5. Puisi semprul

3.2K 629 377
                                    

"Orang kaya tuh makannya banyak, ya kalo gak makan temen, makan orang baik."
-Jiplakan Bapak Om Ernest-

***

Setelah acara pernikahan yang di hadiri Gilly dan Rigel di bioskop, dua insan itu sudah tidak pernah bertegur sapa lagi. Bukan karna bertengkar atau bagaimana, tapi Rigel sedang mendekati anak kelas sebelah. Rigel tidak mau rencana pdktnya ini terganggu hanya karna ia terlihat dekat dengan Gilly.

Jika kalian pikir Gilly sedih, tentu ia sangat bahagia pria itu tidak mengganggunya.

Jam kedua di hari Kamis di isi dengan mata pelajaran bahasa Indonesia. Hari ini mereka akan mengambil nilai menulis dan membaca puisi. Seperti biasa, nama dengan abjad A yang mulai di panggil satu per satu. Puisi dengan tema bebas hasil dari karya teman-teman Rigel sangatlah bagus. Diksi yang mereka gunakan juga bukan main, ya-bukan main membuat Rigel pusing dengan artinya.

Kini giliran Gilly yang maju, "SEMANGAT GILLY BUKAN BILLY!" pekik Rigel tiba-tiba. Dalam hati Gilly merenggut kesal, cepat sekali Rigel mendapatkan kekasih. Jika Rigel sudah berbicara lagi padanya, itu tandanya Rigel sudah berhasil menembak wanita lain. Gilly sudah hapal tabiat saingan juara umumnya itu.

Seruan tepuk tangan berhasil Rigel hidupkan, membuat Bu Evi harus mendiamkan mereka.

"I Miss you," ujar Gilly memulai puisinya.

"Miss you too, Gilly," sahut Rigel genit.

Deru tawa mengisi ruang kelas Pomione, Gilly merenggut lagi, dan membuat Bu Evi menegur Rigel.

"I Miss You karya Gilly Charlotte," ujar Gilly mengulang ucapannya.

"Seribu seratus empat puluh delapan kilo meter mengalahkan banyaknya bilangan angka perihal rindu terhadap ayah."

Kelas mendadak senyap. Mereka semua tahu, Gilly adalah anak yang menjalin hubungan jarak jauh dengan ayahnya.

"Meski ragamu begitu jauh di sana, namun suara tegasmu nyata di telinga."

"Ayah, tak apa kita berada di negara yang berbeda asal masih berdiri di cinta yang sama."

Mata Gilly mulai memerah, beberapa sudah ingin menangis haru mendengarnya.

"Ayah, setiap kali aku ingin mengeluh dan mengajukan tuntutan ke Tuhan, aku selalu teringat bagaimana wajah indahmu tersenyum meski hanya bisa kulihat di balik layar ponselku."

"Benar memang, ayah adalah pelipur sedih di padang yang luas. Pundaknya kokoh. Lehernya terus berdiri."

"Tak pernah kudengar isak selain dari cerita ibu yang mengatakan, ayah menangis saat mendengar tangis pertamaku di bumi."

Risa dan Lia sudah menghapus air matanya. Rigel ikut haru mendengarnya. Gilly benar-benar meletakkan semua isi hatinya dalam untaian puisi yang ia buat.

"Sedih banget gue," ujar Deden pelan.

"Ayah, semoga Tuhan mau berbaik hati, memberikan kita kesempatan untuk kembali berada di atap yang sama. Di negeri yang sama. Di tanah yang sama."

"Kadang, aku banyak sekali maunya. Tapi, semakin berjalannya waktu, mauku cuma sederhana."

"Ayah sehat di sana, sudah. Itu saja."

Deru tepuk tangan meriah memenuhi kelas Pomione. Gilly turun dengan tangan yang mengusap air mata. Bu Evi tersenyum bangga, sejauh anak-anak yang maju, baru Gilly yang berhasil mengunggah hatinya. Sedari tadi, cuma tema percintaan yang berhasil di angkat.

Bu Evi kembali memanggil siswa dan siswi untuk maju demi mempersingkat waktu, kini giliran Rigel.

"Widih, maju tanpa kertas. Keras nih juara satu umum," goda Yangzheng.

Sky Rigel [Bukan langit Bebas]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang