33. Good Vibes

267 44 19
                                    

Matahari mulai tergelincir turun ketika Mark melakukan pembersihan di halaman belakang rumah mereka, semak yang tumbuh hampir membuat tempat itu terlihat seperti hutan belantara alih-alih kebun yang segar.

Genangan air hujan yang berada di bawah pohon mangga kini sudah ditimbun dengan tanah hitam, tidak ada lagi bayi katak untuk bisa berkembang biak di sana, tetapi Alice tidak mengatakan apa-apa ketika Mark melakukan itu minggu lalu, antara terlalu geli untuk membayangkan atau mungkin memiliki ide untuk peternakan lain di suatu tempat, si mungil adalah sesuatu.

Cahaya keemasan menerobos celah daun mangga untuk singgah di kulit Mark dengan hangat, lelaki itu membasuh keringat dan menyapu pandangan atas kerja kerasnya sejak tadi siang, seluruh tempat menjadi rapi, sayuran yang telah dibersihkan dari siput babi maupun ulat daun, pot bunga tersusun cantik di atas tembok pagar dan beberapa di atas tanah, dia tidak pernah merasa lebih puas daripada melihat semuanya telah tertata seperti sebuah karya dari tangan seniman.

"Bayam atau bunga krisan, ya?" tanya Mark pada sapuan angin yang menerbangkan surai hitamnya, tanah di dekat teras terlihat kosong karena bunga daisy yang ditanam si mungil sudah membusuk, dan penyebab utama adalah cacing tanah.

Menambah koleksi mekar cantik terdengar bagus untuk dilakukan, dia melepaskan sarung tangan yang kotor dan membawa langkah masuk ke dalam, bergerak sepelan mungkin agar tidak menabrak atau menjatuhkan sesuatu yang menimbulkan bunyi keras, dia tentu saja tidak ingin si mungil terbangun dari tidur siangnya.

Langkah kaki Mark akan membawanya ke dapur jika saja tidak ingat bahwa si mungil menyimpan koleksi bibit bunganya di dalam laci meja rias, dan dia menjadi lebih waspada ketika membuka pintu kamar yang biasanya akan berderit sedikit keras, tetapi seonggok daging bernyawa yang duduk di atas ranjang dan menghadap ke arah jendela menimbulkan tanda tanya besar baginya.

"Alice?" panggil Mark, lembut dan pelan, jaga-jaga jika ternyata si mungil tidur dalam posisi duduk, dan melihat kedua bahu sempit itu bergetar naik turun membuatnya sedikit tersentak, seperti biasa, hal-hal buruk akan menemani tiap langkah yang terasa semakin berat. "Kenapa?"

Alice menoleh ke samping kanan, menemukan Mark yang mendekat dengan wajah panik dan pucat.

"Sesuatu terjadi?" tanya si alis camar ketika kedua tangannya menyentuh bahu sempit Alice, mereka bersitatap dan Mark menemukan mata basah dengan bibir yang bergetar pada detik pertama. "Alice?"

Si mungil melingkarkan tangan di pinggang yang lebih tua, dia menenggelamkan wajah pada perut Mark yang bau keringat, tetapi tetap terasa menenangkan. "Mesin pemotong rumputnya sangat berisik, Alice tidak bisa tidur."

Jantung Mark terjun bebas seperkian detik sebelum kembali pada posisi semula, dia membawa tatapan ke arah jendela dan menemukan seorang lelaki tua dengan mesin yang tidak kalah tua, nyaris terlihat seperti rongsokan, memotong rumput di halaman rumahnya. "Oh, jenis naga modern."

Rengekan kesal menjadi jawaban dari perkataan Mark, dan si mungil mencubit pantat lelaki itu dengan keras. "Itu berisik sekali," akunya, terdengar agak marah.

Mark melirik jam di atas nakas, pukul 4 sore, yang berarti satu jam lagi untuk Alice seharusnya bangun. "Ya sudah, ingin tidur kembali?" tanyanya setelah menekuk lutut untuk bisa sejajar dengan si mungil, dan sebuah gelengan ia dapatkan sebagai balasan. "Ikut Kak Mark tanam bunga saja, mau?"

Tangan kecil Alice terangkat untuk menyapu genangan air di pelupuk matanya. "Duduk di teras?"

"Ya, duduk di teras," jawab Mark, tangannya mengambil alih untuk menghapus anak sungai yang mengalir di pipi gembil si mungil. "Ingin tanam bunga apa?"

"Krisan rainbow yang kemarin datang."

Mereka memiliki sel otak yang kembar.

🍭

Ma Cotton Candy || Mark ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang