Siang ini ketika sedang menyapu teras rumah, Mas Dian—teman kantor suami—datang membawa satu kotak kardus besar. Tampaknya dia kewalahan membawa kotak sebesar itu sendirian. Mobilnya diparkir di ujung jalan sehingga harus berjalan agak jauh sampai ke rumahku. Terlihat dari keringat yang membasahi wajahnya.
"Assalamualaikum," sapanya ramah setelah aku membukakan pintu pagar agar dia tidak kesulitan membawa masuk kotak tersebut.
"Waalaikum salam. Sendirian Mas?" balasku sambil mempersilakan dia duduk di kursi teras setelah meletakkan kotak kardus tersebut di lantai.
"Iya, Bu. Sekalian mau pulang," jawabnya sambil duduk.
Aku mengambilkan air minum kemasan yang ada di tengah meja dan kuletakkan di depannya.
"Diminum dulu, Mas," tawarku ramah.
Dia mengangguk dan langsung mengambil air kemasan tersebut, mencoblosnya dengan sedotan, dan meneguknya. Sepertinya haus sekali.
"Ibu, hari ini kami di kantor beres-beres ruangan. Sebelumnya di ruangan kami ada enam personil dengan enam meja kursi. Karena Pak Fatih sudah tidak ada, kami atur ulang lagi posisi meja kursi di ruangan. Dari kemarin kita terbayang-bayang terus, Bu. Rasanya masih belum percaya kalau Pak Fatih sudah tidak ada. Di kantor rasanya kami semua lesu, lemas tidak bersemangat. Ya Allah, Bu. Betul-betul kami merasa kehilangan. Bapak orang yang sangat baik," katanya panjang lebar.
Aku hanya tersenyum pilu mendengarkan ceritanya. Tidak tahu harus bagaimana. Hanya berdoa dalam hati semoga suasana di kantornya segera pulih kembali karena pekerjaan marketing sangat dinamis. Harus selalu bergerak penuh semangat.
"Mudah-mudahan setelah ruangan diatur kembali bisa memberikan aura yang positif seperti dulu ketika Pak Fatih masih ada," katanya kemudian.
Lalu dia menunjuk kardus besar yang terunggok di dekat kami.
"Di kotak kardus adalah barang-barang Pak Fatih, Bu. Kami bereskan mejanya dan barang-barang beliau kami bawa ke sini. Mohon maaf sebelumnya, sebetulnya masih ada sajadah dan sandal di musala, tetapi saya pikir biar di sana saja ya, Bu. Untuk kenang-kenangan. Juga bisa jadi amal jariyah Bapak karena pasti akan dipakai terus oleh teman-teman yang salat di musala," lanjutnya.
Aku tersenyum mengangguk.
"Terima kasih atas semua bantuan serta perhatian Mas Dian dan teman-teman kantor yang sudah banyak membantu selama ini. Semoga mendapatkan balasan yang jauh lebih banyak dari Allah," jawabku. Dia mengaminkan.
"Sekalian saya ke sini mau meminta tanda tangan Ibu untuk mengurus beberapa berkas administrasi kantor yang harus diselesaikan terkait meninggalnya Pak Fatih," kata Mas Dian lebih lanjut sambil mengambil sesuatu dari tasnya. Mas Dian ini dulu junior suami. Aku pun menandatangani beberapa berkas yang disodorkannya. Setelah semua beres, dia langsung pamit.
"Hati-hati, ya, Mas. Salam untuk semua teman-teman di kantor. Sampaikan terima kasih saya kepada mereka semua," seruku berdiri di pagar mengantar kepergiannya. Dia pun mengangguk sopan, kemudian berjalan pergi.
Selepas kepergiannya, aku langsung menoleh ke arah kotak kardus yang tergeletak di lantai dekat pintu masuk. Karena penasaran, aku langsung membawa kotak itu masuk dan mulai membongkar isinya.
Yang pertama ada perlengkapan alat tulis. Lengkap sekali untuk ukuran seorang laki-laki. Kemudian sepatu kets, helm, sandal, kalender duduk, kaleng celengan, kalkulator, dan juga sajadah. Beberapa diecast Volkswagen dengan jenis yang berbeda-beda. Ada juga iPad yang aku yakin sudah rusak. Aku cukup surprise ada foto keluarga diantara tumpukan buku, kertas, dan agenda karena suamiku bukan model orang yang suka menyimpan foto keluarga apalagi memajangnya di meja kerja. Itu yang kadang membuatku agak kesal padanya.
Kemudian ada lima kotak Hot Wheels yang dalam satu kotaknya berisi delapan buah Hot Wheels. Kotak tersebut masih tersegel. Wow! Aku bisa memastikan Hot Wheels ini dia beli dari online shop dan disiapkan untuk keponakan-keponakannya yang cowok. Sesayang itu dia dengan anak kecil.
Suamiku memang hobi mengoleksi diecast Volkswagen. Di rumah ada satu lemari kaca yang isinya koleksi tersebut. Mungkin ada sekitar seratus buah. Menurut suamiku itu belum seberapa dibandingkan koleksi teman-temannya. Selain diecast Volkswagen dia juga mempunyai banyak koleksi Hot Wheels. Khusus untuk Hot Wheels memang dia niatkan untuk diberikan kepada keponakan-keponakan cowok yang datang ke rumah. Atau sebagai hadiah ketika kami berkunjung ke rumah saudara dan mereka memiliki anak kecil cowok.
Aku belum pernah menemui orang sebaik dan setulus dia. Kepergiannya meninggalkan rasa kehilangan yang mendalam bukan saja untuk aku dan anak-anak tetapi juga bagi orang-orang yang mengenalnya. Bahkan setelah kepergiannya aku banyak mendapat pesan dari orang-orang yang tidak aku kenal, tetapi ternyata teman-teman suamiku. Mereka turut mengucapkan bela sungkawa dan bercerita betapa suamiku orang yang sangat baik.
Alhamdulillah, hal tersebut membuatku bahagia. Aku juga merasa senang ternyata banyak orang yang menyayangi dan mengasihi suamiku.
"Kamu lihat, Ayah. Banyak orang yang kehilanganmu. Itu tandanya banyak orang yang menyayangimu. Berbahagialah di sana. Semoga kita akan berkumpul lagi di surga-Nya. Amin.
#Sabtu, 12 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Tiga Puluh Hari Tanpamu
RomanceGangguan kecil itu menjadi sangat berarti ketika dia sudah pergi .... Biasanya ada yang lalu lalang ke sana ke mari mencari perhatian ketika aku sedang asyik menikmati hobi. Biasanya ada yang sengaja sibuk mengurus akuarium, kemudian meminta tolong...