• E P I L O G U E •

1.2K 66 33
                                    

Taehyung tertidur lelap di atas ranjang meski bulan baru saja berganti tugas dengan mentari. Gurat lelah tampak menghiasi parasnya yang ayu. Tubuhnya jauh lebih berisi dengan bagian perut mulai menyembul. Tak begitu besar, meski usia kehamilannya menginjak minggu ke dua puluh dua.

Di kehamilan kedua ini sendirinya mudah sekali mengantuk, juga lelah di sekitar pinggul. Apalagi jika berada dalam ruangan dingin, ia akan langsung tertidur tanpa menunggu detik berpindah.

Celana pendek di atas lutut dengan kaos longgar menjadi ciri khas penampilannya selama di rumah. Sang mama melarang menantu satu-satunya itu untuk mengenakan celana jeans dan atasan yang berbahan ketat dan kurang nyaman.

Aeri selalu mengkhawatitkan Taehyung. Terlebih lagi pria manis itu baru saja berpulang dari rumah sakit delapan hari lalu. Sang mertua yang sebelumnya sudah cerewet, kini bahkan lebih. Seperti, ia akan menelfon putranya— Seokjin untuk mengecek Taehyung sudah makan atau belum. Vitaminnya sudah di konsumsi atau belum. Apapun yang sedang di inginkan oleh si papa, Aeri akan mengirimnya saat itu juga. Wanita paruh baya itu bahkan mengambil alih tugas asuh atas Seoktae agar putranya tak lebih repot dalam memanjakan Taehyung.

Semua semata untuk kebaikan si menantu.

Jarum jam pendek telah berpijak mendekati angka tujuh. Belum ada tanda-tanda bagi Taehyung akan membuka mata. Namun terdengar bunyi sepatu seseorang dari ruang muka hingga akhirnya memasuki kamar dengan langkah mengendap.

Seokjin baru saja menyelesaikan dokumen perceraian di pengadilan negeri Seoul. Sendirinya mencoba mengkonfirmasi ulang pada petugas yang terkait sebab meski telah menginjak bulan keempat akta perceraian mereka belum turun.

Dan ternyata, pengadilan menyatakan jika sidang perceraian yang mereka lalui kemarin dinilai tidak sah di mata hukum. Hakim yang memutuskan pun melakukan permohonan maaf secara langsung pada Seokjin.

Sang mantan duda menahan isaknya selama menyusuri koridor kantor pengadilan selama menuju mobil. Dan pecahlah tangis bahagia itu didalam sana. Sendirinya tersedu-sedu dengan kepala bersandar di balik kemudi. Bibir tebalnya tak henti merapal kata syukur.

Perpisahan memang bukanlah jalan pilihan bagi mereka. Setidaknya melalui kejadian ini ia dapat menarik pembelajaran jika emosi berbalas emosi takkan pernah menyelesaikan masalah. Alangkah lebih baik meredam amarah masing-masing lebih dulu lalu menyelesaikan segalanya ketika kepala mendingin.

Ya, sudah seharusnya mereka belajar menjadi orangtua yang lebih baik.

Demi Seoktae.

Demi sang calon adik.

Maka, ketika Seokjin menatap sang suami yang tengah berbaring— ia segera mengikis jarak. Perlahan, ia menjatuhkan diri— duduk di tepi ranjang. Satu kecupan singkat pada dahi ia sematkan seraya mengusap pipi gembilTaehyung dengan punggung tangan. Lalu bibir tebalnya merangkak menuju permukaan yang menyembul di balik kaos. Satu kecupan lagi mendarat untuk sang calon buah hati kedua.

"I love you, baby" bisiknya lembut di barengi dengan usapan lembut.

Si empu tak terusik sedikitpun.

Seokjin beralih mengecup tengkuk sang suami dari belakang setelah menghirup aroma tubuhnya lamat-lamat. Ia jatuhkan raganya disana demi mencuri rengkuh hangat sejenak dari Taehyung.

"I miss you, boo. I love you."

Dalam keheningan, ia menutup kelopaknya  untuk merasakan sang suami. Deru nafasnya yang beratur. Detak jantungnya yang bersinggungan langsung dengan lengan. Aroma sampo yang menguar dari surainya yang sudah memanjang. Seokjin menyukai segala suatu mengenai Taehyung. Pria manis itu selalu tak bercela dimatanya.

• f O r e V E R - JINV •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang