PENDUSTA KEJAM

840 50 0
                                    

Plak

Layangan keras telapak tangan Aluna kembali mendarat sempurna di sisi pipi Bastian. Layangan tangan Aluna begitu keras hingga menimbulkan suaranya yang khas, irama tepukan sadis. Tatapan lurus Bastian membalas tatapan Aluna seketika berpaling ke sisi sebelah, menoleh dengan cara dipaksa oleh layangan tangan Aluna yang dikuasai oleh amarah.

Senyar panas sontak dirasakan pada kulit pipi Bastian, merayapi hingga menghantarkan gelombang perih. Seolah rombongan ribuan semut merah menyerbu kulit pipi Bastian lalu menggigiti tanpa ampun, tanpa rasa kasihan.

Tetapi, Bastian masih saja tenang. Tak langsung menghakimi amukan kemarahan Aluna. Lelaki bertubuh tinggi itu malah memilih meresapi senyar perih bercampur panas pada kulit pipi yang memerah. Tangan satunya pun bergerak naik lalu melabuh di sisi pipi yang terasa sakit, menyentuh dan memeriksa hasil kekasaran tangan Aluna.

Wajah Bastian kembali bergerak, memposisikan wajahnya lurus. Kedua mata berbola matakan cokelat tua miliknya menatap datar Aluna yang dikuasai ledakan amarah penuh rasa kecewa.

"Apa-apaan kau ini?" si pengkhianat masih saja berkelit tak mau mengaku.

"Jangan berpura-pura menjadi orang bodoh, Bastian Sachdev. Lelaki berpendidikan sepertimu tak pantas menjadi orang bodoh," sindiran menohok Aluna dengan suara paraunya agak bergetar.

Kedua mata yang berkaca-kaca bahkan tak berkedip demi menahan genangan airmata yang terbendung di pelupuk mata. Jangan tanya bagaimana keadaan hati Aluna yang hancur berkeping-keping, tercerai-berai terbang melayang tak tahu arah. Namun, wanita cerdas itu berusaha menghadapi Bastian dengan tenang, menahan ledakan amarah yang sudah carut-marut di dalam jiwa.

"Aku tidak tuli, Bastian. Kedua telingaku ini masih sehat dan masih bekerja dengan baik. Bahkan suara hujanan air shower saja masih bisa aku perdengar dengan baik." Aluna mendesak Bastian dengan sindiran tajam.

"Aku tak mengerti dengan apa yang kau ucapkan. Tamparanmu ini aku anggap sebagai bukti betapa kurang ajarnya kau sebagai seorang istri." Bastian begitu tak mau mengakui kesalahan yang jelas-jelas ia perbuat.

Aluna tercengang. Dada Aluna kembali teremas paksa oleh rasa kecewa bercampur sakit hingga menyesakkan dada. Sejenak wanita cantik berkulit seputih susu itu lupa bagaimana caranya bernapas.

"Kau selingkuh, Bastian!" Aluna langsung menuduh tanpa ragu. "Kedua telingaku ini mendengar jelas kau sedang 'bermain' di dalam sana dengan Valerie, sekretarismu itu! Aku mendengar semua obrolan menjijikkan kalian berdua yang tak pantas aku sebutkan!" sambung Aluna berteriak histeris sambil telunjuknya menunjuk-nunjuk ke telinga.

"Hahhh! Kau sudah tahu ternyata. Sudah sejak kapan, Aluna Kyra?" Bastian tak menyangkal.

"Benar kau selingkuh dengan Valerie?" tanya Aluna memastikan dengan suara datar yang melemah.

"Karena kau sudah mengetahuinya, maka aku jawab 'ya'! Aku dan Valerie memiliki hubungan lebih dari sekadar atasan dengan sekretarisnya." Bastian mengakui dengan ketengannya. Tak menyangkal tuduhan Aluna sedikit pun.

"Bastian. Bagaimana bisa kau melakukan ini semua? Kita baru menikah. Baru dua tahun..."

"Aku pria normal, Aluna. Kau tahu sendiri Valerie seperti apa. Intensitas waktuku bertemu Valerie lebih banyak ketimbang kita berdua. Hampir separuh waktuku lebih banyak aku habiskan di kantor. Valerie yang begitu menggoda di depan mata, menggoyahkan imanku dengan mudah."

Hati Aluna semakin hancur ketika begitu lancarnya suami tercinta mengakui tipisnya iman yang dimiliki.

"Bahkan waktu lima tahun berpacaran yang kita lalui bersama tak bisa menguatkan imanmu dari sekretarismu itu?" Aluna tertunduk, tak mampu lagi menoleh dalam pada kedua mata Bastian.

Romantic TrapsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang