SERANGAN UNTUK MENIKAH

728 47 0
                                    


Telunjuk kanan menghentak-hentak paha yang menjadi tempatnya berlabuh. Sementara keempat jemari lainnya diam, tak bergerak tetap tenang di atas paha yang terbaluti celana formal berwarna senada dengan jas dikenakan, abu-abu.

Bibir merah mudah alami yang jauh dari gulungan tembakau kering itu menipis, ujung bibirnya tertarik. Masih terduduk di dalam Mercedes Benz GLA-Class, Oliver menyeringai ketika pikirannya masih dihantui sosok Aluna.

Wanita berkulit seputih susu, berparas cantik memesona hati itu memberi kesan berbeda pada pertemuan pertamanya dengan Oliver. Oliver masih ingat barisan rambut alis hitam Aluna yang tertata rapi. Sepasang mata berbola matakan cokelat tua cantik nan menyejukkan, ditambah lagi bulu mata yang lentik alami. Batang tulang hidung yang tertarik ke atas dengan menyempitkan dua lubang hidung. Bibir tipis dan terawat Aluna pun tak luput dari mata elang Oliver.

Pikiran Oliver semakin sulit berpaling mendapati Aluna yang berani memperlakukannya kasar. Tak seperti wanita pada umumnya yang Oliver temui. Jika wanita lain menyambut bahagia tangan Oliver mengulurkan selembar cek dalam nominal menggiurkan, Aluna malah kebalikannya. Sikap tegas dan keras kepalanya Aluna mencuri perhatian Oliver hingga pikiran pebisnis konglomerat itu terus tertuju pada Aluna.

Mercedes Benz GLA-Class berwarna cosmo black metallic yang dinaiki berhenti di landasan khusus bandara ibukota. Fokus Oliver kembali beralih pada tujuannya repot-repot datang ke tempat itu.

Di luar sana, pesawat jet pribadi telah terparkir rapi. Pun pintunya telah terbuka hingga menyapa aspal landasan pesawat. Di detik yang sama Oliver menoleh, kedua matanya melihat kedua orangtuanya turun dari pesawat jet pribadi itu.

Pintu dibuka oleh sopir. Oliver segera turun untuk menyambut kedua orangtua. Tak lupa senyuman manis nan tulus berusaha Oliver tunjukkan untuk kedua orang yang ia miliki dan dicintai.

"Welcome back Jakarta!" sambut Oliver dengan tangan terbentang.

"Lebih baik kita cepat pulang. Mama sudah tak sabar ingin memarahimu!" ucap mama Oliver bernada serius.

Realita jauh dari ekspektasi Oliver. Mama Oliver tak membalas baik sambutan hangat penuh keceriaan dari dirinya. Wanita paruh baya itu malah melenggang pergi dan masuk ke dalam mobil.

Oliver menatap ke arah papanya yang berdiri di samping. Kedua bahunya naik, Oliver yang merasa tak berdosa menatap heran pada papanya.

"Kita ikuti saja maunya Mama," ucap papa Oliver sambil menepuk-nepuk bahu Oliver.

***

Oliver membanting tubuh gagahnya di atas sofa empuk berwarna cokelat tua di kediaman orangtuanya. Rumah minimalis bergaya modern yang berada di kawasan elit Bintaro itu menjadi tempat untuknya singgah sejenak di kediaman orangtunya. Pria tampan berperawakan maskulin itu menyilangkan kaki dengan kaki kiri dijadikan tumpuan kaki kanan yang menimpa.

"Bagaimana liburan di Milan kemarin?" Oliver berbasa-basi.

Senyumnya agak terpaksa ditunjukkan saat sorot kedua mata beradu dengan Anne, mama Oliver yang menatap tajam.

"Sebulan berada di negara orang sudah pastilah seru. Kami juga sempat mampir ke rumah pamanmu di Jerman. Kau ingat dengan Aurelia?" tanya papa Oliver memancing.

"Pasti ingatlah, Pi. Dua tahun yang lalu kita datang ke pernikahannya." Oliver menyahuti tenang. Namun, di dalam hati Oliver mulai merasa ada sesuatu gejolak timbul menerjangnya.

"Kedatangan kami bertepatan dengan syukuran kelahiran anaknya. Aurelia memiliki anak kembar dan..."

"Maka dari itu kapan kau akan menikah, Oliver Benedict?" desak mama Oliver tanpa ragu menyela ucapan suami tercintanya.

Romantic TrapsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang