H-1

715 84 84
                                    

Seokjin terburu menghampiri Seoktae dan membawanya ke dalam dekap. Mengusap punggungmya berulang kali seraya melantunkan Lullaby favoritnya.

Degup jantungnya berdetak begitu kencang dengan rasa takut yang menggunung. Ia sungguh takut jika si kecil Seoktae akan mengetahui percekcokan yang terjadi antara ia dan papanya. Sungguh, makhluk sebening Seoktae tak berhak tau mengenai hal ini. Dan sebagai seorang ayah, Seokjin tak kan membiarkan hal tersebut terjadi.

Bocah empat tahun itu bersandar nyaman pada dada sang ayah dengan mata yang berat. Sayup sayup terdengar ucapnya lirih seraya menggosok kelopak mata-

"Appa, ada apa ribut ribut? Apa ada tikus?"

Nyeess!

Bak gunung batu es di Antartika yang seketika mencair menjadi lautan. Kekhawatirannya yang besar tak terbukti.

"Ah, iya. Ada tikus. Tapi sudah pergi. Jadi, Seokie tak perlu khawatir" ucap sang ayah.

"Benar kan papa?" lanjutnya seraya menoleh ke arah Taehyung dengan tatap kosongnya.

"I-iya benar. Ada tikus."

"Sekarang, jagoan appa tidur dulu nee. Maaf sudsah membangunkanmu, sayang. Appa akan menemanimu tidur. Seperti janji appa sebelumnya" bisik Seokjin seraya menggendong sang putra ke kamarnya. Meninggalkan Taehyung seorang yang kini menekuk kedua lutut dan berakhir memeluknya erat.

"Apa aku sudah kelewatan? Apa aku berlebihan?"

Ia terus bertanya pada diri sendiri. Tubuhnya bergetar hebat dengan air mata yang setia membasahi pipi.

Jika saja mau jujur akan perasaan juga kehendaknya, mungkin perdebatan ini tak akan terjadi dan menjadikan ia berselimut dingin sendiri malam ini.

"I love you, I'm still loving you. You can't be replaced by others. But I'm so done with you. I just- can't. I can't!"

"I wanna be free, Jin-aah! I'm sorry-"

.

Sang rembulan telah berganti tugas dengan sang mentari. Ia muncul dari ufuk timur untuk kembali menerangi bumi. Seakan tak pernah bosan dan lelah meski ia lakukan secara cuma cuma selama jutaan tahun.

Sinarnya yang terik menembus jendela kamar bercat ungu pastel dengan kelambu putih yang menghalangi. Lampu penerang ruangan telah padam dan di gantikan sinarnya yang abadi. Namun, seberapapun terangnya, tetap tak mampu mengusik pria dewasa yang masih menutup kelopaknya rapat rapat berbantalkan telapak tangan. Kedua tungkainya menekuk, tanpa satupun benda tebal yang lebar untuk memeluk tubuhnya; sekedar memberi kehangatan.

Wajah tampan itu terlihat pucat pagi ini. Membuat lelaki kecil yang sedang bersiap dengan pakaiannya harus berhenti.

Seoktae menatap raut sang ayah dalam diam. Fikirnya mungkin sedang memproses, mengapa appanya terlihat berbeda pagi ini. Namun ia tak mengerti, dimana letak perbedaan dengan hari sebelumnya.

Jagoan kecil itu memutuskan untuk menaiki ranjang dan meletakkan punggung tangan pada dahi sang ayah. Seperti yang biasa di lakukan oleh appanya ketika ia merasa dalam kondisi tidak baik.

Panas.

Tangan mungil itu mengibas ke udara dengan segera. Ia menuruni ranjang seraya menyambar topi kuning juga tasnya dan berlari keluar kamar dengan tergesa. Si kecil Seokie mengedarkan pandang ke seluruh penjuru ruangan lantai dasar rumah guna mencari keberadaan sang papa. Merasa kosong dan tak kunjung mendapati sesiapapun, ia berteriak di balik rasa cemasnya.

• f O r e V E R - JINV •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang