Seminggu sudah dia melayani tim basket , penyakitnya kerap kambuh walaupun ia sudah mati-matian menjaga kondisi tubuhnya, tapi tetap saja ia akan merasakan nyeri dibagian dadanya pada malam hari , nafasnya kerap tersenggal dan membuatnya sulit terlelap dimalam hari, tubuhnya memang tak cocok dg lelah , dan ia tau itu.
Salsha membungkukkan dirinya , meletakan kedua tangannya kelutut dg keringat yg sudah menetes membasahi seluruh seragam olahraga nya , ia mengatur nafasnya yg sudah tersenggal-senggal akibat seharian berjemur dibawah terik matahari sembari berlari mengelilingi jalur lintasan yg bahkan baru setengah jalan, lintasan yg jaraknya 1300 meter harus ia lewati untuk pengambilan nilai lari jarak sedang .
Salsha tak peduli jika harus tertinggal jauh oleh kawan-kawannya , ia benar-benar tak bisa melanjutkan larinya , tangan kanannya bergerak mencengkram dadanya kuat , ritme dadanya juga tak teratur , membuatnya kesulitan bernafas .
Namun tekatnya belum usai , ia tetap tak mau menjadi pecundang yg berhenti ditengah jalan , ia pejamkan matanya dan membukanya kembali , Salsha terus bergerak walaupun dg gerakan yg lambat , tangan kanannya masih meremas dada kirinya , nafasnya juga masih terpenggal-penggal , dg sisa tenaga yg ada Salsha berjalan hingga mendekati garis finis , jantungnya semakin berdetak kencang , setiap detak nya serasa ditikam belati berulang kali , membuatnya meringis kesakitan .
Iqbaal yg menyaksikannya hanya bisa bungkam melihat Salsha bersusah payah melangkahkan kakinya , ia menatap bibir pucat Salsha dan tubuhnya yg bergetar seakan tengah menahan sesuatu , ia tak bisa berbuat apa-apa , Herman yg mengawasi di jam pelajaran ini , ia tak akan bisa berkutik , para sahabat Salsha juga telah membujuk Herman agar membiarkan Salsha berhenti , namun ia tak menggubrisnya , hanya gelengan kepala yg mereka dapatkan , sungguh mengenaskan .
Salsha berjalan mendekati garis finis , bibirnya mulai bergetar , matanya juga telah buram , nafasnya seakan habis , kakinya juga telah lunglai seperti jeli , ia menahan beban tubuhnya dg susah payah agar tak tersungkur di hadapan teman-temannya yg sudah mencapai garis finis semenjak tadi , Salsha kembali terhenti , saat ini sakit didadanya telah menjalar ke bahu kirinya, ia menitihkan air mata yg membuat penglihatannya makin tak jelas .
Hingga sebuah tangan menyentuh pundak salsha, menarik lengan kiri salsha dan meletakkan dipundaknya , tangan kanannya melingkar dipunggung Salsha , ia membantu Salsha mengayunkan kembali kakinya , dg nafas yg berat , Salsha menoleh dan tersenyum melihat Iqbaal disampingnya .
“ bentar lagi , masih kuat kan ?” Salsha mengangguk pasti , walaupun ia tau setelah ini ia pasti akan dilarikan kerumah sakit , dan mendapat cacian dari dokter nya .
Salsha berjalan dibantu Iqbaal , ke duanya sampai digaris finis dan saat itu juga Salsha terjatuh , diikuti Iqbaal tentunya yg sedikit kewalahan menahan beban tubuh gadis itu. Semua orang panik namun Herman mencegah mereka mendekati Salsha , itu menjengkelkan.
“ sal .. Salsha !!” Iqbaal mengguncangkan tubuh Salsha berharap ia membuka matanya, ia melihat kearah teman-temannya yg masih setia berdiri dihadapannya dan tak bergeming .
“ bantuin anjing !!” bentak Iqbaal yg dibalas tatapan memelas oleh Rio , seakan mengisyaratkan bahwa mereka ingin sekali membantu namun mereka tak berani melompati pagar yg dibuat oleh Herman .
“ bangsat ” gumamnya , yg sama sekali tak terdengar.
Iqbaal membopong tubuh jenjang Salsha menuju UKS , ia meletakkannya Salsha di banker yg tersedia disana , kemudian Iqbaal kembali mengguncangkan tubuh Salsha dan menepuk-nepuk pipinya .
“ sal , Salsha ... Bangun sa !” Salsha tak bergeming , bibirnya semakin pucat bahkan hampir biru , tubuhnya juga amat sangat dingin Iqbaal yg melihat itu langsung mengecek detak jantung Salsha . Ia dekatkan telinganya kedada Salsha , dan ia menemukan debaran yg sangat lemah disana, Iqbaal beranjak menyentuh pergelangan Salsha , denyut nadinya juga sangat lemah .
“ sal !! ” Iqbaal panik sekarang , saat darah kental tiba tiba keluar dari mulut Salsha , suara batuk terdengar memenuhi ruangan itu , dan secara bersamaan darah kental kembali keluar dari sela bibir Salsha , Salsha membuka matanya perlahan , ia mendapati sosok Iqbaal disana dg tatapan khawatir .
“ aku kenapa? ” tutur Salsha , nafasnya masih tak bisa ia kontrol , ditambah perutnya yg sangat mual membuatnya semakin sulit bernafas .
Salsha menatap tangan Iqbaal yg bergerak mengusap darah dari mulut Salsha , sentuhan hangatnya membuat Salsha tersenyum manis, membuat ulu hati Iqbaal seakan teriris , bagaimana ia masih tetap tersenyum saat keadaannya mengenaskan seperti ini .
“ kamu sakit sa.” ucap Iqbaal sembari terus mengusap pipi Salsha yg berlumuran darah.
Ketenangan Iqbaal tersalur pada Salsha.“ kita kerumah sakit sekarang ya ?” Salsha hanya mengangguk patuh , ia tak tau harus bagaimana lagi , tubuhnya sangat lemas , kepalanya juga pening , ia pasrahkan dirinya diangkat oleh Iqbaal dan entah akan dibawa kemana .
“ dengerin gue , sal .. Salsha ” Iqbaal mendudukan Salsha sembari mengguncang kan pundaknya agar Salsha tetap terjaga .
“ jangan tutup mata Lo , oke !” Iqbaal menatap manik coklat milik Salsha pekat , memastikan gadis itu tetap membuka matanya agar kesadarannya tak terenggut .“ naik ” tutur Iqbaal yg sudah membelakangi Salsha , Salsha melingkarkan tangannya dileh poper Iqbaal dan menyembunyikan wajahnya ditengkuk milik pria dg seragam olahraga ini .
Iqbaal mulai berjalan keluar dari UKS , ia melangkahkan kakinya menuju parkiran sekolah , yang sialnya cukup jauh dari UKS .
Sepanjang perjalanan Iqbaal tak berhenti mengoceh , mengingatkan gadis dipunggung ya itu agar tetap membuka matanya , dan hal itu selalu di iyakan oleh Salsha .
“ jangan tidur sal ”
“ ngantuk baal ”
“ jangan coba-coba tutup mata ”
KAMU SEDANG MEMBACA
Detak Jantung Terakhir ( IDR ×SA )
Fantasyjika mencintai adalah hal terakhir yang bisa ku lakukan maka sekuat tenaga aku akan mencintaimu , dg sisa debaran yg masih ku punya , kau akan jadi milikku, catat itu akan terjadi.