Pertemuan berikutnya antara Mark dan Amora terjadi sehari setelah dia pulang dari kediaman Nakamato, tidak ada yang spesial pada pertemuan itu kecuali dengan Alice yang kini berdiri di sampingnya.
Amora selalu dengan nasi goreng di dalam kotak bekal, tetapi pagi ini dua lembar tiket bioskop ikut andil di tangannya.
Mereka hampir tidak tahu untuk mengatakan apa, Mark terlalu bingung harus memulai dari mana, sementara Amora pun sedikit menerawang ketika tatapannya jatuh pada tautan tangan si alis camar dengan gadis di sampingnya.
"Hai, Kakak?" Alice adalah yang pertama memulai, menatap gadis itu dengan raut bingung sebelum mengalihkan atensi pada Mark, kemudian kembali pada gadis itu, dan lagi, pada Mark, berulang.
"Y-ya," balas gadis itu, agak gugup, tetapi wajahnya terlihat datar.
Alice tidak mengerti, yang dia tahu adalah kembali ke apartemen Mark untuk mengambil berkas project lelaki itu, kemudian sedikit bersantai di sisa harinya sebelum kembali ke rumah dan memulai hidup seperti biasa, tetapi gadis yang berdiri di depan pintu apartemen si alis camar membuatnya sedikit kebingungan, terlebih ketika suasana mendadak canggung entah atas dasar apa.
Genggaman Mark menguat hingga membuat si mungil menatapnya penuh tanya, tetapi lelaki itu memberikan sebuah senyum tenang dan mendekat pada celah bahu Alice. "Duluan, Kak Mark akan menyusul," bisiknya.
Alice tidak menemukan alasan yang tepat untuk membiarkannya tidak menuruti Mark, jadi dia segera melangkah ke dalam apartemen setelah memberikan sebuah senyum manis pada gadis di sana.
Ini agak kaku, tetapi si mungil terlalu lapar untuk menemukan di mana letak kaku itu, dia hanya butuh seporsi bubur dan semua menjadi lebih damai.
"Amora." Mark mendekat, tangannya terangkat untuk menyentuh bahu si surai gelap.
"Kau membawa jalang ke apartemenmu?"
Pertanyaan itu menghentikan gerakan Mark, tangannya menggantung di udara sebelum jatuh ke sisian tubuh dengan kepalan yang kuat. Dia menghela napas, Amora terlalu buru-buru dan membuatnya ingin berteriak.
Demi Tuhan, bagian mana yang cocok untuk dikatakan sebagai jalang ketika Alice datang dengan baju yang sungguh-sangat-tertutup dan sebuah bando telinga kelinci duduk anggun di atas rambutnya.
Jika ini adalah sebuah kejahatan, maka Mark lebih terlihat seperti pria gila penggemar anak-anak dibanding dengan Alice adalah oh, sial! Itu keterlaluan.
"Jika maksudmu adalah jalang seumur hidup, maka iya, dia istriku, Amora." Mark memasukkan kedua tangan dalam saku celana. "Gadis yang kau sebut jalang adalah istriku."
Dia menemukan sebuah tatapan tidak percaya dan raut kekecewaan yang sangat berlebihan dari Amora, dan ini adalah hal yang ditakutkan ketika memberitahu semua pada gadis itu.
"Kau bercanda," kata Amora di sela giginya yang mengatup, secara tidak sadar genggaman pada tiket di tangan menguat hingga nyaris membuat kertas itu robek.
"Untuk dasar apa reaksi itu terjadi, Amora?"
Sejauh dia mengenal Mark, tatapan kali ini adalah yang paling asing dari lelaki itu untuknya, terasa dingin, tetapi di satu sudut juga begitu mengintimidasi. "Mark," cicit Amora, wajahnya jatuh pada rasa teramat bersalah. "Aku, ini semua." Dia berhenti, menggerakkan tangan agak samar dan acak. "Maafkan aku, sungguh, kau tidak pernah terlibat dengan gadis manapun sejauh kita saling mengenal, ini terlalu tiba-tiba untuk melihatmu bersama dengan salah satu dari mereka."
Mark diam, tatapannya datar tanpa niat menimpali ucapan gadis itu.
"Serius, Mark! Aku akan meminta maaf padanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma Cotton Candy || Mark ✔
Teen Fiction[TERBIT] [PART LENGKAP] [Romance] [Uwu-able] - Sebuah malam yang suram, awal kisah baru dimulai dengan perjalanan hidup berubah seratus delapan puluh derajat. Perubahan itu membuat hidup Mark menjadi kerepotan yang secara ajaib memang sudah cukup re...