Hari Kedua Puluh Tiga Tanpamu: Mimpi

173 30 0
                                    

Senandung sunyi yang bernyanyi merdu

Menyampaikan asaku padamu wahai langit biru

Mendaki pelangi menuju khayalku padamu

Berharap engkau menungguku dengan rindu

Seperti aku menunggumu dalam mimpiku


Pagi ini sepupu suamiku, Ani, mengirimkan kabar di grup WhatsApp, bercerita kalau semalam dia bermimpi bertemu suamiku. Om Budi, adik ibu mertua berkomentar berarti suamiku minta didoakan. Katanya juga, berarti Ani tidak pernah mendoakan suamiku atau doanya tidak sampai. Benarkah begitu?

Semalam aku juga kedatangan tamu yang sudah kuanggap seperti saudara sendiri. Dia bercerita dua hari yang lalu bermimpi bertemu suami. Setelah dia bangun langsung dibacakan surat Yasin. Dia juga bilang mungkin doa yang dikirimkan tidak sampai sehingga suamiku hadir di mimpinya. Benarkah begitu?

Beberapa hari sebelumnya ibuku juga bercerita kalau beliau bermimpi bertemu Ayah dan Fatih pada malam yang sama. Dalam mimpi tersebut baik Ayah maupun suamiku hanya diam duduk di ruang tengah rumah Ibu di Cilacap. Ibuku juga berkata mungkinkah beliau pernah lupa mendoakan Ayah dan menantunya sehingga mereka berdua datang dalam mimpi? Benarkah begitu?

Apa pun itu ibuku bilang senang sekali bisa bermimpi bertemu mereka.

Baru saja adikku yang domisili aslinya di Purwokerto, tetapi saat ini berada di Bali menelepon kalau semalam didatangi suami melalui mimpi. Katanya suamiku datang ke rumahnya di Bali dengan membawa hadiah sepatu untuk anaknya yang baru lahir. Adikku bertanya mengapa datang sendiri? Mengapa tidak bersama Mbak Rini dan anak-anak? Suamiku menjawab bahwa dia sedang terburu-buru. Dia juga berpesan agar adikku sering-sering berkirim kabar denganku. Begitu bangun adikku langsung membaca Al-Fatihah. Katanya, mungkin karena dia jarang mendoakan sehingga suamiku hadir dalam mimpinya. Benarkah begitu?

Aku maklum karena kesibukannya memiliki bayi dan masih dalam masa nifas sehingga jarang mendoakan suamiku. Kebetulan adikku ini suaminya bertugas di Bali sehingga ketika mengambil cuti melahirkan dia memilih mengungsi ke Bali. Ingin melahirkan di sana, ditemani suaminya.

Waktu itu aku dan suami memang berencana liburan akhir tahun ke Bali sekalian menengok keponakan baru. Rencana tersebut bahkan sudah aku sampaikan kepada adik. Namun, karena peristiwa 'Sabtu Kelabu' itu rencana tinggal rencana. Mungkinkah karena hal tersebut dia bermimpi bertemu dengan suamiku di Bali? Untuk menuntaskan janjinya pergi ke Bali menengok ponakannya? Entahlah.

Aku dan juga anak-anak sampai hari kedua puluh kepergian suami belum pernah sama sekali bermimpi bertemu dengannya, padahal betapa inginnya kami bertemu dengannya walaupun hanya dalam mimpi. Mengapa orang lain bisa bermimpi bertemu suamiku, tetapi kami orang-orang terdekatnya tidak? Apakah karena kami selalu mendoakannya? Ada yang bilang kalau orang yang sudah meninggal datang di dalam mimpi berarti dia minta kita mendoakannya. Betulkah begitu? Andaikan demikian apakah aku dan anak-anak tidak perlu mendoakannya agar bisa bermimpi bertemu dengannya? Kadang pikiran absurd seperti itu datang dalam benakku.

Astaghfirullahaladziim. Ya Allah, mengapa aku punya pikiran seperti itu.

"Sebut nama Allah, Nda. Sadar. Lebih baik tidak didatangi Ayah dalam mimpi daripada tidak mendoakannya," kata Mas Anif waktu aku bercerita hal tersebut padanya.

"Ayah sudah tenang di sana. Kita tinggal mendoakan saja," kata anakku bijak.

Beruntung aku mempunyai dua anak laki-laki yang semuanya dewasa dalam berpikir. Tidak ada yang lebai seperti ibunya. Mungkin juga karena pendidikan formalnya dari kecil selalu berada di sekolah yang berbasis agama sehingga membentuk kepribadian yang tangguh dan islami.

"Ada tiga jenis mimpi, Nda. Mimpi yang benar merupakan kabar gembira dari Allah, kemudian mimpi yang menyebabkan kesedihan adalah dari setan, dan terakhir mimpi karena pikiran kita sendiri. Bisa jadi orang-orang yang bermimpi bertemu Ayah karena sebelum tidur memikirkan Ayah," kata Mas Anif panjang lebar.

Namun, aku juga selalu memikirkannya. Mengapa tidak bermimpi juga ya?

#Senin, 28 Desember 2020

Tiga Puluh Hari TanpamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang