23. Ace?

282 44 16
                                    

Pagi itu, Mark terbaring di sofa apartemen dengan pandangan mengarah pada langit biru di luar jendela, ini adalah akhir pekan, dan dia sedikit ragu apakah besok harus mengikuti mata kuliah atau melanjutkan cuti tenang di atas tempat tidurnya.

Dia merasa bahwa ini sangat kekanakan, tetapi dia juga butuh melakukan itu untuk tahu seberapa kuat pengaruh Alice dalam hidupnya, kecuali satu gadis cantik yang kini bertambah dalam daftar pemikiran Mark.

Itu membuatnya seribu kali harus berpikir tentang kelangsungan hubungan mereka.

Helaan napas berat Mark diiringi dengan bunyi bel lembut di pintu apartemennya, dia bangkit dan segera membuka pintu untuk kemudian menemukan seorang gadis berambut hitam lebat berdiri di depan sana.

"Hai," sapa gadis itu riang, tangannya menenteng sebuah kotak bekal abu tua dan sebotol jus apel manis untuk Mark.

"Uh, hai," balas Mark, sedikit gugup.

Gadis itu tersenyum seraya mengangkat tangannya ke depan wajah Mark, menunjukkan sesuatu yang dia buat dengan sepenuh hati. "Aku membawa sarapan sehat."

"Aku lihat itu." Mark mengakui, yang secara ajaib melihat potongan semangka dalam kotak di bawah tutup plastik putih itu.

"Kesukaanmu," katanya dan mencoba untuk menerobos masuk.

"Yoora!" Mark berujar tiba-tiba seraya menggeserkan tubuhnya ke sisian pintu yang lain untuk mencegah gadis itu masuk, dan tangga nada terlampau tinggi membuat si rambut hitam lebat sedikit terperanjat. "Uh, maksudku Amora," ralatnya ketika teringat pada cerita kemarin pagi.

"Oh," Amora berkata kikuk, dia menyelipkan anak rambut ke belakang telinga dan menyembunyikan sebuah senyum yang malu-malu di wajah. "Aku pikir, aku akan mencuci pakaian sekarang." Dia menyerahkan sarapan pada tangan Mark, kemudian berkata, "Ini untukmu, kuharap itu membuatmu suka."

Mark tersenyum simpul ketika berhasil membawa bekal dalam genggaman, kini semangka merah menggoda dan nasi goreng itu berpindah tangan padanya. "Terima kasih, ini pasti enak."

"Tentu saja." Amora tertawa pelan, tangannya bergerak samar ketika tidak ada hal lain untuk mereka katakan. "Aku pergi."

Mark mengangguk patah. "Baik, hati-hati di jalan."

Gadis itu tertawa lebih lebar dari pertama kali. "Mark," panggilnya dengan tangan berada di depan mulut, mencoba menjadi seanggun mungkin untuk ukuran gadis yang terkekeh. "Aku tidak pergi sejauh itu, kamarku hanya berjarak sepuluh meter dari pintu ini."

"Aku – aku pikir itu juga perlu untuk hati hati," kata Mark, yang secara mendadak melupakan sebuah fakta bahwa mereka kini menjadi tetangga.

Amora tersenyum, dia mengakhiri pertemuan mereka dengan lambaian tangan ramah dan melangkah masuk ke unit apartemennya.

Si alis camar memperhatikan gadis itu hingga dia lenyap di balik pintu, kemudian ikut masuk ke dalam dengan helaan napas berat.

Akhir-akhir ini, napas Mark tidak pernah bekerja dengan ramah dan santai, selalu dalam zona resah, dia merasa sepuluh tahun lebih tua.

🍭

Suara pisau beradu dengan talenan memecahkan keheningan pagi di kediaman Alice, karena ini adalah akhir pekan yang ceria, dia akan melakukan sebuah percobaan sederhana di rumah mereka, memasak makan siang untuk bisa dibawa ketika mengunjungi Mark nanti.

Jika kemarin secara kebetulan lelaki itu tidak di sana, maka hari ini terlalu santai bagi si alis camar untuk menyibukkan diri di luar, setidaknya begitulah yang terlintas di pikiran lugu Alice.

Ma Cotton Candy || Mark ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang