Mark berusaha mengendalikan ekspresinya untuk tetap tenang dan tidak tersenyum seperti orang idiot yang sedang berkhayal, tetapi dia gagal ketika mengetahui bahwa apa yang terjadi pada si mungil bukanlah penyakit mematikan.
Mereka telah selesai dengan semua pemeriksaan serta obat-obatan untuk dibawa pulang, dan duduk sopan di dalam mobil seraya menatap langit biru di depannya benar-benar perlu dilakukan, dia tersenyum penuh syukur atas apa yang Tuhan berikan.
"Bagaimana rasanya?" tanya Mark pada penumpang mungil di bangku seberang, dadanya penuh dengan ledakan menyenangkan ketika memikirkan didikan seperti apa yang akan dia terapkan pada anak mereka nantinya, meskipun itu belum genap satu bulan. Tuhan, dia merasa begitu diberkati.
"Luar biasa," kata Alice cerah, dia mengangkat wajah untuk menyelami tatapan Mark dengan sebuah senyum malu-malu, dan binar penuh haru ditemukannya pada detik pertama, lelaki itu terasa hampir menangis. "Ini, benar-benar tidak terbayangkan, Kak Mark, sesuatu telah tumbuh di sini."
Mark kembali membawa sebuah senyum lebar yang berasal dari serpihan hati terdalam, tangannya terangkat untuk menyilakan rambut si mungil ke belakang telinga. "Sesuatu telah tumbuh di sana." Dia meyakinkan, dan jemari yang sedikit kasar menyentuh perut Alice dengan tenang, tidak sabar untuk merasakan tendangan pertama.
Diam-diam Mark sudah membayangkan akan menjadi sosok ayah seperti apa nantinya, ikut dalam pesta teh dengan beberapa gosip hangat, atau berkeringat dalam upaya memasukkan bola ke dalam gawang, tetapi dia akan lebih senang jika bisa melakukan keduanya.
"Ada yang Alice inginkan?" tanya lelaki itu, sangat jantan, seperti siap melawan dunia untuk semua hal yang akan keluar dari celah bibir istrinya, jaga-jaga jika ternyata si mungil mengidamkan sebuah angka yang akan bertambah di deret terakhir keajaiban dunia.
"Uh, agak mual membayangkan makanan basah," keluh Alice dengan tangan berada di atas jemari Mark yang masih setia bertahan di perutnya. "Mungkin beberapa roti?" Dia bertanya penuh harap, dan dibalas anggukan teramat cepat oleh lelaki itu.
"Ingin pabrik rotinya sekalian, Nyonya Jung?"
Alice agak punya sebuah keinginan lain sekarang, memukul Mark dengan sepatu ungu muda terdengar bagus untuk dilakukan, tetapi kembali pada poin pertama, dia adalah seorang wanita yang baik budi dan patuh pada norma, terima kasih banyak. "Dengan senang hati, Tuan."
Mobil kembali dijalankan dengan tertib dan tenang, melewati segala macam jenis bangunan dengan hangatnya sinar matahari sebagai pelengkap, dan berhenti di beberapa tempat yang agaknya memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Beberapa buah ikut pulang ke dalam daftar belanjaan, semangka merah merona menjadi target yang paling utama, Mark sangat tidak tahan pada godaan kulit hijau dilapisi embun dingin yang amat menyegarkan, dan terakhir, tetapi tidak benar-benar berakhir, eskrim dengan banyak rasa, mereka memiliki selera yang hampir sama untuk beberapa hal, juga jelly sejuta warna ikut terperangkap ke dalam keranjang.
"Ah, benar," seru si alis camar tiba-tiba, menatap belanjaan yang akan segera dimasukkan ke dalam bagasi belakang. "Kita akan ke rumah Mama dan Momma, mereka harus tau tentang ini dengan cepat."
"Ya, atau akan mengomel nantinya." Alice tertawa ceria ketika membayangkan, dan hati Mark terasa seperti keju di atas wajan panas, meleleh dengan bentuk tak beraturan. "Ayo, telpon dulu, mereka ingin apa selagi kita masih di gudang makanan."
Untuk dering pertama pada nama Nyonya Jung, panggilan tidak berhasil disambungkan, mungkin wanita itu sedang dalam misi menjadi sosialita bersama beberapa rekannya, dan menghubungi Tuan Jung terdengar bagus untuk dilakukan.
"Ya?" Adalah kata yang ramah untuk detik pertama mereka berbicara, Tuan Jung tampak sedikit sibuk di seberang sana dengan beberapa suara kardus yang berjatuhan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ma Cotton Candy || Mark ✔
Teen Fiction[TERBIT] [PART LENGKAP] [Romance] [Uwu-able] - Sebuah malam yang suram, awal kisah baru dimulai dengan perjalanan hidup berubah seratus delapan puluh derajat. Perubahan itu membuat hidup Mark menjadi kerepotan yang secara ajaib memang sudah cukup re...