeda. Rigel tidak pernah mau mengajak wanita yang ia kencani duduk di kursi Ijolumut tapi lihatlah, bahkan ia terang-terangan datang dan melayani Rani bak ratu di sini.
Rigel kembali dengan sepiring somay dan teh botol di tangannya, "Kamu makan dulu," ujar Rigel.
"Kamu gak mesen?" tanya Rani.
"Gak lapar. Kamu aja."
"Eng-kamu duduk di mana? Ini penuh," ujar Rani.
Rigel menatap piring kosong di atas meja, lalu tatapannya beralih pada Gilly, "Lu udah kelar kan Ly? Gantian dong, gue mau duduk."
Yangzheng, Deden dan Joko melongo. Bahkan Risa yang duduk di sebelah Gilly pun terdiam. Aneh pikir mereka.
Gilly berdiri lalu beranjak tanpa suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Rigel [Bukan langit Bebas]
Teen Fiction*** Konon katanya, ia di beri nama Sky Rigel karna berhasil memberi kebebasan untuk Daddynya yang trauma untuk kembali memiliki anak. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya. Ia sendiri terikat, terpenjara dan belum menemukan pembebasan dari hal yang me...